SIAPAKAH AHLUSSUNNAH?



by Irham Fachreza Anas

Saat ini pertanyaan mengenai siapakah yang pantas termasuk golongan ahlussunnah wal jamaah kembali menjadi perhatian. Jamak kita lihat diberbagai media sosial telah terjadi fitnah ; saling menghardik, meng'wahabikan', membid'ahkan, serta mengkafirkan antar sesama golongan muslim dengan latar belakang rukun Iman dan rukun Islam yang sama. Menariknya, ke semua golongan yang berseteru tersebut sama-sama mengaku sebagai bagian dari Ahlussunnah Wal Jamaah. Baik itu dengan menggunakan istilah ahlussunnah, salafusshaslih, islam jamaah, pengikut setia ahlul bait dan lainnya.

Lantas Siapakah Ahlussunah? Perkara ini mejadi penting untuk dipahami sampai kapan pun mengingat telah lekat informasi dalam diri seorang muslim yang mengimani adanya akhir zaman (kiamat), bahwa di akhir zaman Islam akan terpecah menjadi 73 golongan. Aswaja( Jama'ah) adalah satu-satunya golongan diantara 73 golongan tersebut yang dijanjikan Allah subhanahu wa ta’ala melalui lisan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagai penghuni surga.

KH. Cholil Nafis, Phd dalam essainya berjudul Ber-Islam yang Wajar Ala Nahdhatul Ulama menuliskan bahwa :

“Ahlussunnah Waljama'ah (Aswaja) yang dituangkan oleh Pendiri NU, Hadratusysyaikh KH. Hasyim Asy'ari dalam bukunya Risalah Ahlu as-Sunnah Wal Jama'ah yang kemudian diserap menjadi keputusan NU, menafsirkan Aswaja sebagaimana yang dirumuskan oleh Abu al-Hasan al-Asy'ari dan Abu Mansur al-Maturidi. Di bidang fikih mengikuti pendapat atau metode (manhaj) salah satu empat mazhab; Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali. Dan di bidang tasawwuf mengikuti al-Junaid al-baghdadi dan Abu Hamid al-Ghazali”

Dalam essai lain bertajuk Ahlus Sunnah Wal Jamaah, DR. Ahmad Sastra mencoba mengidentifikasi Golongan Aswaja dengan menggunakan pendapat dari salah satu Imam Mazhab, yaitu Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad bin Hanbal sebagaimana dikutip dalam kitab al-Maqshad al-Arsyad fi Dzikr Ashhab  al-Imam Ahmad menyatakan ;

“Bahwa sifat orang Mukmin yang disebut Ahlus sunnah wal Jamaah adalah: Siapa saja yang bersaksi, bahwa tidak ada tuhan melainkan hanya Allah Swt., tiada sekutu bagi-Nya, serta Muhammad saw. adalah hamba dan Rasul-Nya. Dia juga mengakui semua yang dibawa oleh para nabi dan rasul, tidak ada sedikitpun keraguan dalam keimanannya. Dia tidak mengkafirkan satu orang pun yang masih bertauhid karena satu dosa. Dia mengharapkan semua perkara yang hilang darinya kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan menyerahkan urusannya hanya kepada-Nya. Dia meyakini bahwa apa saja berjalan menurut qadha’ dan qadar Allah, semuanya, baik dan buruknya. Dia juga mengharapkan kebaikan untuk umat Muhammad dan mengkhawatirkan keburukan menimpa mereka. Tak seorang pun umat Muhammad masuk surga dan neraka karena kebaikan yang dilakukannya, dan dosa yang diperbuatnya, sampai Allah SWT-lah yang memasukan ciptaan-Nya sebagaimana yang Dia kehendaki. Dia mengetahui hak orang salaf yang telah dipilih oleh Allah untuk menyertai Nabi-Nya. Dia mendahulukan Abu Bakar,  Umar dan Utsman serta mengakui hak Ali bin Abi Thalib, Zubair, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Said bin Zaid bin Amr bin Nufail atas para Sahabat yang lain. Merekalah sembilan orang yang telah bersama-sama Nabi saw. berada di atas Gunung Hira’. Dia menceritakan keutamaan mereka dan menahan diri terhadap apa yang mereka perselisihkan di antara mereka. Dia shalat Idul Fitri dan Adha, Khauf, shalat berjamaah dan Jumat bersama semua pemimpin, baik yang taat maupun zalim. Dia mengusap dua sepatu ketika bepergian dan ketika tidak, meng-qashar shalat ketika bepergian. Dia meyakini al-Quran kalam Allah, dan diturunkan, bukan makhluk. Dia meyakini bahwa iman adalah ucapan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang. Dia meyakini bahwa jihad tetap berlanjut sejak Allah mengutus Muhammad saw. hingga sisa generasi terakhir yang memerangi Dajjal, saat tak akan ada yang bisa mencelakakan mereka kezaliman orang yang zalim. Dia menyatakan, bahwa jual-beli halal hingga Hari Kiamat sesuai dengan hukum Kitab dan Sunnah. Dia shalat jenazah dengan empat takbir dan mengurus umat Islam dengan baik. Dia tidak melakukan perlawanan terhadap mereka dengan pedang Anda. Jangan berperang karena fitnah. Diamlah di rumah Allah. Dia mempercayai azab kubur; mengimani Malaikat Munkar-Nakir; meyakini adanya telaga, syafaat; meyakini bahwa orang-orang yang mempunyai tauhid akan keluar dari neraka setelah mereka diuji, sebagaimana sejumlah hadits telah menyatakan hal ini dari Nabi saw. Kita mengimaninya, dan tidak perlu banyak contoh untuk semuanya tadi. Inilah yang disepakati oleh para ulama dari berbagai penjuru dunia”

Berangkat dari 2 pandangan di atas serta dalam konteks permasalahan yang terjadi di Nusantara ini, maka terdapat parameter lain yang dapat digunakan untuk mengidentifidikasi ahlussunnah, yaitu dengan menggunakan prinsip tasamuh (toleransi), tawassuth (tengah/moderat), i'tidal (tegak lurus) dan tawazun (seimbang).

Seseorang dapat dikategorikan termasuk golongan jamaah (Aswaja) bilamana  ia memiliki prinsip tasamuh (toleransi) dalam dirinya terutama saat menghadapi perbedaan pendapat dan dalil antar sesama muslim. Hal ini tercermin dari kutipan Imam Ahmad Bin Hanbali "Dia yang tidak mengkafirkan satu orang pun yang masih bertauhid karena melakukan satu dosa ... Dia menceritakan keutamaan mereka dan menahan diri terhadap apa yang mereka perselisihkan diantara mereka..". Maksud menahan diri sudah tentu dapat diartikan menjadi menahan hasrat saling membid'ahkan, menghardik, meng'wahabikan' serta mengkafirkan antar sesama muslim dengan latar belakang rukun Iman dan rukun Islam yang sama. Ia juga dapat diartikan menahan tangan (tindakan anarkisme) dalam menyikapi perbedaan-perbedaan furuiyyah, termasuk juga perbedaan ushuliyah.

Seseorang dapat dikategorikan termasuk golongan jamaah (aswaja) bilamana dalam dirinya ada prinsip tawassuth (berdiri di tengah/moderat) antara sikap berlebih-lebihan dan lalai/acuh dalam beragama. Ia berdiri ditengah terhadap orang yang berlebih-lebihan dalam memuliakan Ali radhiallahu anhu serta berlebih-lebihan dalam mengkritik sahabat Nabi shallahu alaihi wasallam karena dianggap mengambil hak kepemimpinan Ali radhiallahu anhu setelah kematian Nabi shallahu alaihi wasallam. Ia berdiri ditengah dalam menilai secara adil dan arif terhadap fakta-fakta sejarah peralihan kekuasan politik dari Nabi shallahu alaihi wasallam kepada 4 sahabat yang dikenal sebagai Khalifah Rasyidah. Ia juga berdiri ditengah terhadap orang yang berlebih-lebihan dan lalai menggunakan akal nya dalam beragama. Hal ini tercermin dari kutipan Imam Ahmad Bin Hanbal "...Dia yang mendahulukan abu bakar, umar, utsman dan mengakui hak ali..." serta "...tidak ada sedikitpun keragunan dalam keimanannya".

Seseorang dapat dikategorikan termasuk golongan jamaah (aswaja) bilamana ia memiliki prinsip i'tidal (tegak lurus) di atas nash dalam beragama. 6 rukun iman, 5 rukun islam dan perbuatan ihsan yang merupakan inti dari pejelasan Imam Ahmad Bin Hanbal dijalankan dengan selalu terikat kepada quran dan sunnah bukan terikat kepada penafsiran hawa nafsu (ahl hawa).

Seseorang dapat dikategorikan termasuk golongan jamaah (aswaja) bilamana dalam dirinya terdapat prinsip tawazun (seimbang) antara kehidupan dunia dimana ia memiliki kewajiban untuk selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidup. Serta kehidupannya di akhirat dimana dia wajib berusaha agar dapat kembali ke tempat asalnya yang baik, yaitu Jannatun Na'im.

Wallahu a'lam

Comments