Al-Ifta atau memberi fatwa dilakukan oleh kelompok para pakar ijtimâ’ jamâ’iy terhadap persoalan
tertentu yang umumnya menyangkut kepentingan luas. Al-ifta (memberi fatwa) juga dapat dilakukan oleh perorangan dalam
bentuk menjelaskan status hukum persoalan tertentu yang umumnya menyangkut
masalah perorangan.
Prof. Dr (HC). KH. Ma’ruf Amin, Guru Besar Hukum Ekonomi Syariah
menjelaskan beberapa faktor yang menjadikan al-ifta secara kelompok lebih
didahulukan untuk dipilih daripada al-ifta perorangan;
“Perkembangan
Modernisasi dalam segala segi kehidupan. Masalah-masalah kontemporer ini tidak
memadai jika diselesaikan dengan ijtihad perorangan. Mau tidak mau diperlukan
musyawarah dan tukar pendapat dari para pakar dari berbagai disiplin ilmu…Dewasa
ini ilmu pengetahuan semakin spesifik dibahas dan dipelajari. Spesialisasi
Bahasa Arab, fiqh dan ushul fiqh dan berbagai disiplin ilmu yang lebih khusus
menyebabkan seorang ilmuwan tidak lagi dapat menguasai ilmu pengetahuan yang
menyeluruh sebagaimana halnya ulama terdahulu. Dalam memecahkan suatu
persoalan, sering diperlukan informasi dan pemikiran dari berbagai ilmuwan yang
bidangnya terkait dengan persoalan tersebut” [Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam, hal 43-44].
Ijtimâ’ jamâ’iy di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
adalah forum-forum yang khusus diadakan oleh organisasi keagamaan di Indonesia.
Misalnya, Komisi Fatwa MUI, Bahtsul Masâil Nahdhatul ‘Ulamâ, Majelis Tarjih
Muhammadiyah, Lembaga Hisbah Persis dan forum ‘ulama lainnya.
Dalam konteks persoalan-persoalan fiqh di Lembaga Keuangan
Syariah Indonesia, Kami (Sharia Business
Intelligence) mengikuti fatwa-fatwa yang diterbitkan oleh Forum Komisi
Fatwa Majelis Ulama Indonesia dan/atau Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN MUI).
Fatwa DSN MUI bukan lahir dalam sehari, melainkan lahir melalui
proses panjang berhari-hari. Fatwa DSN MUI bukan lahir dari hasil kontemplasi
pribadi, melainkan lahir dengan melibatkan beragam ahli ; ‘Ahli Fiqh, Ahli Ushul
Fiqh, Ahli Bahasa, Praktisi, Regulator, Ahli Hukum (Positif) dan pihak
terkait lainnya. Sepanjang pengamatan, fatwa yang diterbitkan DSN MUI tetap
mempertimbangkan aspek hukum positif yang mengikat objek fatwa, common practice
yang terjadi pada objek fatwa, juga perspektif sosio-kultural masyarakat
Indonesia. Inilah yang menjadi pembeda Fatwa DSN MUI.
Sharia Business
Intelligence (SBI)
20 November 2017
For more information
follow us on :
Facebook :
Fanpage Facebook :
Instagram:
Telegram:
baca juga :
Bank Syariah Dihujat
https://irham-anas.blogspot.co.id/2017/11/bank-syariah-dihujat.html
Sohib dan Solmed Punya Cerita
https://irham-anas.blogspot.com/2018/11/sohid-dan-solmed-punya-cerita.html
Cahaya ; Refleksi tentang Liberalisasi dan Islam
https://irham-anas.blogspot.co.id/2017/11/cahaya.html
Sharia Business Intelligence
https://irham-anas.blogspot.co.id/2017/11/sharia-business-intelligence.html
Bank Syariah Dihujat
https://irham-anas.blogspot.co.id/2017/11/bank-syariah-dihujat.html
Sohib dan Solmed Punya Cerita
https://irham-anas.blogspot.com/2018/11/sohid-dan-solmed-punya-cerita.html
Cahaya ; Refleksi tentang Liberalisasi dan Islam
https://irham-anas.blogspot.co.id/2017/11/cahaya.html
Sharia Business Intelligence
https://irham-anas.blogspot.co.id/2017/11/sharia-business-intelligence.html
Comments
Post a Comment