Bag.
2 Pemenuhan Syarat Qabdh Pada Transaksi Pembiayaan Murabahah Properti
Fokus perhatian Saya dalam pembiayaan murabahah properti bukan terkait ada atau tidaknya Akad Wakalah. Namun demikian, Saya Setuju Bank Syariah menggunakan akad wakalah. Dengan alasan sebagai berikut :
Pemenuhan Qabdh Pembiayaan Murabahah Rumah Dengan Cara Takhliah wa Tamkin
Pertayaan saya kepada DR. Erwandi Tarmizi hafizhahullâh lebih kurang dapat dideskripsikan sebagai berikut ;
by
Irham Fachreza Anas
member of Sharia Business Intelligence
“Bank Syariah harus
berperan (terlibat) dalam proses pembelian pertama”
Nasehat
itu disampaikan DR. Erwandi
Tarmizi hafizhahullâh saat sesi tanya jawab dimana peserta fokus pada persoalan
‘bagaimana pemenuhan qabdh pada transaksi murabahah di Bank Syariah dengan
segala ragam transaksi barang’. Saya termasuk peserta yang fokus bertanya
tentang pemenuhan qabdh untuk objek murabahah ‘single barang’ (bukan ‘multibarang’), yaitu berupa properti.
Dalam
kitab Fiqh al-Buyû ‘ala
al-Madzâhib al-Arba’at karya Muhammad Taqi ‘Utsmani, dijelaskan
bahwa qabdh adalah penguasaan terhadap sesuatu dan kemampuan (memiliki/melepaskan) terhadapnya sama
seperti yang mungkin didapat dengan tangan maupun tidak (juz 1 hal 397). Singkatnya,
qabdh berarti penguasaan terhadap
suatu barang secara ‘urf sebelum ditransaksikan, baik dalam penguasaan
fisik (qabdh haqiqi) ataupun penguasaan konstruktif-non fisik (qabdh
hukmi).
Beberapa
saat sebelum pertanyaan saya ajukan, DR.
Erwandi Tarmizi hafizhahullâh bercerita tentang Bank
Al-Rajhi yang “gigih” membuka kerjasama dengan perusahaan supplier kendaraan. Bank
Al-Rajhi merupakan Bank Syariah terbesar di Arab Saudi.
Guna
pemenuhan ketentuan qabdh pada transaksi murabahah kendaraan, Bank Al-Rajhi menjajaki
kerjasama pembelian kendaraan dengan supplier dalam negeri. Perusahaan ini
adalah pemegang tunggal salah satu merk kendaraan. Usaha Bank kandas disebabkan
ada syarat yang dianggap merugikan kepentingan supplier.Bank Al-Rajhi meminta perusahaan
menerima syarat yang mengatur, bahwa Bank berhak mengembalikan kendaraan (khiyar syarat) sewaktu-waktu.
Bank
Al-Rajhi tidak patah semangat untuk membuka hubungan kerjasama dengan perusahaan
supplier.Usaha itu pun berlanjut. Bank kembali mencoba membuka hubungan kerjasama
dengan supplier lain (untuk jenis merk kendaraan yang sama). Namun kali ini
lokasinya bukan di Arab Saudi, melainkan di Dubai. Kerjasama dengan supplier Dubai
pun berhasil dan berlanjut, hingga suatu saat Perusahaan Supplier awal asal
Arab Saudi tadi menghubungi Bank Al-Rajhi. Perusahaan itu meminta Bank Al-Rajhi agar
kembali bisa bernegosiasi dengan mereka. Singkat cerita, Bank Al-Rajhi bisa
menjalin kerjasama dengan perusahaan supplier kendaraan asal Arab Saudi dengan
tetap menggunakan Khiyar Syarat.
Polemik Qabdh dan
Akad Wakalah Pembiayaan Pembiayaan Murabahah Properti
Berdasarkan
pengalaman pribadi berkomunikasi dengan pihak yang mengaku belajar dan/atau
mengambil faidah ilmu dari DR.
Erwandi Tarmizi hafizhahullâh, muncul kesan murabahah murni syariah
adalah dimana Bank Syariah betul-betul sebagai pemilik rumah yang namanya
tercantum dalam sertipikat rumah. Lebih dari itu, Bank Syariah yang masih
menggunakan wakalah selalu disudutkan karena dianggap menjual rumah tanpa lebih dulu menerima rumah itu dari developer. Mereka menggunakan
hadits yang diriwayatkan dari Hakim bin Hizam tentang larangan jual beli
sebelum qabdh.
Saya tidak sependapat
jika tercantumnya nama Bank Syariah dalam sertipkat kepemilikan dijadikan
satu-satunya bentuk qabdh yang murni syariah. Dalam Fiqh al-Buyû ‘ala al-Madzâhib
al-Arba’at sub pembahasan No. 173 (juz 1 hal 397) dijelaskan ragam cara qabdh tanah dan
bangunan misalnya penyerahan kunci, penyerahan dengan kunci dengan pernyataan penguasaan. Pada sub pembahasan berikutnya No.
174, dijelaskan cara qabdh terhadap rumah yang masih ditempati
oleh Penjual, yaitu dengan mengizinkan pembeli untuk menguasai rumah dan harta
benda (turutan di dalamnya) yang masih ditempati penjual.
Berkaitan dengan wakalah, Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions
(AAOIFI) memang melarang mewakalahkan
pembelian barang (siklus pertama) kepada Nasabah, kecuali dalam keadaan
darurat/mendesak. [lihat Shari’ah Standards-November 2017 hal 207 – 3/1/3]. DR. Erwandi Tarmizi hafizhahullâh termasuk pakar yang melarang akad wakalah
kepada Nasabah pada Pembiayaan Murabahah. Baginya “Tidak disebut menjual
jika Penjual mewakilkan kepada pembeli untuk membeli barang kepada orang lain. Lalu
pembeli tadi membeli kembali untuk dirinya sendiri atas barang yang sama”.
Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) tidak melarang dan/atau memberikan batasan
penggunaan wakalah dalam Akad Murabahah. DSN-MUI melalui Fatwa No. 111
ttg Akad Jual Beli Murabahah menjelaskan bahwa Murabahah dapat dilakukan dengan
2 pilihan, Murabahah dengan Persediaan dan/atau Murabahah Atas Dasar Pesanan.
Fokus perhatian Saya dalam pembiayaan murabahah properti bukan terkait ada atau tidaknya Akad Wakalah. Namun demikian, Saya Setuju Bank Syariah menggunakan akad wakalah. Dengan alasan sebagai berikut :
1.Akad Wakalah penting
sebagai penyelaras dengan hukum positif terkait kedudukan Bank Syariah sebagai
penyedia dana. "3.7.4. Dana Pembiayaan dikirim oleh Bank ke rekening Nasabah
sebelum dibayarkan tunai kepada Pemasok sebagai bukti bahwa Nasabah menerima
pembiayaan dari Bank." [Buku
Standar Produk Perbankan Syariah – Murabahah hal. 34, diterbitkan oleh Otoritas
Jasa Keuangan].
Keberadaan Akad Wakalah, untuk memitigasi agar dana yang keluar dari rekening
Nasabah pasca pencairan pembiayaan adalah tetap dimiliki oleh Bank sedangkan
Nasabah bertindak untuk dan atas nama Bank Syariah. Selain itu, Akad Wakalah juga penting
digunakan untuk mempersingkat proses administratif perpindahan title rumah
dari penjual pertama langsung kepada nasabah sehingga dapat terhindar dari “isu”
pajak “berganda/pajak lebih besar”. Jika
produk pembiayaan Bank Syariah ingin keluar dari kaidah penyediaan dana, maka berdasarkan
azas hukum positif ; lex specialis derogat legi generalis, diperlukan
izin khusus dari otoritas perbankan.
2. Berkaitan dengan Murabahah atas dasar pesanan dengan
objek multibarang, Wakalah
merupakan jembatan pemenuhan syarat mutsman (barang yangdijualbelikan) ,yaitu mustman harus milik
penjual. Dimana murabahah akan berlaku efektif setelah nasabah
menyelesaikan tugas wakalahnya. [Buku
Standar Produk Perbankan Syariah – Murabahah hal. 32, diterbitkan oleh Otoritas
Jasa Keuangan]
Pemenuhan Qabdh Pembiayaan Murabahah Rumah Dengan Cara Takhliah wa Tamkin
Dalam
buku Fikih Muamalah karya DR Oni Sahroni dan DR. M. Hasanuddin hafizhahumallâh, takhliah wa tamkin adalah memberikan
kuasa kepada penyewa untuk menempatinya atau menyerahkan barang hak kepemilikan
sehingga barang itu menjadi hak milik pembeli (hal 175-177). Dalam konteks ini, Pemilik
Barang (Penjual pertama/Developer) telah memberikan penguasaan
barang kepada Bank untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pembiayaan murabahah
atas dasar pesanan nasabah tertentu, sehingga secara prinsip telah terjadi
perpindahan kepemilikan (jual beli secara prinsip) dari developer kepada Bank. Walaupun pun
developer belum menerima uang tunai dari Bank.
Apakah
dikatakan jual beli, jika barang yang belum dibayar tunai sudah langsung
diperjualkan belikan kepada pihak lain ? Silahkan dianalisis menggunakan
pendekatan praktis kegiatan jual beli antar pedagang di Pasar Tanah Abang. Mudah-mudahan
antum tidak mengharamkan itu terjadi.
Pertayaan saya kepada DR. Erwandi Tarmizi hafizhahullâh lebih kurang dapat dideskripsikan sebagai berikut ;
Ustadz, dalam hal
pembiayaan murabahah rumah atas dasar penasanan nasabah ada alur sebagai berikut :
Sehari atau beberapa Hari sebelum Bank Syariah menandatangani Akad
Murabahah dengan Nasabah, Bank telah mengirimkan Surat Persetujuan Prinsip yang
diberlakukan sebagai Purchase Order kepada Penjual/Developer.
Isi dari Surat itu adalah Bank mengkonfirmasi persetujuan
pembiayaan Calon Nasabah atas objek rumah milik Penjual/Developer dan perintah kepada
penjual untuk mempersiapkan dokumen kepemilikan bagi kepentingan pembiayaan
Bank.
Dalam surat tersebut dinyatakan jika Penjual menandatangani surat
ini, maka Penjual setuju telah menyerahkan hak penguasaan rumah kepada Bank. Dokumen
kepemilikan rumah bisa diserahkan H-1 sebelum akad kepada Bank maupun pada hari
H-0 sebelum akad murabahah antara bank dan nasabah dilakukan.
Apakah ini mekanisme ini sah sebagai pemenuhan qabdh atas
transaksi murabahah untuk objek rumah ?
DR. Erwandi
Tarmizi hafizhahullâh memberikan
penjelasan tentang Qabdh dengan permisalan handphone. Mengingat, konteks
pertanyaan adalah objek rumah. Saya mengkonfirmasi
sekali lagi pernyataan itu. Kemudian secara singkat beliau menjawab “SAH”.
Dari jawaban ini kita bisa
belajar bahwa ;
1. Tercatatnya
nama Bank
Syariah dalam dokumen kepemilikan bukan satu-satunya cara untuk pemenuhan qabdh. Mekanisme
ini memang cocok diterapkan untuk Murabahah dengan Persediaan, namun tidak
cocok diterapkan pada Murabahah atas Dasar Pesanan.
2. Metode takhliah wa tamkin dapat digunakan untuk
pemenuhan qadbh pada Murabahah atas
Dasar Pesanan, khususnya untuk objek properti. Ada hubungan Bank Syariah dan Penjual/Developer melalui
media surat persetujuan prinsip yang diberlakukan sebagai purchase order. Melalui
surat ini, Penjual/Developer telah memberikan hak penguasaan rumah kepada
Bank sehingga Bank bisa memanfaatkannya untuk
kepentingan pembiayaan murabahah. Dan mekanisme ini juga murni syariah.
3. Metode sebagaimana
angka 2 mau tidak mau ‘memaksa’ Bank Syariah untuk terlibat dalam proses
pembelian pertama.
Penutup
Bank
Syariah harus mengupayakan
peningkatan hubungan kerjasama dengan berbagai supplier penyedia barang, diutamakan
dalam bentuk tertulis maupun bentuk
lainnya dengan pertimbangan ‘urf bisnis. Dalam kerjasama itu perlu disepakati
tata cara qabdh. Model bisnis ini,
sangat dibutuhkan sebagai upaya menghilangkan ketidakjelasan (gharar) atas objek murabahah yang akan
ditransaksikan. Jika ini konsisten dilakukan maka Bank Syariah dinilai telah berperan dalam proses pembelian pertama.
Wallâhu a'lam
Sehari Bersama DR. Erwandi Tarmizi hafizhahullah
(Bag. 1) Membantah Argumentasi Denda Itu Riba Yang Membatalkan Akad
Sehari Bersama DR. Erwandi Tarmizi hafizhahullah
(Bag. 1) Membantah Argumentasi Denda Itu Riba Yang Membatalkan Akad
baca juga :
Bank Syariah Dihujat
Sohib dan Solmed Punya Cerita
Cahaya ; Refleksi tentang Liberalisasi dan Islam
Sharia Business Intelligence
Comments
Post a Comment