APLIKASI MUSYARAKAH MUTANAQISAH (MMQ) PADA KPR iB

Irham Fachreza Anas
Central Studies of Islamic Economics

Latar Belakang

Pada 27 November 2012 , Bank Indonesia telah menerbitkan Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) nomor 14/ 33/DPbS kepada seluruh Bank Syariah (BUS & UUS) yang salah satunya mengatur tentang ketentuan-ketentuan pelaksanaan KPR iB pada Bank Syariah.

Dalam SE tersebut dinyatakan tentang pokok-pokok ketentuan operasionalisasi KPR iB diantaranya :
1 Pengaturan pembiayaan KPR iB hanya diberlakukan untuk pembiayaan KPR iB untuk rumah/bangunan tipe 70 ke atas dan tidak termasuk KPR iB dalam rangka pelaksanaan program perumahan yang ditetapkan pemerintah.

2 Pembiayaan KPR iB dengan akad Murabahah atau Istishna dikenakan ketentuan batasan Financing to Value (FTV) paling     tinggi 70% artinya jumlah pembiayaan yang dapat diberikan oleh bank syariah paling banyak sebesar 70% dari nilai agunan yang diserahkan nasabah. Agunan dalam hal ini adalah rumah/ bangunan yang dibiayai bank.

3 Pembiayaan KPR iB dengan skim Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) dipersyaratkan adanya batasan penyertaan (sharing)    kepemilikan rumah/bangunan pada saat awal oleh bank syariah ditetapkan paling tinggi 80% dari nilai rumah/bangunan,  atau dengan kata lain nasabah diharuskan melakukan penyertaan (sharing) kepemilikan awal paling rendah 20% nilai rumah/bangunan.

4 Pembiayaan KPR iB dengan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) dipersyaratkan adanya uang jaminan (deposit) yang harus diserahkan oleh nasabah kepada bank syariah paling rendah 20% dari nilai rumah/bangunan.  Uang jaminan tersebut nantinya akan diperhitungkan sebagai pembayaran atas pembelian rumah/bangunan pada saat akad IMBT jatuh tempo dalam hal nasabah mengambil opsi untuk membeli rumah/bangunan yang menjadi obyek IMBT.

5 Dalam hal nasabah tidak mengambil opsi untuk membeli rumah/bangunan yang menjadi obyek IMBT, maka uang jaminan tersebut akan dikembalikan kepada nasabah.

6 BUS atau UUS yang telah memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai penyaluran KPR iB wajib menyesuaikan kebijakan dan prosedur KPR iB dengan SE ini dengan serta menyampaikannya kepada Bank Indonesia paling lambat pada tanggal    31 Maret 2013.

7 Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 27 November  2012, sedangkan ketentuan FTV, penyertaan (sharing), dan uang jaminan (deposit) untuk  KPR iB serta uang muka (down payment) untuk KKB iB mulai berlaku pada tanggal 1 April 2013.

Latar belakang dari penerbitan SE tersebut adalah dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian pada perbankan syariah, mengingat sebagaimana pada perbankan konvensional, pertumbuhan pembiayaan kepemilikan rumah (KPR iB) yang terlalu tinggi pada perbankan syariah dapat mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble) sehingga dapat meningkatkan risiko kredit bagi bank yang memiliki eksposur pembiayaan properti yang besar.

Dampak dari berlakukan SE ini adalah (Perspektif Penulis) :
Bagi Bank Syariah yang menggunakan Akad Murabahah pada KPR iB harus memutar otak kembali untuk menyakinkan nasabah agar mau menggunakan produk KPR iB mereka.Sebelumnya, Nasabah hanya perlu memiliki DP 20% untuk bisa memanfaatkan KPR iB. Namun, saat SE ini berlaku maka Nasabah harus rela menambah modal awal pemilikan rumah yaitu sebesar 30%, jika menggunakan KPR iB Murabahah.

Sama juga nasibnya dengan Bank Syariah yang menggunakan Akad IMBT pada KPR iB.  Bank Syariah tersebut harus memutar otak kembali untuk menyakinkan nasabah agar mau menggunakan produk KPR iB mereka. Sebelumnya, DP Nasabah sebesar 20% diakui sebagai uang muka sewa nasabah sehingga pembiayaan yang diberikan Bank hanya sebesar  80% dari harga rumah dan marjin yang akan dikenakan kepada nasabah dihitung dari 80% harga rumah. Namun, saat SE ini berlaku maka Nasabah harus rela membayar lebih mahal Pembiayaan KPR iB karena Bank tetap akan memberikan pembiayaan sebesar 100% dari harga rumah dan marjin yang akan dikenakan kepada nasabah dihitung dari 100% harga rumah (bukan 80%). Ke manakah uang DP 20% milik Nasabah ? Uang DP sebesar 20% milik nasabah akan masuk sebagai deposit (bukan sebagai pengurang harga pokok rumah) di Bank Syariah. Uang deposit ditempatkan pada produk dana pihak ketiga, Tabungan iB atau Deposito iB atau bahkan Giro iB yang hanya sekedar mendapat bonus (jika ada)

Beruntung bagi Bank Syariah yang menggunakan MMQ pada KPR iB.  Karena dengan adanya  SE ini tidak memberikan dampak buruk pada portofolio KPR iB mereka. Dengan adanya SE ini secara hukum positif justru semakin melegitimasi penerapan MMQ pada KPR iB yang sebelumnya hanya didasarkan pada Fatwa DSN NO: 73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang MUSYARAKAH MUTANAQISAH.

Alhasil, Bank Syariah saat ini sudah harus menambah ragam skim untuk portofolio KPR iB yaitu dengan skim MMQ, mengingat sebagaimana penjelasan di paragraf atas bahwa penggunaan MMQ sama-sama menguntungkan bagi Nasabah KPR iB maupun Bank Syariah itu sendiri. 

Berangkat dari latar belakang di atas, Penulis mencoba melakukan penelitian kualitatif sederhana pada salah satu Bank Syariah yang menggunakan MMQ pada produk KPR iB, sebut saja Bank Rumah Syariah (BRS). 

MMQ : Mekanisme MMQ pada KPR iB 

Pada paragraf ini akan dideskripsikan tahapan pelaksanaan realisasi pembiayaan KPR iB dengan skim MMQ, termasuk ragam akad yang digunakan.

Setelah BRS melakukan analisa kelayakan pembiayaan, maka BRS menerbitkan Surat Persetujuan Pemberian Pembiayaan (SP3) KPR iB kepada Nasabah untuk kemudian akan dilanjutkan dengan proses realisasi pembiayaan. 

Tahap 1 : Akad Musyarakah 
BRS dan Nasabah melakukan Akad Musyarakah dalam rangka pembelian 1 unit rumah (selanjutnya disebut "Aset MMQ". Akad Musyarakah yang dilakukan antara BRS dan Nasabah adalah Musyarakah Inan dimana Porsi Modal Para Mitra berbeda.

Beberapa indikator utama dalam Akad Musyarakah ini adalah :
i. Porsi Modal Para Mitra (Syarik) harus jelas dinyatakan. Dalam konteks MMQ ini, Porsi Modal BRS adalah 80 % sedangkan Nasabah (Mitra) 20%.
ii. Nisbah keuntungan harus jelas dinyatakan. BRS membuat Nisbah yang tetap (misalnya, 22 % Bank dan 78 % untuk Nasabah Mitra) sebab model perhitungan bagi hasil atas marjin sewa yang digunakan BRS adalah Model Flat Tetap.
iii. Dalam Akad Musyarakah yang dibuat BRS ; 
~ Terdapat klausul yang menyatakan bahwa "Bagi Hasil (bulanan) Nasabah secara langsung digunakan untuk pembelian Porsi atau Hishshah (atas aset MMQ) milik BRS".Atas dasar klausul ini, secara tidak langsung telah ada komitmen pembelian Hishshah BRS dari Nasabah Mitra.
~ Terdapat klausul yang menyatakan bahwa BRS bertindak sebagai pengelola aset MMQ. Atas dasar klausul ini, BRS secara tidak langsung telah memiliki Hak untuk mengelola Aset MMQ yang merupakan aset bersama (BRS dan Nasabah Mitra).

Tahap 2 : Surat Pernyataan Nasabah (Mitra) : 
Dalam ketentuan KPR iB MMQ pada BRS, nasabah diharuskan untuk menandatangani Surat Pernyataan Nasabah (Mitra) yang isinya kurang lebih sebagai berikut : "Hak Bagi Hasil usaha atas Perjanjian MMQ yang menjadi bagian dari Nasabah Mitra sebesar Rp xxxx per bulan akan dilakukan pemindahbukuan secara auto debet sebagai pembelian penyertaan modal (hishshah) BRS selama jangka waktu Perjanjian MMQ."
Adanya pernyataan tersebut, secara tidak langsung merupakan esensi dari adanya Ba'i (Jual-Beli) atas Hishshah  BRS yang nantinya secara bertahap menurunkan porsi kepemilikan (mutanaaqish) Bank atas Aset MMQ.

Tahap 3 : Akad Wakalah  
BRS dengan Nasabah mekakukan Akad Wakalah dimana BRS mendelegasikan tugas pembelian rumah (Aset MMQ kepada Nasabah (Mitra). Atas dasar ini, BRS melakukan pencairan dana pembiayaan ke rekening Nasabah Mitra untuk kemudian dilakukan transfer dana ke rekening Developer/Penjual Rumah.

Tahap 4 Akad Ijarah :
Mengingat, BRS telah mendapatkan hak atas pengelolaan aset MMQ maka secara hukum (syariah dan positif) BRS berhak melakukan tindakan hukum terhadap Aset MMQ. Selanjutnya, BRS dan Nasabah yang dalam hal ini bertindak sebagai Musta'jir (Penyewa) melakukan Akad Ijarah.
  
Beberapa indikator utama dalam Akad Ijarah ini adalah :
~ Pada awal akad terlebih dahulu dijelaskan adanya Perjanjian Musyarakah (MMQ) yang telah dilakukan BRS dengan Nasabah Mitra.
~ Besaran Ujroh bulanan harus jelas dinyatakan, termasuk jangka waktu.
~Status objek ijarah yang sejatinya merupakan aset MMQ adalah bukan milik BRS yang dinyatakan dengan klausul : "MUSTA’JIR  mengetahui dan menyetujui bahwa status Obyek Ijarah adalah aset yang dikelola oleh BRS oleh sebaba itu surat-surat bukti kepemilikannya dan disimpan oleh BRS"
MMQ : Jurnal Akuntansi

1) Pada saat realisasi pembiayaan musyarakah :
    D. Pembiayaan Musyarakah
    K. Kas/Rek Nasabah

2) Pada saat akad wakalah dan ijarah dilaksanakan tidak ada pencatatan jurnal akuntansi

3) Pada saat pembayaran bagi hasil yang bersumber dari ujroh sewa aset MMQ
    D. Kas
    K. Kewajiban (basil MMQ)

4) Pada saat distribusi bagi hasil MMQ kepada para Mitra : 
    Bagi Hasil Bank
    D. Kewajiban (basil MQQ)
    K. Pendapatan Musyarakah (sebesar bagi hasil Bank)
    Bagi Hasil Nasabah (Mitra)
    D. Kewajiban (basil MQQ)
    K. Pembiayaan Musyarakah (sebesar bagi hasil Nasabah-Mitra)

MMQ : Model Perhitungan
Model perhitungan bagi hasil atas hasil dari marjin / ujroh yang digunakan BRS pada KPR iB dengan MMQ adalah model Flat/Tetap. Artinya, komposisi antara pengurangan Pokok dan Bagi Hasil  dalam ujroh bulanan dari hasil penyewaan aset MMQ dibuat tetap (pro rata) selama masa MMQ. Menurut, BRS penggunaan Flat/Tetap lebih sesuai syariah karena dampak dari model ini adalah nisbah keuntungan yang ada pada Akad Musyarakah adalah tetap (tidak berubah-ubah sampai akhir akad).

Wallahu a'lam

Semoga bermanfaat.

Comments