PEMBIAYAAN MUSYARAKAH, RISIKO & MITIGASINYA

Musyarakah berasal dari kata Syirkah. Secara etimologis Syirkah berarti ikhtilath (percampuran), yakni bercampurnya suatu harta dengan harta lain, sehingga tidak bisa dibedakan antara keduanya. Syirkah digunakan untuk suatu transaksi perkongsian bisnis.

Secara umum syirkah dibedakan menjadi dua yaitu: 1) syirkah amlak (kepemilikan), dan 2) syirkah uqud (akad). Syirkah amlak terdiri dari amlak ikhtiari (optional) dan amlak ijbari (otomatis/mutlak) sementara syirkah uqud terdiri dari syirkah amwal (harta/aset), syirkah abdan (keterampilan) dan syirkah wujuh (reputasi/good will). Selain dari jenisnya syirkah juga dibagi berdasarkan porsi penyertaan modal yaitu berupa syirkah inan jika porsi modal para pihak yang bermitra tidak sama, sementara jika masing-masing pihak yang bermitra menyertakan porsi modal dalam jumlah yang sama hal itu dinamakan syirkah mufawadhah.

Merujuk Fatwa DSN No.08/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 13 April 2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, dinyatakan bahwa pembiayaan musyarakah adalah : 
“…pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan”

Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 36/SEOJK .03 / 2015 tanggal 21 Desember 2015 Tentang Produk dan Aktivitas Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah pada Lampiran IV halaman 31, Pembiayaan Musyarakah pada Bank Syariah didefenisikan menjadi :
“Penyediaan dana untuk kerja sama usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing.”

Dalam praktiknya ada beberapa risiko yang menyertai Pembiayaan Musyarakah setidaknya meliputi 5 risiko sebagai berikut :

1. Bank Syariah  menghadapi potensi risiko kredit (credit risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default. Mitigasi (pengendalian) risiko ini diantaranya Bank harus selektif dalam memilih nasabah dengan menegakkan prinsip 5 C ; Character, Capacity, Capital, Collateral dan Condition (of business).

2. Bank Syariah  menghadapi potensi risiko pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar apabila pembiayaan diberikan dalam valuta asing. Mitigasi (pengendalian) risiko ini diantaranya Bank dapat menetapkan batas maksimal pembiayaan musyarakah dalam valuta asing dan melakukan upaya lindung nilai (nilai tukar)

3. Bank Syariah  menghadapi potensi risiko operasional yang diakibatkan oleh proses internal yang kurang memadai, kegagalan proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. Mitigasi (pengendalian) risiko ini diantaranya Bank harus melakukan evaluasi Sistem Operasional Prosedur Pembiayaan Musyarakah, pemeliharaan sistem informasi teknologi secara berkala.

4. Bank Syariah  menghadapi potensi Risiko Imbal Hasil (Rate of Return Risk)             yang disebabkan oleh sifat transaksi musyarakah yang tergolong dalam kategori Natural Uncertainty Contract  (NUC) atau kontrak dengan (pembayaran) keuntungan yang tidak dapat dipastikan (di awal kontrak). Prinsip Syariah yang berlaku secara umum bahwa sejumlah keuntungan yang dipastikan dari transaksi yang tergolong NUC adalah riba. Jika pembiayaan Bank Syariah didominasi oleh skim ini, maka keuntungan yang diperoleh Bank adakalanya tinggi, sangat rendah, stabil atau bisa jadi tidak mendapatkan hasil. Keadaan ini tentu akan berimplikasi pada pergerakan (naik /turun) tingkat imbal hasil yang dapat mempengaruhi perilaku nasabah dana pihak ketiga Bank.

Mitigasi (pengendalian) risiko ini diantaranya Bank dapat menetapkan ambang batas akseptasi atas proyeksi net revenue dan/atau profit dengan 2 (dua) asumsi ; titik moderat dan titik terendah. Sumber data yang digunakan untuk pertimbangan akseptasi adalah data penjualan atau pendapatan minimal 2 tahun terakhir. Bank Syariah dapat memadukan mitigasi ini dengan memasukkan opsi Ibra’ (membebaskan hak) atau tanazul haq (merelakan  hak) dalam Perjanjian.

5. Bank Syariah  menghadapi potensi Risiko Investasi (Equity Invesment Risk) akibat Bank ikut menanggung kerugian usaha nasabah yang dibiayai sehingga dapat menyebabkan hilangnya dana pembiayaan milik Bank. Mitigasi (pengendalian) risiko ini diantaranya Bank dapat menetapkan bahwa pembiayaan skim ini hanya diperuntukkan bagi nasabah yang sudah memiliki riwayat ber-mitra minimal 1 kali fasilitas pembiayaan. Di samping itu, harus diusahakan agar sebagian besar aliran kas transaksi nasabah dilakukan melalui Bank (pemberi pembiayaan).

Sharia Business Intelligence (SBI)
01 Januari 2018

For more information follow us on :

Facebook :

Fanpage Facebook :

Instagram:

Telegram:

Comments