Karya Akademik vs Non Akademik

Oleh : Ahmad Sarwat, LC, MA

Kajian dan karya akademik sering juga disebut dengan kajian atau karya ilmiyah. Salah satu ciri kajian akademik yang paling saya catat adalah memasukkan semua para pakar yang ahli di bidangnya, meski satu sama lain saling berbeda.

Kalau pun penulisnya cenderung kepada salah satu pendapat dari para pakar itu, tetap saja pendapat pakar lain dicantumkan dengan seimbang dan adil. Nanti di akhir barulah penulis sedikit menyebutkan bahwa dirinya cenderung kepada pendapat fulan.

Contoh yang mudah saya tampilkan adalah disertasi S-3 karya guru saya, Prof. Ali Mustafa Ya'qub, Lc., MA. Judulnya : Ma'ayir Al-Halal wa Al-Haram. Meski beliau pada akhirnya cenderung menajiskan Alkohol, tetapi sebuah karya ilmiyah beliau tidak ujug-ujug bilang alkohol itu najis, titik.

Beliau uraikan dulu panjang lebar, siapa saja di antara para ulama yang bilang alkohol itu najis, lengkap dengan rujukan dan dalil-dalilnya. Kemudian dipaparkan juga para ulama yang menajiskan alkohol, lengkap dengan rujukan dan dalil-dalilnya. 

Setelah itu, dengan segala kerendahan hati dan ketawadhuannya, beliau memilih pendapat yang menajiskan, juga dilengkapi dengan alasan-alasannya.

Saya pribadi sebenarnya tidak sependapat dengan pilihan guru saya ini. Bagi saya, alkohol itu tidak najis, yang najis adalah khamar. Dan khamar itu tidak selalu alkohol sebagaimana juga alkohol itu tidak selalu khamar. 

Namun membaca karya akademik yang ilmiyah ini, pandangan saya jadi luas, cakrawala berpikir saya tidak sempit. Saya jadi paham kenapa ada kalangan yang 'keukeuh' bilang alkohol najis.

Jauh berbeda kalau saya baca tulisan non akademik. Biasanya si penulis langsung hajar saja, alkohol haram, titik tidak pakai koma. Kemudian kita 'diintimidasi' dengan sekian banyak nash baik petikan ayat Quran atau potongan hadits. Tanpa sedikit pun memberi ruang kepada pendapat yang berbeda.

Khas gaya penulisan akademik itu adalah tidak main vonis, tidak asal hajar, tidak langsung sikat, dan tidak sok tahu. 

Para ustadz yang biasa ceramah pun bisa kita ukur sampai dimana level akademiknya serta derajat keilmiyahannya, lewat cara mereka menyampaikan suatu ilmu. 

Saya amat kagum kalau membaca kitab fiqih para ulama yang diawalnya dia mulai dengan tahrir mahal an-niza'. 
لقد اتفق الفقهاء في هذه المسألة .... ولكنهم اختلفوا في كذا و كذا على ثلاثة أقوال :...

 : baca juga

Bank Syariah Dihujat

Sohib dan Solmed Punya Cerita

Cahaya ; Refleksi tentang Liberalisasi dan Islam

Sharia Business Intelligence

Comments