ANALSIS SWOT PEMBIAYAAN MUDHARABAH / MUSYARAKAH (Part 1)
1. Kekuatan (Internal) : Inovasi Yang Dilakukan oleh Bank
yaitu Mengkombinasikan Akad Berbasis Bagi Hasil dengan Akad Berbasis Marjin.
Melalui kombinasi Akad Berbasis Bagi Hasil dengan Akad
Berbasis Marjin, Bank
diuntungkan dengan diperolehnya pendapatan usaha yang cenderung tetap dari
pembiayaan berbasis bagi hasil yang secara nature
masuk sebagai Natural Uncertainty
Contract (NUC) atau kontrak dengan keuntungan/kerugian yang tidak bisa
dipastikan.
Kombinasi kedua akad tersebut tentunya sudah sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah. Contoh Akad Mudharabah wal Murabahah untuk
Pembiayan Modal Kerja Bagi Koperasi
2. Kelemahan (Internal) : Bank Tidak Memiliki Sumber Daya
Untuk Melakukan Kontrol Langsung / Terlibat Langsung dalam usaha nasabah.
Faktor ini menjadi kendala bagi Bank khususnya dalam
mengontrol biaya-biaya yang timbul dari usaha nasabah. Alhasil, peluang terjadinya perselisihan dalam adjusment jumlah biaya dan keuntungan nasabah sangat terbuka.
3. Peluang (Eksternal) : Pertumbuhan Koperasi/BMT/Lembaga
Financing, dll yang cukup tinggi
Meningkatnya jumlah lembaga Koperasi/BMT/Lembaga
Financing, dll sebagai dampak dari peningkatan kebutuhan pembiayaan konsumtif
masyarakat, Bank mendapatkan peluang untuk memperbesar portofolio pembiayaan
berbasis bagi hasil melalui kerjasama pembiayaan linkage dengan lembaga tersebut.
4. Hambatan (Eksternal) : PBI nomor 13/13/PBI/2011 tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Produktif Bagi BUS dan UUS & SE BI nomor
13/10/DPbS tentang Penilaian Kualitas
Aktiva Produktif Bagi BUS dan UUS
Dalam PBI ini terdapat salah satu aturan yang dapat
menghambat yaitu Faktor Penilaian Kemampuan Membayar Nasabah (Pembayaran
Angsuran Pokok) jika Rasio Realisasi Bagi Hasil (RBH) terhadap Proyeksi Bagi Hasil
(PBH) lebih besar dari 30% dan lebih kecil dari 80% maka Kualitas Pembiayaan
MDH/MSY masuk kategori Kurang Lancar (KOL 3).
Hal ini tentu akan menjadi hambatan bagi Bank dalam
melakukan analisa perhitungan RBH yang tidak boleh melesat jauh. Bank harus
bersiap diri dengan biaya Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
bilamana pembiayaan MDH/MSY masuk Kolektibilitas 3 lantaran aturan ini pada
saat hasil keuntungan nasabah di luar prediksi/perkiraan (turun jauh). Padahal
bisa jadi kondisi tersebut tidak kontinu (kejadian diluar prediksi yang tidak
terjadi secara berulang-ulang).
Sebagaimana diketahui bahwa Akad MDH/MSY adalah termasuk
akad Natural Uncertainty Contract
(NUC) atau kontrak dengan keuntungan/kerugian yang tidak bisa dipastikan
sehingga bisa jadi dalam suatu usaha nasabah akan menghasilkan untung besar (di luar
ekspektasi) atau pun tidak mendapatkan keuntungan sama sekali (0%).
Kedua kondisi tersebut karakter dari Akad MDH/MSY dan
tidak perlu BI melakukan intervensi dengan membatasi Rasio RBH berbanding PBH.
Jika BI mengkhawatirkan bisnis bank akan terancam lantaran masalah tersebut (rasio)
mungkin bisa ditempuh jalur lain seperti Restru pembiayaan dengan insentif
khusus misalnya hasil pembiayaan khusus MDH / MSY yang direstru tidak turun
kolektibilitasnya pada saat data dan informasi pendukung dapat
dipertanggungjawabkan oleh Bank sesui ketentuan yang berlaku
Comments
Post a Comment