AHLUSSUNNAH


Syarah atas Artikel Ahlu Sunnah Wal Jamaah karya Dr. Ahmad Sastra Dosen Studi Islam dan Filsafat Universitas Ibnu Khaldun Bogor (Guru yang menjadi sanadku dalam masalah Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme (dapat di 'add' facebooknya 'sastra ahmad') - 8 November 2015

by
Irham Fachreza Anas

Semoga Allah subhanahu wa ta'ala selalu memberikan rahmat dan inayah nya kepada Ustadz dan Keluarga.

Ustadz telah membuat satu artikel yang sejatinya telah memberikan jawaban atas pertanyaan banyak orang mengenai siapa yang pantas masuk sebagai golongan Ahlussunnah Wal Jama'ah (Aswaja). 

Artikel Ustadz menjadi begitu penting saat ini, di mana fitan (fitnah2) saling membid'ahkan, menghardik, meng'wahabikan' serta mengkafirkan antar sesama muslim dengan latar belakang rukun Iman dan rukun Islam yang sama sedang marak terjadi di Nusantara. Belum lagi fitan Syiah dan fitan Sepilis yang juga tengah menjadi diskursus di masyarakat. Permasalahan terhadap fitan ini menjadi semakin menarik untuk dikaji lebih jauh sebab kesemua golongan yang berseteru tersebut sama-sama mengaku sebagai Ahlussunnah Wal Jamaah. Baik itu dengan menggunakan istilah ahlussunnah, salafusshaslih, islam jamaah, pengikut setia ahlul bait dan lainnya.

Artikel Ustad juga menjadi penting untuk dipahami sampai kapan pun (hingga Hari Kiamat) mengingat telah lekat informasi dalam diri seorang muslim yang mengimani adanya akhir zaman (kiamat), bahwa di akhir zaman Islam akan terpecah menjadi 73 golongan. Aswaja (Jama'ah) adalah satu-satunya golongan diantara 73 golongan tersebut yang dijanjikan Allah subhanahu wa ta'ala melalui lisan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai penghuni surga.

Ada dua maksud yang membuat saya (sebagai murid Ustadz) menulis komentar ini, yaitu pembenaran dan penjelasan.

Maksud pertama : membenarkan artikel Ustd tentang Aswaja di atas namun dengan menggunakan 4 parameter yaitu prinsip tasamuh (toleransi), tawassuth (tengah/moderat), i'tidal (tegak lurus) dan tawazun (seimbang).

4 prinsip ini saya gunakan karena berkaitan dengan concern saya pada fitan saling membid'ahkan, menghardik, meng'wahabikan' serta mengkafirkan antar sesama muslim dengan latar belakang rukun Iman dan rukun Islam yang sama, fitan Syiah dan fitan Sepilis. 

Berikut saya kutip kembali salah satu pendapat ulama yang dijadikan rujukan dalam artikel Ustadz : 

"Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan, bahwa sifat orang Mukmin yang disebut Ahlus sunnah wal Jamaah adalah:
Siapa saja yang bersaksi, bahwa tidak ada tuhan melainkan hanya Allah subhanahu wa ta'ala., tiada sekutu bagi-Nya, serta Muhammad shallallahu alaihi wasallam. adalah hamba dan Rasul-Nya. Dia juga mengakui semua yang dibawa oleh para nabi dan rasul, tidak ada sedikitpun keraguan dalam keimanannya. Dia tidak mengkafirkan satu orang pun yang masih bertauhid karena satu dosa. Dia mengharapkan semua perkara yang hilang darinya kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan menyerahkan urusannya hanya kepada-Nya. Dia meyakini bahwa apa saja berjalan menurut qadha’ dan qadar Allah, semuanya, baik dan buruknya. Dia juga mengharapkan kebaikan untuk umat Muhammad dan mengkhawatirkan keburukan menimpa mereka. Tak seorang pun umat Muhammad masuk surga dan neraka karena kebaikan yang dilakukannya, dan dosa yang diperbuatnya, sampai Allah SWT-lah yang memasukan ciptaan-Nya sebagaimana yang Dia kehendaki. Dia mengetahui hak orang salaf yang telah dipilih oleh Allah untuk menyertai Nabi-Nya. Dia mendahulukan Abu Bakar, Umar dan Utsman serta mengakui hak Ali bin Abi Thalib, Zubair, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Said bin Zaid bin Amr bin Nufail atas para Sahabat yang lain. Merekalah sembilan orang yang telah bersama-sama Nabi saw. berada di atas Gunung Hira’. Dia menceritakan keutamaan mereka dan menahan diri terhadap apa yang mereka perselisihkan di antara mereka. Dia shalat Idul Fitri dan Adha, Khauf, shalat berjamaah dan Jumat bersama semua pemimpin, baik yang taat maupun zalim. Dia mengusap dua sepatu ketika bepergian dan ketika tidak, meng-qashar shalat ketika bepergian. Dia meyakini al-Quran kalam Allah, dan diturunkan, bukan makhluk. Dia meyakini bahwa iman adalah ucapan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang. Dia meyakini bahwa jihad tetap berlanjut sejak Allah mengutus Muhammad saw. hingga sisa generasi terakhir yang memerangi Dajjal, saat tak akan ada yang bisa mencelakakan mereka kezaliman orang yang zalim. Dia menyatakan, bahwa jual-beli halal hingga Hari Kiamat sesuai dengan hukum Kitab dan Sunnah. Dia shalat jenazah dengan empat takbir dan mengurus umat Islam dengan baik. Dia tidak melakukan perlawanan terhadap mereka dengan pedang Anda. Jangan berperang karena fitnah. Diamlah di rumah Allah. Dia mempercayai azab kubur; mengimani Malaikat Munkar-Nakir; meyakini adanya telaga, syafaat; meyakini bahwa orang-orang yang mempunyai tauhid akan keluar dari neraka setelah mereka diuji, sebagaimana sejumlah hadis telah menyatakan hal ini dari Nabi saw. Kita mengimaninya, dan tidak perlu banyak contoh untuk semuanya tadi. Inilah yang disepakati oleh para ulama dari berbagai penjuru dunia. (Burhanuddin Ibrahim bin Muhammad, al-Maqshad al-Arsyad fi Dzikr Ashhab al-Imam Ahmad, Maktabah ar-Rusyd, Riyadh, cet. I, 1990, II/336-339.)"

Kesimpulan saya adalah :
1. Seseorang dapat dikategorikan termasuk golongan jamaah (Aswaja) bilamana ia memiliki prinsip toleransi (tasamuh) dalam dirinya terutama saat menghadapi perbedaan pendapat dan dalil antar sesama muslim. Hal ini tercermin dari kutipan ulama (Imam Ahmad Bin Hanbali) yang dicantumkan dalam artikel ini "Dia yang tidak mengkafirkan satu orang pun yang masih bertauhid karena melakukan satu dosa ...Dia menceritakan keutamaan mereka dan menahan diri terhadap apa yang mereka perselisihkan diantara mereka..". Maksud menahan diri sudah tentu dapat diartikan menjadi menahan hasrat saling membid'ahkan, menghardik, meng'wahabikan' serta mengkafirkan antar sesama muslim dengan latar belakang rukun Iman dan rukun Islam yang sama. Ia juga dapat diartikan menahan tangan (anarkisme) dalam menyikapi perbedaan-perbedaan furuiyyah, termasuk juga perbedaan ushuliyah.

2. Seseorang dapat dikategorikan termasuk golongan jamaah (aswaja) bilamana dalam dirinya ada prinsip tawassuth ( berdiri di tengah/moderat) antara sikap berlebih-lebihan dan lalai/acuh dalam beragama.

Ia berdiri ditengah terhadap orang yang berlebih-lebihan dalam memuliakan Ali radhiallahu anhu serta berlebih-lebihan dalam mengkritik sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam (terutama yang ikut Perang Badar) karena dianggap mengambil hak kepemimpinan Ali radhiallahu anhu  setelah kematian Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Ia berdiri ditengah dalam menilai secara adil dan arif terhadap fakta-fakta sejarah peralihan kekuasan politik dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada 4 sahabat yang dikenal sebagai Khalifah Rasyidah. Hal ini tercermin dari kutipan ulama (Imam Ahmad Bin Hanbal) yang dicantumkan dalam artikel ini "...Dia yang mendahulukan abu bakar, umar, utsman dan mengakui hak ali..."

Ia juga berdiri ditengah terhadap orang yang berlebih-lebihan dan lalai menggunakan akal nya dalam beragama. Hal ini tercermin dari kutipan ulama (Imam Ahmad Bin Hanbal) yang dicantumkan dalam artikel ini "...tidak ada sedikitpun keragunan dalam keimanannya"

3. Seseorang dapat dikategorikan termasuk golongan jamaah (aswaja) bilamana ia memiliki prinsip i'tidal (tegak lurus) diatas nash dalam beragama. 6 rukun iman, 5 rukun islam dan perbuatan ihsan (inti dari pejelasan Imam Ahmad Bin Hanbal) dijalankan dengan selalu terikat kepada quran dan sunnah bukan terikat kepada penafsiran hawa nafsu (ahl hawa dan ahl bid'ah)

4. Seseorang dapat dikategorikan termasuk golongan jamaah (aswaja) bilamana dalam dirinya terdapat prinsip tawazun (seimbang) antara kehidupan dunia (dimana ia memiliki kewajiban untuk selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidup) dan kehidupannya di akhirat (dimana dia wajib berusaha agar dapat kembali ke tempat asalnya yang baik, yaitu Jannatun Na'im). "Hal ini tercermin dari kutipan ulama (Imam Ahmad Bin Hanbali) yang dicantumkan dalam artikel ini ".. Dia (yang) menyatakan jual beli halal hingga Hari Kiamat...."

Maksud kedua : penjelasan tambahan terhadap kata 'terserak' nya orang yang masuk kategori aswaja di berbagai belahan bumi, atau tidak berkumpul di satu tempat. 

Penggunaan kata terserak, jangan sampai menegasikan hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang 73 golongan dalam Islam yang didalamnya dinyatakan secara harfiah (matan) kata 'Jamaah'. Maksud lainnya adalah jangan pernah sampai pada kesimpulan bahwa hadits nabi tentang Jamaah itu tidak benar , sebagaimana kenakalan ber-istinbath hukum pengusung liberalisme ketika menghadapi perbedaan teks hadits. Jamaah itu identik dengan berkumpul, terhimpun atau berada dalam suatu ikatan. 

Dengan menggunakan pendekatan lain (selain tempat, keahlian, mazhab, dll) Menurut saya, kata Jamaah dalam hadits 73 golongan dalam Islam tetap bisa diartikan sebagai jamaah itu sendiri yaitu berkumpul, terhimpun atau terikat dalam suatu ikatan. Walaupun ia terserak diberbagai belahan bumi, walaupun ia dari berlatarbelakang keahlian yang berbeda dan walaupun ia datang dari mazhab yang berbeda (bahasa hadits terpisah dari kabilah-kabilahnya) sejatinya hati fikiran mereka berkumpul, terhimpun dan terikat dengan Quran dan Hadits ( baca : kalimatun sawa) dalam meninggikan kalimat tauhid.

Kalau kata pujangga, 'badan boleh jauh, keahlian dan pendidikan boleh beda tapi hati fikiran tetap dekat dan bersatu untuk saling melangkapi'.

Dengan menumbuhkembangkan 4 prinsip (tasamuh, tawassuth, i'tidal dan tawazzun) dalam diri setiap muslim, andaikan saja mereka dikumpulkan jadi satu maka insya allah tidak akan seperti buih dilautan melainkan ombak besar yang akan menghantam karang (kebatilan). 

Insya allah mereka (orang aswaja) di akhir zaman akan berkumpul, terhimpun dan terikat dalam ikatan iman, islam dan ihsan di bumi Hijaz.

Ya Allah selamatkan kami dari dahsyatnya fitnah si pendusta dajjal.

Wallahu a'lam. 


Referensi :
3. Tentang Prinsip Toleransi Ahlussunnah-Syiah |
http://inpasonline.com/new/tentang-prinsip-toleransi-ahlussunnah-syiah/
4. Kritik Kebatilan, Prinsip Islam yang Ditinggalkan - mozaik www.inilah.com
http://m.inilah.com/news/detail/2253772/kritik-kebatilan-prinsip-islam-yang-ditinggalkan

Comments