DENDA & SITA BUKAN RIBA

Menjawab Syubhat Komunitas Anti Riba
by
Irham Fachreza Anas

member of Sharia Business Intelligence 

Saya cenderung memilih definisi Riba yang dinyatakan oleh Mazhab Hanafiyah sebagaimana terdapat dalam buku al-Fiqhu al-Islamy wa Adillatuhu karya Dr. Wahbah Zuhaily (rahimahullâh) yaitu ; “Kelebihan harta tanpa (adanya) iwadh pada transaksi pertukaran harta dengan harta”. Berangkat dari definisi ini, maka harus ada parameter iwadh dalam menilai sah atau tidaknya pengambilan harta. Definisi ini fokus pada substansi ribâ dalam sistem keuangan, yaitu keuntungan dari penambahan harta. Istilah “penambahan beban” sangat multi tafsir ; bisa saja berarti beban kehidupan, beban perasaan, beban budi, beban ekonomi atau beban lainnya.
.
DENDA BUKAN RIBA .
Dasar pengenaan sanksi berupa denda uang BUKANLAH dalam rangka mencari keuntungan melainkan didasarkan pada prinsip TA’ZIR, yaitu bertujuan agar nasabah/konsumen lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya. Dalam rangka menjaga dasar inilah dana yang bersumber dari denda tidak boleh diakui sebagai pendapatan dan itu dinyatakan secara tegas oleh DSN MUI. Bilamana terdapat LKS yang mengakui dana denda sebagai pendapatan, maka LKS tersebut telah merubah dasar pengenaan denda yang semula untuk mendisiplinkan nasabah menjadi praktik pengambilan keuntungan. Jika ini yang terjadi, maka sepakat itulah Riba, baik praktiknya maupun status hartanya serta haram dilakukan oleh LKS.
.
SITA BUKAN RIBA
.
Pada buku Harta Haram Muamalat Kontemporer, tidak ditemukan keterangan Dr. Erwandi Tarmizi hafizhahullâh yang menyatakan secara tegas bahwa Sita Agunan merupakan bagian dari Riba. .
SITA agunan yang dilakukan LKS bukanlah praktik Riba. LKS dibenarkan secara hukum syariah dan hukum positif untuk melakukan Sita (eksekusi/penjualan) jaminan dimana sebagian dari hasil penjualan tersebut digunakan untuk melunasi utang Nasabah. Jika terdapat kelebihan dan dari hasil penjualan agunan maka kelebihan itu wajib dikembalikan kepada Nasabah.
.
Selengkapnya :
.
1. https://irham-anas.blogspot.com/2017/10/menakar-fatwa-riba-pada-denda-sita.html?m=1
.
2. https://irham-anas.blogspot.co.id/2017/11/menyoal-perspektif-penghapusan-denda.html
.
3.https://irham-anas.blogspot.com/2018/10/sehari-bersama-dr-erwandi-tarmizi.html?m=1
.
Wallahu a'lam
.
https://www.instagram.com/p/BsdAJGdgl7o/?utm_source=ig_share_sheet&igshid=1xwfoz3p0ffdw

baca juga :

Bank Syariah Dihujat

Sohib dan Solmed Punya Cerita

Cahaya ; Refleksi tentang Liberalisasi dan Islam

Sharia Business Intelligence

Comments

  1. Dalam kasus sita aset saya merasa justru banyak sekali yang memberatkan pihak nasabah. Apalagi segala pembebanan mulai dari lelang aset dan seabrek lainnya selalu dibebankan kepada nasabah yang notabene mereka ini adalah sedang tertimpa kemalangan/musibah dan masih lagi di dzalimi oleh pihak kreditur.Dan kebanyakan hak2 mereka sebagai konsumen disini banyak yg dirampas, namun disini sedikit sekali perlindungan hukum yg mereka dapatkan. Sehingga kebanyakn dari mereka pasrah terhadap kedzaliman yg mereka terima..
    Wallahu a'lam

    ReplyDelete
  2. Semoga kita tidak pernah berhubungan dengan Bank Syariah dalam keadaan pailit

    ReplyDelete

Post a Comment