SYARAH SINKREITISME EPISTIMOLOGI



Syarah atas Artikel Sinkretisme Epistimologi karya Dr. Ahmad Sastra Dosen Studi Islam dan Filsafat Universitas Ibnu Khaldun Bogor (Guru yang menjadi sanadku dalam masalah Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme (dapat di 'add' facebooknya 'sastra ahmad')

by Irham Fachreza Anas - 30 Januari 2016

Semoga Allah subhanahu wa ta'ala selalu rahmat dan inayah nya kepada Ustad dan Keluarga.

Saya bertanya-tanya dalam hati ketika berinteraksi dengan Para Penggiat Liberalisme. Di antaranya ;
1. Kenapa mereka ga pada merasa bersalah ya ? Seeenaknya saja menafsirkan ulang nash yang sudah jelas qathi' dalalah.

2. Lebih parah lagi, kenapa sih mereka malah mendeklarasikan diri sebagai pihak yang berada dalam jalan kebenaran?

3.  Argumentasi yang mereka bangun terhadap isu yang diangkat secara sepintas benar-benar kuat. Kenapa terkadang saya 'kok' seperti tersihir 'mengangguk-nganguk' tanda ikut membenarkan argumentasi mereka?

Alhamdulillah, berawal dari pertanyaan-pertanyaan simpel tersebut, Allah subhanahu wa ta'ala berkenan memberikan saya hidayah (Aql) lewat buku salah seorang Ustad yang mengkaji fitnah-fitnah di akhir zaman.

Salah satu kajian menarik seputar akhir zaman adalah penggunaan gelar 'Al-Masiih' untuk menyebut Nabi Isa 'alaihissalam dan Dajjal.

Sebagaimana diketahui bahwa Nabi Isa 'alaihissalam dan Dajjal merupakan 2 sosok yang akan dipertemukan "head to head" Allah SWT di akhir zaman. Nabi Isa alaihissalam adalah sosok yang berada dalam kebenaran. Ia turun ke Bumi untuk menyelesaikan misi mulia menegakkan kembali ajaran Islam sebagaimana risalah yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Sedangkan Dajjal, berbeda 180 derajat dengan Nabi Isa AS. Dajjal adalah sosok yang berada dalam kebhatilan. Ia adalah puncak fitnah yang kelak akan mengaku sebagai Rabb.

Gelar 'Al-Masiih' dapat berarti 'Sang Penyelamat'. Gelar ini digunakan untuk menyebut Nabi Isa 'alaihissalam (Ibnu Maryam) sebagaimana dinyatakan dalam QS. Al-Maaidah 5 ayat 17.

Namun, gelar yang sama juga digunakan untuk menyebut Dajjal sebagaimana dinyatakan dalam Hadits riwayat Imam Muslim dengan derajat Shahih bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan kepada setiap muslim berdoa selepas tasyahhud (tahiyyat akhir sebelum salam) untuk berlindung dari 4 perkara : Azab Kubur, Azab Jahannam, Fitnah Kehidupan dan Kematian dan Dahsyatnya Keburukan Fitnah 'Al-Masiih' Dajjal.


Spontan akan muncul pertanyaan; Apa pantas disematkan kepada Dajjal gelar 'Al-Masiih / Sang Penyelamat' itu? Bukankah Ia seharusnya diberi gelar 'Sang Penjerumus' yang mengajak manusia untuk Inkar kepada Allah subhanahu wa ta'ala?

Seluruh huruf yang membentuk gelar 'Al-Masiih' pada Nabi Isa 'alaihissalam sama persis dengan seluruh huruf yang membentuk gelar 'Al-Masiih' pada Dajjal. Itu artinya hipotesa sementara adalah tidak ada kemungkinan makna lain dari gelar "Al-Masiih" pada Nabi Isa 'alaihissalam dan Dajjal kecuali hanya satu makna yaitu "Sang Penyelamat"

Sosok Dajjal di akhir zaman, ternyata memang akan dianggap sebagai Sang Penyelamat. Ia memiliki banyak kehebatan atas izin Allah subhanahu wa ta'ala, diantaranya : ia membawa surga dan nerakanya sendiri, dapat menghidupkan orang yang ia bunuh, dapat membawa kesejahteraan ekonomi (tatkala saat itu manusia mengalami panceklik), dapat menurunkan hujan, akan menggungcang Madinah dengan hentakan kakinya, kecerdasan dalam mengajak orang agar percaya padanya hingga orang2 yang sebelumnya ingin menjauhinya rela 'turun gunung' untuk menemuinya serta berbagai kehebatan lainnya. Melalui kehebatan itulah kelak banyak orang yang menganggap Dajjal sebagai "Sang Penyelamat".

Pertanyaan selanjutnya adalah Apakah orang-orang yang menganggap Dajjal sebagai Sang Penyelamat itu benar-benar telah menerima keselamatan sejati di akhir zaman nanti? Atau justru manusia itu terdustakan dengan kehebatan yang dibawa Dajjal, sampai-sampai mereka rela mempersekutukan Allah subhanahu wa ta'ala dengan menjadi abdi setia Dajjal?

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam  bersabda " Di antara fitnah-fitnah (Ad-Dajjal) adalah, bahwa bersamanya ada surga dan neraka. Padahal sesungguhnya NERAKA-nya adalah SURGA dan SURGA-nya adalah NERAKA. Barangsiapa mendapatkan cobaan dengan nerakanya, hendaklah ia berlindung kepada Allah"  (HR Ibnu Khuzaimah – Shahih).

Gelar "Al-Masiih" yang diartikan sebagai Sang Penyelamat hanya bisa digunakan kepada Nabi Isa 'alaihissalam. Sementara, jika gelar "Al-Masiih" digunakan kepada Dajjal maka lebih tepat diartikan sebagai Sang Pendusta. Orang yang terkena dusta dari Sang Pendusta ini adalah orang yang 'mengira' dirinya diselamatkan sehingga berada dalam surga (pemikiran, keadaan, dll) milik Dajjal, padahal Rasullullah shallallahu alaihi wa sallam sejak 1400 tahun lalu mengingatkan bahwa apa yang Dajjal anggap sebagai surga maka hakikatnya itu adalah neraka.

Selain itu, Allah subhanahu wa ta'ala pun sudah mengingatkan hambanya agar berhati dengan kalimat2 sihir dari musuh Islam sebagaimana firmannya dalam Qur'an surat Al-An'aam 6 ayat 112 "Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain PERKATAAN-perkataan yang INDAH-indah untuk MENIPU (manusia)....."

Melalui tulisan Ustadz di atas, semoga para pembaca memiliki pengetahuan tambahan ketika suatu saat mereka berinteraksi dengan Para Penggiat Liberalisme yang notabene saat ini sudah mulai menemukan momentumnya. Pengetahuan tambahan itu akan berguna dalam menditeksi sejak dini 'kanker ganas' dalam argumentasi-argumentasi yang dibangun oleh Para Penggiat Liberalisme terhadap isu-isu keberagamaan di Indonesia.

Dengan maksud lain, semoga melalui tulisan ustad di atas, masyarakat khususnya umat Islam tidak tertipu dan 'tersihir' oleh Para Penggiat Liberalisme sehingga mereka pun bisa menilai pihak-pihak yang berbicara tentang kebenaran Islam (Shoddaqa bil husna) dan oknum-oknum yang sedang mendustakan kebenaran Islam (kadzdzaba bil husna).

Wallahu a'lam

QS Al-Kahf (18) : 10. "(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)".

Comments