LINGKARAN SETAN KPR DAN KEADILAN DALAM PELUNASAN PEMBIAYAAN MURABAHAH

Tanggapan Atas Tulisan "Lingkaran Setan KPR"

by
Irham Fachreza Anas
member of Sharia Business Intelligence 

Tanpa sengaja saya menemukan tulisan Nasabah suatu Bank yang diposting di media sosial yang cukup terkenal. Sebut saja samarannya sebagai ‘Andi’. Ia menulis keluhannya tentang KPR Bank dengan judul ‘Lingkaran Setan KPR’. Terbesit dalam hati ; ‘ini pasti komplain nasabah KPR salah satu Bank Konvensional’, sebab permasalahan yang dikeluhkan Andi adalah produk KPR tanpa frase iB. Akan tetapi Saya keliru. Membaca dengan seksama tulisan dan gambar yang diposting Andi, dapat disimpulkan bahwa Andi merupakan Nasabah KPR Bank Syariah.

Perlu diketahui bahwa 'iB' merupakan penanda bagi produk-produk yang dipasarkan Bank Syariah. Jika kita menemukan frase KPR iB pada selembar brosur promo, maka dapat dipastikan produk itu adalah pembiayaan properti Syariah.

Tulisan Andi cukup berani. Andi turut memposting secara langsung daftar angsuran KPR iB yang semestinya hanya bisa diketahui olehnya dan Bank Syariah. Sebagai sesama manusia, Saya turut merasakan ‘suara’ kekecewaan Andi terhadap produk dan cara marketing Bank Syariah tersebut. Saya berempati kepada Andi. Namun, entah mengapa empati saya mulai terkikis di saat membaca bagian akhir tulisannya. Nampaknya suara kekecewaan Andi berubah menjadi suara kebencian yang diutarakan secara “membabi-buta”, melalui kalimat yang sarkastik dan ajakan untuk meninggalkan Bank, termasuk Bank Syariah.

Keluhan Andi secara singkat dapat Saya deskripsikan sebagai berikut :
  1. Andi dan Bank Syariah menandatangani Perjanjian KPR iB Akad Murabahah untuk jangka waktu 15 tahun. Nilai pembiayaan Rp 380.000.000,00 sedangkan harga jual rumah dari Bank Syariah kepada Andi sebesar Rp 876.707.719,00 Jika dilakukan pemisahan pencatatan, maka Bank Syariah mengambil margin keuntungan atas transaksi KPR iB selama 15 tahun sebesar Rp 496.707.719,00 atau setara dengan 13,25% (rate of return - RR / prosentasi angka keuntungan)
  2. Angsuran bulanan KPR iB Andi adalah sebesar Rp 4.870.598,00. Dalam tulisannya, terdapat detail besaran penurunan cicilan pokok dan cicilan margin setidaknya selama bulan ke-1 sampai dengan bulan ke-29.
  3. Andi mengaku telah membayar angsuran selama 11 Bulan yaitu sekitar Rp 53.576.578,00. Pada saat Andi memeriksa penurunan pokok pembiayaan, ia dibuat kaget karena dalam 11 bulan pokok pembiayaan hanya berkurang sebesar Rp 7.092.991,00
  4. Andi sebetulnya sudah mengerti dan diberitahu oleh Bank Syariah bahwa mekanisme pengakuan pengurangan pokok dan margin seperti piramida terbalik (akan lebih besar porsi pembayaran cicilan marjin ketimbang cicilan pokok dari angsuran yang ia bayar dalam beberapa bulan). Namun, Ia menjelaskan bahwa dirinya tidak tahu detail berapa nilai dari pengurangannya itu. Entah Andi lupa atau pun memang benar tidak tahu, mungkin hanya Ia dan Tuhan yang bisa menjawab.
  5. Andi kemudian bertanya kepada Bank Syariah tentang jumlah kewajiban yang harus dibayar jika melakukan pelunasan dipercepat. Bank Syariah menyatakan bahwa sesuai akad Andi harus membayar sebesar Rp 823.131.136,00. Jumlah tersebut merupakan sisa angsuran pokok (Rp 372.907.009,00) dan sisa angsuran marjin (Rp 450.977.211,00). Andi kaget dan berkata “Wah gila ini !!! Artinya dilunasin atau ga saya harus tetap membayar sesuai hitungan kredit 15 tahun”.
  6. Bank Syariah sepertinya mencoba menenangkan Andi. Mereka memberikan penjelasan bahwa Andi dapat membayar sisa pokok (Rp 372.907.009,00) dengan tambahan 3 bulan marjin sebesar Rp 12.302.285. Kewajiban sebesar (3 kali marjin) ini diperoleh dari penjumlahan marjin bulan 12,13 dan 14 sebagaimana tercantum dalam gambar yang diposting.
Saya akan menganalisis Keluhan Andi secara berimbang. Saya berharap kepada Allah subhanahu wa ta'ala agar Andi dan Bank Syariah dimaksud dapat membaca tulisan ini.

Pembebanan Sisa Harga Jual (Sisa Pokok dan Marjin)

Ketika Andi melakukan pelunasan pembiayaan Murabahah sebelum jatuh tempo (dipercepat), maka Andi wajib membayar seluruh kewajiban angsuran (sisa pokok dan seluruh marjin terhutang). Adakah yang salah dan dilanggar Bank Syariah ?,

Jika menggunakan pendekatan prinsip syariah dan/atau legal formal, maka tidak ada yang salah dan juga tidak ada yang dilanggar oleh Bank Syariah. 

Murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba (lihat Fatwa DSN-MUI nomor 4). Nasabah yang dibiayai untuk mendapatkan Rumah dengan Akad Murabahah sejatinya melakukan transaksi jual beli secara tempo atau angsur dalam jangka waktu tertentu. Jika transaksi dilakukan secara tunai, maka kecil kemungkinan Nasabah itu akan mendatangi Bank Syariah.

Saat dilakukan penyerahan objek akad (dalam hal ini rumah) pada akad murabahah secara tempo, maka jual beli tersebut telah sempurna. Kemudian munculah hubungan hutang-piutang. Nasabah secara prinsip syariah dan/atau legal formal dinyatakan berhutang kepada Bank Syariah sebesar harga jual yang belum dilunasi. Sebaliknya, Bank Syariah dinyatakan memiliki hak tagih (piutang) terhadap Nasabah.

Komponen harga jual yang belum dilunasi adalah ; harga perolehan ditambah marjin yang diambil Bank Syariah kemudian dikurangi uang muka yang telah dibayar Nasabah. Setelah Murabahah disepakati, kewajiban atau hutang Nasabah kepada Bank Syariah tidak akan mungkin bertambah. Jika ditemukan Bank Syariah menambahkan harga jual, maka harga yang ditambahkan tersebut adalah Riba. Secara prinsip syariah, tambahan yang muncul dari hutang-piutang maka tambahan itu adalah Riba (San´âni - Subulussalam ; 2000).

Dalam pencatatan transaksi Murabahah, Bank Syariah mencatat pembiayaan murabahah sebagai Piutang Murabahah dengan nilai diakui sebesar harga perolehan ditambah keuntungan (marjin) yang disepakati (PAPSI, 2013; 4.8). Agar tidak menimbulkan ‘penggelembungan’ sisi Aktiva dari transaksi Murabahah maka ada pos tambahan yang menjadi kontra pencatatan (sebagai pengurang) yaitu Marjin Murabahah Ditangguhkan. Ketika kedua pos ini digabungkan, maka akan diketahui nilai pokok pembiayaan.

Sekali lagi ditegaskan bahwa secara prinsip syariah dan/atau legal formal, tidak ada yang salah dan tidak ada yang dilanggar oleh Bank Syariah. Sebab, Bank boleh membebankan seluruh sisa harga jual sebesar Rp 832.131.136,- (sisa pokok dan sisa marjin) kepada Andi yang berencana melakukan pelunasan pembiayaan sebelum jatuh tempo. Andi seharusnya berterima kasih kepada Bank Syariah yang berinisiatif memberinya ‘keringanan’ jumlah pelunasan hanya sebesar sisa pokok dan 3 bulan marjin, yaitu sebesar Rp 384.456.211.

Keadilan Dalam Menghitung Kewajiban Pelunasan

Jika benar apa yang dinyatakan oleh Andi ; "kewajiban pelunasan dipercepat KPR iB Akad Murabahah yang ia harus selesaikan adalah sisa Harga Jual terhutang sebesar Rp 832.131.136 (sisa pokok dan sisa margin)", maka Saya menyimpulkan Bank Syariah itu telah melakukan kedzaliman. Dzalim adalah lawan kata dari Adil. Keadilan adalah nilai dasar dari transaksi muamalah yang selama ini telah dikampanyekan secara masif oleh berbagai pihak. 

Saya sengaja menggunakan kalimat “jika benar ini dilakukan oleh Bank Syariah”. Berdasarkan pengalaman pribadi berinteraksi dengan bankir syariah, kecil kemungkinan tindakan ‘sekejam’ itu terjadi. Saya pun Nasabah KPR iB yang sepakat (secara tidak tertulis) dengan Bank Syariah, bahwa kewajiban pelunasan dipercepat adalah sebesar sisa pokok dan 1 kali marjin.

Walaupun terdapat beberapa hal dalam tranksaksi murabahah yang perlu diperbaiki, namun secara umum praktek yang saya alami sudah sesuai dengan prinsip Syariah. Adapun yang belum sesuai, semoga Allah subhanahu wa ta'ala berkenan memberikan ampunan kepada saya dan Bank Syariah. Saya berprinsip ;

“Apa saja hal yang tidak bisa dicapai sempurna 100% sesuai kaidah, maka terhadap hal-hal yang sudah saya lakukan sesuai kaidah tidak akan pernah saya tinggalkan.”  

Terdapat 2 pertimbangan kuat saat Saya menyatakan bahwa Bank Syariah Andi telah melakukan kedzaliman.

Pertama adalah Bank Syariah mengabaikan 'urf tujar atau common practice atau kebiasaan umum di dunia perbankan. Ada aturan yang umum berlaku pada produk KPR. Pelunasan setelah jangka waktu tertentu tidak dikenakan pinalti atau hanya melunasi pokok pinjaman. Bisa saja pelunasan setelah melawati 12 bulan atau 24 bulan atau setelah melewati masa promo. Jika dilakukan pelunasan sebelum waktu kesepakatan, maka biasanya Bank akan mengenakan penalti  mungkin 1 % atau lebih dari sisa pokok kredit. Tidak pernah saya menemukan ada Bank yang membebani seluruh bunga terhutang pada pelunasan sebelumjatuh tempo ( dipercepat).

“Bukankah adat atau kebiasaan (dalam dunia bisnis Bank) bisa menjadi dasar penetapan hukum syariah? Mengapa Bank Syariah menyelisihi kebiasaan umum tersebut sehingga menyebabkan seseorang terdzalimi? Bukankah DSN-MUI sendiri sudah menerbitkan Fatwa yang mengatur mengenai potongan tagihan murabahah (Fatwa Nomor 46) ? Mengapa Fatwa tersebut tidak jalankan ? Bukankah Allah subhanahu wa ta'ala akan menolong disaat kita menolong (mengurangi beban) orang lain?”

Kedua ;  berdasarkan rate of return - RR (angka prosentasi keuntungan) Bank Syariah berpotensi melakukan ‘kedzaliman’ kepada Andi. Pendekatan Internal Rate of Return / IRR dapat dijadikan instrumen perhitungan untuk mengungkap potensi tersebut. Sebagai catatan, perhitungan IRR memang identik dengan cara menghitung bunga yang notabene dihukumi sebagai Riba. Namun, perlu juga diketahui bahwa perhitungan dan angka prosentasi bukanlah Riba. Justifikasi Riba terhadap suatu transaksi adalah bergantung pada akad dan/atau dasar transaksi dari akad itu sendiri (underlying) (baca:http://irham-anas.blogspot.co.id/2011/06/analogi-riba-bunga-bank-konvensional _ 20.html)

Pasa awal Akad Murabahah, sebetulnya Andi dan Bank Syariah telah menyepakati secara “tidak langsung” bahwa RR awal yang ditetapkan pada KPR iB adalah 13,25% fix/tetap/tidak berubah selama 15 tahun. Andi menyebutkan dengan istilah flat, namun ia keliru. Sebab, flat (proporsional/tahriqah mubasyirah) adalah salah satu metode pengakuan keuntungan. Lainnya adalah metode pengakuan anuitas (proporsional atas sisa pokok/ thariqah al-hisab al-tanazuliyyah), lihat Fatwa DSN-MUI nomor 84.
  1. Jika Bank Syariah membebankan keseluruhan sisa harga jual pada Andi, maka dengan menggunakan perhitungan IRR diperoleh RR baru yang ditetapkan Bank Syariah bukan lagi 13,25% melainkan meningkat menjadi 90,37%. Bukankah ini potensi kedzaliman secara kontekstual ?       
  2. Jika Bank Syariah membebankan 3 kali atau bulan marjin pada Andi, maka dengan menggunakan perhitungan IRR diperoleh RR baru yang ditetapkan Bank Syariah bukan lagi 13,25% melainkan meningkat menjadi 15,28%. Relatif tidak menzalimi namun tetap belum sesuai dengan kesepakatan tidak tertulis di awal akad.
  3. Jika Bank Syariah membebankan 1 kali atau bulan marjin pada Andi, maka dengan menggunakan perhitungan IRR diperoleh RR baru yang ditetapkan Bank Syariah tetap sebesar 13,25%. Ini artinya Andi diringankan dan Bank Syariah tidak dirugikan.

Besaran jumlah pelunasan yang harus dibebankan kepada Nasabah untuk dapat mencapai nilai RR awal bisa berbeda bergantung jangka waktu pada saat pelunasan. Pesan yang ingin disampaikan adalah perhitungan jumlah pelunasan semestinya dapat mengacu pada RR awal, yaitu saat disepakatinya Akad Murabahah. Janganlah Para Bankir berlindung di balik prinsip syariah atas ketidakadilan dalam pelunasan dipercepat. Walaupun angka RR tersebut tidak secara tekstual masuk dalam struktur Akad, bukankah adil jika RR awal dan RR pada saat pelunasan tetap tidak berubah? Bukankah RR yang tetap merupakan esensi dari transaksi murabahah ? Dalam murabahah jika harga sudah disepakati maka sampai kapan pun harga akan tetap tidak berubah.

Dalam konteks permasalahan Andi, RR awal adalah 13,25% maka pada saat pelunasan Bank Syariah semestinya hanya membebankan 1 kali marjin kepada Andi. Berdasarkan perhitungan IRR dengan membebankan 1 kali marjin ditambah sisa pokok, Bank Syariah tidak dirugikan karenan tetap mendapatkan RR sebesar 13,25%.

Jika ini bisa diterapkan, maka Bank Syariah telah melakukan keadilan kepada Nasabah baik secara tekstual maupun kontekstual.

Mari pahami akad, keuntungan dan risiko produk Bank Syariah yang akan kita gunakan. Jika sudah memahami, maka in syaa allah kita akan terhindar dari tindakan-tindakan provokasi berlebihan yang terkadang malah menjadi penyebab terdzalimi-nya pihak lain.

Wallahu a'lam
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/JABI/article/download/1269/1007Jurnal Akuntansi Berkelanjutan Indonesia. Vol.1, No.1, Januari 2018. 24 ... Irham Fachreza AnasUniversitas Pamulang









 


Comments

  1. Subhanallah mantaf.... mencerahkan

    ReplyDelete
  2. sangat bermanfaat.. two thumbs up!

    ReplyDelete
  3. Ini namanya agama telah diperjual belikan untuk kepentingan bisnis (mencari keuntungan). Hukum agama diplintir untuk dijadikan sebuah pembenaran.

    ReplyDelete
  4. Mrs. Lovely maksudnya " agama diperjualbelikan / agama diplintir" itu apa?

    Bank Syariah mencari keuntungan memang atas dasar Hukum Agama.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Apakah nabi Muhammad mencontohkan cara berdagang dengan mengambil keuntungan didepan?

      Delete
    2. @Abdullah : Jika Abdullah menjual Mobil kepada Mrs. Levely sebesar Rp 120 juta dengan pembayaran cicil 12 belas bulan. Diketahui Abdullah mengambil keuntungan sebesar Rp 20 juta. Transaksi penyerahan barang mobil sudah dilakukan.

      Saya bertanya kepada Anda, berapakah jumlah rupiah yang harus dibayar Mrs Lovely kepada Abdullah ? Rp 100 juta atau Rp 120 juta ?

      Delete
    3. Mrs Lovely akan membayar Rp 10 juta setiap bulan hingga lunas.
      Apabila Mrs Lovely di bulan ke 7 akan melunasi sisa cicilannya setelah mencicil 6 bulan maka pelunasannya Rp 60 juta

      Bank syariah:
      Cicilan tiap bulan sama Rp 10 juta, tetapi saat mau dilunasi dibulan ke 7 bukan 60 juta tapi bisa lebih tinggi karena Bank Syariah mengenakan Pokok + Margin beberapa bulan kedepan. Mana yg Syar'i?

      Delete
    4. Bank syariah:
      Cicilan tiap bulan sama Rp 10 juta, tetapi saat mau dilunasi di bulan ke 7 bukan 60 juta tapi bisa lebih tinggi karena Bank Syariah mengenakan Pokok + Margin beberapa bulan ke depan.

      Saya tidak paham contoh yang anda buat. Saya per-jelas dengan contoh lain yang mirip dengan maksud anda :

      Total Hutang Nasabah sebesar Rp 120 juta (selama 12 bulan) dan baru diselesaikan Rp 60 juta (6 Bulan). Jika pelunasan di bulan ke - 7 harus bayar Rp 65 juta (bukan Rp 60 juta), maka kelebihan sebesar Rp 5 juta adalah Riba.

      Klo betul Anda menemukan ini terjadi di Bank Syariah silahkan anda laporkan ke DSN MUI.

      Delete
    5. oke lah pake dasar hukum jual beli. rumah kita yang beli, lalu dibeli bank, dan dijual lagi ke kita dengan di cicil. kalo mau taat undang undang, seharusnya Bank juga membayar pajak pembelian dan penjualan. tp tidak kan? mereka hanya mengambil marginnya

      Delete
  5. Dengan mengambil keuntungan terlebih dahulu didepan, dimanakah unsur syar'i nya? Apa bedanya dengan Bank Konvensional yg selalu diteriakan penuh dengan riba?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya pandu Anda untuk membedakannya :

      Rendi berencana membeli rumah seharga Rp 300 juta. Dana Rendi tidak cukup untuk melakukan pembelian rumah secara Cash, sehingga ia memutuskan mendatangi Bank.

      Jika Rendi datang ke Bank Konvensional :
      - Bank dengan ini meminjamkan uang sebesar Rp 270 juta kepada Rendi untuk membeli rumah.
      - Jangka waktu pinjaman 10 tahun.
      - Kewajiban angsuran yang harus dibayar Rp 3.568.070 per bulan (indikasi bunga 10% efektif per tahun untuk 1 tahun pertama). Selanjutnya mengikuti suku bunga pasar.

      Jika Rendi datang ke Bank Syariah :
      - Bank dengan ini menjual rumah secara cicil kepada Rendi rincian sebagai berikut :
      Harga Perolehan : Rp 300 juta
      Marjin : Rp 158 juta
      Harga Jual : Rp 458 juta

      Uang Muka Rendi : (Rp 30 juta)
      Piutang Murabahah : Rp 428 juta (menjadi hutang yang wajib dibayar Rendi)

      Angsuran pembiayaan per bulan : Rp 3.568.070

      - Jangka waktu pembiayaan 10 tahun.

      Semoga anda bisa meneliti perbedaannya. Coba pelajari hukum jual beli dan hukum pinjam meminjam.

      Delete
    2. coba gunakan tabel untuk membandingkan kedua perhitungan tsb, akan jelas terlihat perbedaannya.

      Delete
    3. Unsur Syar'i bukan terletak di Tabel Perhitungan Angsuran. Anda bisa keliru memahami nanti.

      Delete
    4. riba kharam.... dholim juga kharam... contoh. cicilan 1 sd 24 Rp 4jt (margin 3 juta+pokok1juta), cicilan 25 sd 48 4jt (margin 2.5jt + pokok 1.5jt)... jika anda sebagai pembeli (debitur) merasa didholimi ngga? udah nyicil 4 tahun hampir 200juta, pokok nya masih 120 juta wkk

      Delete
  6. pengalama mas andi di atas sy alami sekarang..prinsip prinsip syariah yang lekat dengan keadilan, muamalah, keuntungan bersama hanya dirasakan oleh satu pihak dalam hal ini pemegang modal. dengan segala kekurangan ilmu yg sy miliki saya hanya bisa menyampaikan bahwa bank syariah di indonesia masih blm sepenuhnya menerapkan syariat islam.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pak djemi klo berkenan boleh diemailkan kepada saya persoalannya. Nanti insya allah saya coba carikan solusi ; irham.anas@gmail.com

      Delete
    2. assalamualaikum wr wb pak anas. sudah sy email pak sekali lagi mohon maaf apabila ada kata2 yang kurang berkenan.

      Delete
    3. Assalamuallaikum wr wb.. saya saat ini juga mengalami hal yg sm yg di alami pak andi.. KPR di BNK syariah..hari ini tanggal 5/9/18 sy konfirmasi ke bank syariah rencana mau menutup pinjaman KPR, tp sampe bank di beri hitungan pihak bank sampe syock...
      Pinjaman saya 160jt
      Perbulan 2.132.000
      Sy sdh berjalan sekita 5thn.
      hari ini sy tanya kebank untuk sisa hutang pokok sy kurang berapa, ternyata dari pihak bank bilang kurang sekitar 200jtaan.
      Mungkin bpk irham bisa kasih solusinya sya harus bagaimana? Tks
      Wassalam,
      (Maaf kalau kata2nya kurang sempurna)

      Delete
  7. Saya juga sependapat dengan pak Djemi, paling tidak perasaan saya sama. Bank syariah itu dalam hal KPR atau pembiayaan pemilikan rumah cukup "mencekik" artinya lebih mahal dan kurang fair, kurang transparan, kurang terbuka, tidak efisien, dan belum menjelaskan sejelas-jelasnya kepada calon nasabah perbedaan jasa mereka dan bank konvensional dalam hal KPR.....bahkah terkesan ditutup-tutupi....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pak Hendro klo berkenan boleh diemailkan kepada saya persoalannya. Nanti insya allah saya coba carikan solusi ; irham.anas@gmail.com

      Delete
    2. Syariah / tidak.... bukan tergantung dari mahal dan murah / untung dan rugi... jangan ketika kita merasa rugi kita bilang Bank gak Syariah... dan kalo kita merasa untung baru kita bilang Bank itu Syariah...sempit sekali pemikiran hukim syariah kita..cuman di ukur dari untung rugi / mahal murah???

      Delete
  8. Secara umum, bank syariah dan bank konvensional menerapkan proses pengambilan keuntungan yang memiliki prinsip sama, yang membedakan hanya "nama" saja untuk menarik nasabah. Misal akad murabahah, atau jual beli secara syariah. Padahal isinya sama saja dan tidak syar'i seperti namanya. Kenapa bisa seperti itu? Menurut saya Bank syariah di Indonesia tidak menganut prinsip syariah, diantaranya :

    1. Akad murabahah yang diterapkan di Bank Syariah tidak benar-benar syariah, hal ini dikarenakan menurut BI, bank di Indonesia TIDAK BISA membeli aset riil. Sehingga sebenarnya yang terjadi antara Bank Syariah tidak benar-benar membeli dahulu properti tsb melainkan Bank Syariah merupakan pihak ketiga, atau Bank Syariah menyalahi aturan BI. Sudah jelas bahwa untuk aturan ke dua tidak mungkin, kalaupun iya, bank tersebut sudah ditutup oleh BI/OJK karena menyalahi aturan.

    2. Untuk pembiayaan KPR rumah, Bank Syariah juga menerapkan minimum DP. Jadi nasabah membayar DP sebesar x% ke developer, dan juga bank meng-klaim telah 'membeli' properti tersebut sesuai dengan pembiayaan plafon dan 'menjual' kepada nasabah dengan harga plafon+marjin. Lalu kalau ini apakah masih bisa disebut transaksi penjual dan pembeli saja? Kalau iya, DP x% ini apa namanya ? Yang dinamakan murabahah sesuai syariah itu, Bank membeli rumah dari developer dengan harga penuh dan perpindahan sertifikat dari developer kepada bank, lalu bank menjual kepada nasabah dengan harga beli+marjin. Tapi kenyataannya bank tidak bisa membeli properti, jadi murabahah secara syariah gagal diterapkan.

    3. Penerapan denda atau pinalti. Sudah jelas ini riba.

    4. Sita paksa. Sudah jelas ini juga bertentangan dengan syariah.

    5. Masalah pelunasan dipercepat yang tidak tercantum dalam akad dan berubah dari nominal seharusnya itu menjadi transaksi gharar (tidak jelas) yang jelas bukan merupakan transaksi syar'i, baik itu konsumen yang dirugikan atau konsumen yang diuntungkan (jarang terjadi).

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dalam tulisan [https://irham-anas.blogspot.co.id/2017/11/huruf-di-antara-dua-riba.html] dinyatakan :

      “...Ini juga menjadi jawaban bahwa "Istilah" memang bisa mengakibatkan perubahan status hukum. Istilah itu mengandung suatu perspektif. Bagi yang keberatan dengan permisalan Nikah dan Zina dalam persoalan ribâ, maka bisa menggunakan permisalan ini. Huruf ha [ﺡ] lah yang menjadi titik halal di antara 2 riba. ...... Ada sebagian ‘ulama berkumpul dalam suatu majlis. Mereka mencoba memahami dalil untuk kemudian menterjemahkan huruf ha [ﺡ] agar menjadi fatwa pedoman bagi Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Sementara, ‘Ulama lain mengkritisi pedoman tadi juga dengan menggunakan analisis dalil yang tidak kalah hebat Arab-nya untuk menterjemahkan huruf ha [ﺡ] menurut perspektifnya”.

      Para pencinta kemurnian di mana pun Antum berada, bagaimana cara menjelaskan Hukum Pinjam-Meminjam Pulpen yang biasa dilakukan antar teman sekelas/sekantor/sekomplek ? apakah sekedar meminjam ? atau sekaligus meminta tintanya ? apa istilah yang tepat digunakan untuk hal itu ? meminjamkah, memintakah atau malah harus keduanya ? bukankah dalam kedua istilah itu terdapat perbedaan yang memiliki konsekuensi masing-masing ? “Mohon hati-hati dalam menjelaskan ini kepada umat, karena kalau tidak, Antum bisa masuk kategori tukang tipu dengan istilah”.

      Delete
    2. KOMENTAR Nomor 1 : Bacalah Tulisan Ini

      4. Griya Swakarya : Kemurnian atau Diversifikasi Produk ?
      https://irham-anas.blogspot.co.id/2017/11/griya-swakarya-kemurnian-atau.html

      Delete
    3. KOMENTAR Nomor 2 : Bacalah Tulisan Ini

      4. Griya Swakarya : Kemurnian atau Diversifikasi Produk ?
      https://irham-anas.blogspot.co.id/2017/11/griya-swakarya-kemurnian-atau.html

      Coba dikaji kapan wakalah itu boleh digunakan !

      DP akan diakui sebagai pengurang piutang murabahah ! Baca Standar Produk Murabahah dari OJK.

      Delete
    4. KOMENTAR Nomor 3 : baca Tulisan ini

      2. Menakar Fatwa Riba Pada Denda dan Sita Agunan
      https://irham-anas.blogspot.co.id/2017/10/menakar-fatwa-riba-pada-denda-sita.html?m=1

      "Sudah jelas ini riba" Antum itu ASBUN (Asal Bunyi)

      Delete
    5. KOMENTAR Nomor 4 : baca Tulisan ini

      2. Menakar Fatwa Riba Pada Denda dan Sita Agunan
      https://irham-anas.blogspot.co.id/2017/10/menakar-fatwa-riba-pada-denda-sita.html?m=1

      Sita Paksa Itu Apa ? Antum itu ASBUN (Asal Bunyi) Lagi.

      Delete
    6. KOMENTAR Nomor 5 :


      Ini Merusak Kaidah Jual Beli. Yang namanya nilai pelunasan dipercepat mana boleh dicantumkan di akad (akan mengakibatkan munculnya 2 harga ; Harga Awal dan Harga Pelunasan Dipercepat).

      Solusi yang saya tawarkan adalah Bank membuat janji (dan ini pun tidak bisa dihukumi wajib akan tetapi dianjurkan)

      Kalau mau tau beda Wajib dan Dianjurkan ? Coba Antum Bedakan dulu Istilah : Wajib, Sunnah, Haram, Makruh dan Mubah.

      Dalam hal pelunasan dipercepat, Saya tidak dalam posisi memihak. Saya hanya mencari jalan tengah yang bisa meringankan beban nasabah dan juga tidak merugikan Bank Syariah sebagai lembaga bisnis. Ini perlu pemikiran yang mendalam dari semua aspek. (bukan asbun, baper, hakim jalanan).

      Klo tidak terima dengan pernyataan saya Bahwa Bank Syariah adalah lembaga bisnis. Silahkan buka Bank Syariah dari dana sedekah/wakaf/hibah.

      Wallahu a'lam

      Delete
  9. Permasalahan Pak Andi, betul yang saya rasakan juga Pak, kebetulan saya ambil KPR di salah satu Bank Syariah yang cukup ternama, intinya saya kaget karena katakanlah pinjam 300 untuk selama 15 tahun pas mau bayar dipercepat malah disuru bayar 612. Lah kan riil yang saya terima dari Bank saja cuma 300.
    Pikir2 memang kalau konven, kan tagihan bulanan akan dihitung dari sisa pokok, jadi kalau kita mau lunas dipercepat paling bayar sisa pokok plus penalty. Jadi kalau konven kita menanggung untung Bank per bulan.
    Nah kalau syariah kan nasabah kesannya menanggung untung Bank sampai selesai masa pembiayaan. Ini yang mungkin harus diperbaiki supaya perbankan syariah bisa maju.
    Betul kata Pak Irham, ada jalan tengah dimana dalam hal pelunasan dipercepat ada jalan untuk win-win solution lah antara Bank dan nasabah, cuma gmn ya enaknya supaya "jalan" ini juga punya pakem gitu. Karena memang betul sesuai ketentuan OJK juga untuk pelunasan dipercepat memang tidak secara tegas disebutkan pokok + margin pada standar klausul perjanjian kredit di ketentuan OJK tersebut. Mungkin secara fair, Bank Syariah juga harus menyampaikan ini di awal, karena ini ibarat pukulan hook buat nasabah yang mau pelunasan dipercepat dan baru sadar bahwa yang harus dibayar adalah pokok + margin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima Kasih atas responnya Bapak Maskaji.

      Jika berkenan, boleh bapak ceritakan kasusnya kepada saya melalui email : irham_fachreza@yahoo.com

      Saya sedang melakukan penelitian tentang Perlindungan Konsumen terkait kasus di atas

      Delete
    2. Baik Pak Irham, kalau demi kemaslahatan bersama saya akan share via email ke Bapak.

      Delete
  10. Assalamualaikum pak anas..adakah Bank Syariah yg menerapkan mekanisme pengakuan pengurangan pokok dan margin tidak seperti piramida terbalik, jd semisal hutang 300 juta jangka waktu 10th. Perhitungan pokoknya 300jt ÷ 120 bln dlm artian angsuran pokok di awal sampai lunas sama nominalnya.klo piramida terbalik kan di awal angs pokok kecil dan membesar sampai lunas.soalnya pak sy habis akad kpr juga bank syariah.tp sy kurang teliti sy kira karna jml angs tiap blnnya tetap brarti angs pokok dan bunganya juga sama di awal sampai lunas.gak taunya seperti piramida terbalik.padahal sy ada niat mau melunasi sblm jatuhtempo. Kalo ada bank syari yg gak pake perhitungan pokok bunga piramida terbakik apa enaknya sy take over aja yah pak. klo boleh sy minta saran pk anas..maaf klo sy kurang paham soal kredit. makasi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ada. Cirinya mereka mengatakan bahwa perhitungannya adalah Flat.

      Perhitungan ada 3 jenis : Flat, Efektif dan Anuitas.

      Flat : Pokok dan marjin sama-sama dibagi sesuai jangka waktu pembiayaan. Angsuran tetap (fixed) jumlahnya.

      Efektif : Pokok dibagi sesuai jangka waktu pembiayaan. Adapun perhitungan marjin dilakukan dengan mempertimbangkan pokok bulanan. Hasilnya Angsuran pertama jumlahnya akan besar, dan lama-lama akan kecil (rendah).

      Anuitas : piramida terbalik. Pokok kecil di awal dan margin besar di awal. Hasilnya Angsuran jumlahnya tetap (fixed)

      Delete
  11. Assalamualaikum pak Irham, saya ada berencana melakukan pelunasan KPR bank syariah mohon saran nya. detailnya sudah saya kirimkan melalui email irham_fachreza@yahoo.com. terima kasih wasalamualaikum.

    ReplyDelete
  12. Adakah yg berhasil melakukan pelunasan KPR d bank syariah akad murabahah? Bagaimana kiatnya, tolong sarannya, solusinya. Krn sdh hampir sebulan gk clear2 bahkan ditinggal terus ama pegawainya dlempar kesana kemari, pimpinannya pun enggan dtemui. Masak saya harus bayar 350jt. Pdhl utang sy 150jt dan sy jg melakukan DP 125jt. Sy jg sdh melakukan cicilan selama 2thn lbh... Ada rezeki mau sy tutup tp dpersulit, malah blg intinya ngejual rumah sy sndr ke saya sndr?? Dg harga mereka. Knp gk blg dr awal tau gt sy gk mau akad dsana

    ReplyDelete
    Replies
    1. Banyak Nasabah berhasil mencapai kesepakatan PSJY yang "win-win"

      Delete
    2. Tolong dibahas pak gimana caranya mendapatkan win-win solution, saya juga ada rencana pelunasan meski bukan sekarang

      Delete
    3. Pak saya sudah email kronologis lengkap permasalahannya mohon di respon

      Delete
    4. Pak Patemz cara untuk mendapakan "win-win" solusi adalah dengan tetap bicara baik-baik kepada Bank Syariah.

      Pak Deema saya sudah kirim balasan email ya.

      Delete
  13. Mohon di balas eemail balasan saya pak , sy minta tolong..

    ReplyDelete
  14. Pak irham sudah sy kirim dokumen2 saya , mohon di bantu ya pak

    ReplyDelete
  15. Assalamu 'alaikum, pak saya pinjam uang di bank syariah Thn 2012 selama 10 Thn sebesar 80jt, saya berniat melunasinya saat ini, pihak bank katakan model nya flat,tapi saya lihat print out nya" anuitas". Terus pihak bank bilang harus" bayar 2 bulan berturut marginnya" + sisa pinjaman. Margin 13%. Bgmn menurut bapak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alaikumussalam. Dibayar saja. Umumnya Bank Syariah melakukan itu. 2 kali margin secara IRR paling berubah 0,5%-1%.

      Delete
  16. Assalamualaikum Pak,
    Saya mau tanya untuk perhitungan IRR / rate of return itu gimana ya pak? Dari Kasusnya Andi dan Bank Syariah menandatangani Perjanjian KPR iB Akad Murabahah untuk jangka waktu 15 tahun. Nilai pembiayaan Rp 380.000.000,00 sedangkan harga jual rumah dari Bank Syariah kepada Andi sebesar Rp 876.707.719,00 Jika dilakukan pemisahan pencatatan, maka Bank Syariah mengambil margin keuntungan atas transaksi KPR iB selama 15 tahun sebesar Rp 496.707.719,00 atau setara dengan 13,25%. 13,25 % didapat darimana?

    ReplyDelete
  17. Alaikumussalam. Angka sebesar 13,25% adalah nilai pengembalian investasi yang ditetapkan Bank Syariah dan disepakati pada awal perjanjian.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya gak ketemu perhitungannya di angka segitu, apakah dari bank saat akad memang dicantumkan? Jika tidak, apakah biasanya bank syariah transparan kpd nasabah perihal IRR ini?

      Delete
  18. Assalamualikum Pak. Berarti angka 13.25 % tersebut sudah patokan ya ? Karena saya hitung kok tdk ketemu angka tersebut . Di dalam akad saya juga tidak dicantumkan.
    Saya punya persoalan yang sama tetntang rencana pelunasan dipercepat KPR . Nanti sy email ke Bapak, mohon untuk direspon ya . Terima Kasih

    ReplyDelete
  19. Assalamualaikum pak Irham, saya juga berencana melakukan pelunasan dipercepat pada KPR syariah saya, saat ini saya sudah melakukan pembayaran angsuran sebanyak 45 kali, yang jadi pertanyaan saya adalah saya tidak menemukan rincian sisa pokok dan sisa margin pada daftar angsuran pembiayaan murabahahnya. Yang ada adalah sisa kewajiban. apakah rincian sisa pokok dan margin itu hanya pihak bank yg mengetahui. Terimakasih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
    2. Alaikumussalam. berdasarkan pengalaman saya melihat tabel angsuran BS, ada Bank yang sudah menutup kolom pokok dan margin, yang tersisa hanya jumlah kewajiban (hutang nasabah). Ada juga bank yang masih menginformasikan pokok dan margin. Mau ada atau tidak informasi itu, bapak bisa mensimulasikan sendiri berapa pricing rate yang di ambil bank pada awal kesepakatan. Jika sudah tau, bapak bisa negosiasi untuk minta potongan kewajiban. Silahkan unduh di link jurnal UNPAM yang ada dibagian akhir tulisan saya. Semoga bermanfaat. Wassalaamu'alaikum

      Delete
  20. Selamat malam pak irfan, saya mau bertanya jika saya memiliki cicilan 10 tahun dgn kpr bank syariah dengan skema. Ijarah Almuntahiyah Bi Al tamlik, dan msh ada 2 tahun lg, saya berkeinginan melunasi, tapi pihak bank bilang saya harua bayar pokok dan marginnya, sedangkan di awal dijanjikan jika mau melunasi hanya tinggal bayar pokok dan penalti 2%, tapi tidak tertulis diperjanjian. Mohon pencerahannya.

    Terima kasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jika sudah pernah dijanjikan, bisa "tagih" ke pihak Bank,

      Delete
  21. Assalamu'alaikum pak. Saya juga punya kpr di btn syariah. Berjalan 4 tahun, berencana untuk pelunasan dipercepat tapi tidak sekarang2 ini. Baru baca2 blog infonya yg dibayarkan pokok hutang + marginnya juga. Rugi dong ya klo ingin pelunasan dipercepat? Apakah tidak ada solusi lain dari pihak bank?

    ReplyDelete
  22. Assalamalaikum pak Irfan, mau tanya tentang KPR dengan akad Murabahah. Kalau secara syariah kan bank harus membeli rumah tersebut dari developer agar hak milik ada di bank, baru bank tsb bisa menjual ke nasabah. Yg saya mau tanyakan, apakah bisa nantinya sertifikat rumah tsb atas nama bank? Atau ketentuan hak milik rumah bisa hanya dalam bentuk kwitansi jual beli rumah antara bank dgn developer yg diatasnamakan ke bank?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alaikumussalam. Bank bisa mencantumkan namanya pada sertipikat sepanjang Bank punya ijin khusus dari Otoritas untuk melaksanakan mekanisme tersebut. Coba baca tulisan saya tentang Griya Swakarya.

      Delete
  23. Terima kasih, sangat bermanfaat. Saya ada rencana mempercepat pelunasan

    ReplyDelete
  24. Aslkm pak irham. Sy jg kecewa dengan bank btn syariah dmn sy kpr rmh. Sisa pokok htg 381 jt. Sy di cas margin 5 bulan + admin 2.8 jt. Total 401 jt sy kena. ( Ada biaya 19 juta diluar pokol hutang.di bebankan) sy tdk dijelaskan mslh itu d awal. Mhn bantu solusi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alaikumussalam.

      Jika akad pembiayaan yang digunakan Murabahah maka keputusan jumlah kewajibannya ada di Bank Syariah. Nasabah dapat melakukan negosiasi. Misalnya meminta jumlah kewajiban dihitung dari sisa pokok ditambah 3 kali margin.

      Atau menguji RR yang ditetapkan Bank apakah sama dengan RR awal atau lebih besar. Jika lebih besar maka dapat dilakukan negosiasi dengan meminta agar RR pelunasan sama dengan RR awal.

      Silahkan unduh Jurnal saya untuk mempelajari bagaimana teknis menghitung RR dengan media Ms. Excel.

      Wassalaamu'alaikum

      Delete
  25. Asslm. Pak irham, salam kenal. Saya juga nasabah salah satu bank syariah yg mengambil kpr dg sistem murabahah. Cicilan saya sdh berjalan 3 th (dari total 20th) ketika saya hendak menjual ke pihak lain, saya coba hubungi pihak bank syariah tsb dan diinfokan bahwa kalau ingin dilunasi maka saya harus membayar seluruh saldo (pokok beserta marjinnya) dan ketika saya tanya apakah pelunasan harus sebesar itu dan bukan dari jumlah pokok dan ada pinalti/marjin yg sedikit (seprti yg bapak utarakan di kasus pak andi) pihak bank hanya menjelaskan ke saya kalau ingin melunasi maka harus melunasi seluruh marjin nya juga. Komunikasi saya selama ini dg pihak bank adalah via telpon dan WA

    ReplyDelete
  26. Alaikumussalam.

    Perlu ditelusuri dulu bagaimana teknis murabahah yang dilakukan antara bapak dan bank syariah. Apakah masih menggunakan wakalah atau Bank sudah terlebih dahulu melakukan balik nama sertifikat ke atas nama bank syariah sebelum dimurabahahkan kepada bapak. Klo pola ini digunakan maka betul bank syariah berhak atas seluruh sisa kewajiban (pokok + margin). Tidak ada ruang negosiasi untuk ini.

    Namun, jika bukan pola itu yang digunakan maka seharusnya (bahkan wajib) terdapat ruang untuk negosiasi meminta keringanan kewajiban pelunasan dipercepat sebab bank tidak menanggung risiko konsentrasi persediaan.

    Semoga bisa menjawab.
    Wassalaamu'alaikum

    ReplyDelete
  27. Assalamu’alaikum Pak Irham,

    Saat ini saya mengalami kasus seperti yang Pak Irham ulas, dan seperti komentar Pak Agung dimana saya tidak menemukan rincian sisa pokok dan sisa margin pada daftar angsuran pembiayaan murabahahnya. Yang ada adalah sisa kewajiban.

    Singkatnya, saya memiliki KPR dengan akad Murabahah dan sudah mengangsur selama 24x namun pada saat ingin melakukan pelunasan jumlah yang harus dibayar malah lebih besar dari nilai pembiayaannya.

    Sedang mempelajari jurnal Bapak, mudah-mudahan ada win-win solution antara saya dan pihak bank.

    ReplyDelete

Post a Comment