3 KOMITMEN SETELAH RAMADHAN


Untuk kesekian kalinya, Ramadhan Datang dan Pergi dan akan selalu berulang setiap tahun sampai tiba Hari Kiamat kelak. Berangkat dari perenungan tersebut, mesti ada hikmah yang dapat diambil dari proses pengulangan ini. Hikmah dimaksud ialah agar kita senantiasa (berulang) kembali kepada fitrah/kesucian penciptaan sebagai hamba Allah subhanahu wa ta'ala

Perlu kiranya diingat kembali bahwa sebelum manusia terlahir ke alam dunia, seluruh jiwa manusia tanpa terkecuali, telah melakukan perjanjian tauhid pertama di hadapan Allah subhanahu wa ta'ala. Perjanjian inilah yang dinamakan dengan Perjanjian Alam Ruh. Dalam Surat Al-A’raf ayat 172 Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"

Melalui perjanjian alam ruh tersebut, seluruh jiwa manusia (termasuk jiwa kita) telah bersaksi akan ke-Esaan Allah subhanahu wa ta'ala yang kemudian menjadikan jiwa itu berada dalam ke-fitrahan-nya. Setelah terlahir ke dunia, jiwa fitrah kita setahap demi setahap, setitik demi setitik, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta mulai pudar fitrah/kesuciannya terkena noda-noda hitam dari segala dosa yang kita lakukan di dunia.

Dialah Allah, Ar-Rahmaan, Ar-Rahiim, Al-Afuwwu yang begitu luas pengampunannya. Dialah Allah, Dzat yang telah menganugerahkan Bulan Suci Ramadhan bagi seluruh muslim di dunia, bulan untuk mensucikan jiwa setiap muslim yang telah pudar kesuciannya terkena noda-noda hitam dari segala dosa yang telah dilakukan. 

Kehadiran Bulan Suci Ramadhan yang baru saja berlalu telah mengkondisikan kita sedemikian rupa hingga terlihat dan terasa begitu dekat dengan Allah subhanahu wa ta'ala. Seluruh sholat fardhu yang kita kerjakan, seluruh shalat sunah yang kita lakukan yang sebelumnya jarang atau tidak bahkan pernah, tilawah Quran dikhatamkan pada 1 bulan yang sebelumnya selama 1 tahun baru dapat dikhatamkan, bahkan ada yang tidak pernah satu kali pun, serta ibadah-ibadah lain, alhamdulillah dapat dengan tenang dan khusyuk kita laksanakan di Bulan Suci Ramadhan. Dengan kalimat lain, semua ibadah yang telah terkondisikan tersebut merupakan anugerah dari Allah subhanahu wa ta'ala khusus bagi kita (kaum muslimin) sebagai washiilah untuk kembali kepada fitrah/kesucian jiwa agar nantinya pada saat ajal menjemput, kita berada dalam keadaan khusnul khotimah. 

Sebagai seorang muslim, kita harus memiliki komitmen pasca Ramadhan. Seorang muslim yang ber-komitmen terhadap nilai, maka ia akan melanggengkan nilai tersebut untuk tetap ada guna mempertahankan fitrah/kesucian jiwanya. Berikut setidaknya 3 komitmen yang harus (sekuat tenaga) dijaga dan dilaksanakan selepas Ramadhan pergi meninggalkan kita  :

Komitmen Pertama : Komitmen terhadap yang diwajibkan Allah subhanahu wa ta'ala untuk mendekatkan diri pada-Nya dalam seluruh aktivitas. 

Komitmen pertama inilah yang menjadi dasar diperolehnya keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, sebagaimana doa yang selalu kita panjatkan kepada Allah, rabbana atina fid-dunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qina ‘adzaabannar. Dari komitmen ini, setiap muslim dituntut harus mampu menjaga keseimbangan dunia dan akhiratnya. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam QS. Al-Qashosh ayat 77 :

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan."

Manifestasi dari ayat tersebut adalah; Kita akan jumpai seseorang yang ahli ibadah dan dia juga merupakan pedagang yang sukses. Kita akan temukan seseorang hakim profesional dan dia pun ahli ibadah. Kita akan temukan tentara, polisi, security yang tangguh dan mereka pun ahli ibadah. Kita akan temukan dokter yang profesional dan dia juga ahli ibadah. Kita akan temukan politikus, ekonom, bankir, agent, budayawan, guru, arsitek, pilot, masinis, pengemudi, dan lain sebagainya dan mereka semua juga ahli ibadah.   
                  
Komitmen Kedua : Komitmen terhadap metode Allah subhanahu wa ta'ala dalam menekan keburukan dan mendatangkan kebaikan di rumah, komunitas sosial atau di seluruh tempat di mana kita berada. 

Metode yang dimaksud adalah menekan sekuat mungkin penyakit hati, menghalangi & memboikot sikap dan perilaku buruk, serta pada saat yang sama menyuarakan nilai-nilai ketakwaan yang mulia.
Mengapa hal tersebut perlu dilakukan ? Sebab kita diciptakan dengan jiwa kefasikan dan jiwa ketakwaan sekaligus. Tidak dapat dipungkiri bahwa kita sebagai manusia di samping memiliki jiwa ketakwaan, ada jiwa kefasikan yang bersemayam dalam diri kita. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam Surat Asy-Syams ayat 7 s/d 10 : 

"dan demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya."

Tabi’at buruk berasal dari Jiwa kefasikan. Ia ibarat 'Benalu' dalam kebaikan yang bersumber dari jiwa ketakwaan. Tabi’at buruk yang merusak, akan tumbuh walau tanpa dipupuk, karena dia akan tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya kebaikan. Orang yang bekerja keras, bekerja cerdas dan banyak berbuat, benalunya adalah cinta dunia. Orang rajin beribadah benalunya adalah riya dan tidak khusu’. Orang yang rajin bersedekah benalunya adalah riya, ingin disebut dermawan dan mendapat pujian. Orang yang berdakwah, Ustadz, Alim Ulama, Para Mufassiiriin (ahli tafsir quran), Para Muhadditsiin (ahli hadits), Pejabat Publik, Pejabat Swasta, dan Tokoh Masyarakat benalunya adalah riya, cinta pamer dan ingin dihormati.

Bagaimana caranya untuk menutup dan mengunci rapat tabiat buruk tadi ? Salah satu cara yang paling mudah yang dapat kita semua lakukan adalah dengan Tajdiidul Niyyat / memperbaharui niat dengan berulang-ulang. Kita niatkan segala aktifitas dalam hidup kita hanya untuk mencari keridhoan Allah subhanahu wa ta'ala. Bekerja kita karena Allah, Belajar kita karena Allah, Berumah tangga kita karena Allah, Bertetangga & Bermasyarakat kita karena Allah, Membenci kita karena Allah, Mencintai kita karena Allah, Bersedekah kita karena Allah, Berdakwah kita karena Allah, dan perbuatan-perbuatan lainya dalam kehidupan kita sehari hari, mari senantiasa kita nisbatkan kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Dalam suatu hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907).

Komitmen Yang Ketiga, Yaitu Komitmen Terakhir Dalam Tulisan Singkat Ini : Komitmen terhadap kewajiban dalam menyebarkan rasa cinta dan peduli terhadap sesama manusia. 

Melalui rasa cinta dan peduli terhadap sesama manusia, akan menghindarkan kita dari konflik horizontal, menguatkan kesatuan, dan mengefektifkan kerjasama antar kelompok masyarakat untuk mencapai cita-cita bersama. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam Surat Al-Maaidah ayat 2 :

... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,....

Ramadhan telah mengkondisikan demikian sistematis komitmen yang satu ini. Agar menyebarkan rasa cinta kepada sesama, di bulan Ramadhan Allah dan Rasul-Nya memberikan posisi khusus bagi muslim yang memberikan (makanan) buka orang yang berpuasa. Allah subhanahu wa ta'ala menentukan bahwa memberi makan fakir miskin sebagai suatu jenis kafarat pelanggaran atas ibadah puasa. Allah subhanahu wa ta'ala menentukan pembayaran fidyah untuk mustahiq bagi hamba-Nya yang karena alasan tertentu tidak bisa melakukan puasa. Zakat fitrah yang ada hanya di bulan Ramadhan juga untuk menyemai rasa cinta dan kasih sayang kepada sesama.

Inilah 3 komitmen di antara sekian banyak komitmen ke-Islaman yang harus sekuat tenaga kita jaga dan laksanakan. 

Menjaga dan melaksanakan komitmen tersebut merupakan washilah atau jalan agar kita senantiasa kembali kepada fitrah/kesucian sebagai hamba Allah subhanahu wa ta'ala sepeninggal Bulan Suci Ramadhan. 

Menjaga dan melaksanakan komitmen tersebut adalah bentuk lain dari cara kita merayakan Hari Kemenangan, Hari Berbuka, Hari Kembali Kepada Fitrah Kesucian yaitu Hari Raya ‘Iedul Fitri.

Wallahu a'lam

Comments

Post a Comment