ASURANSI KONVENSIONAL & ASURANSI SYARIAH

  1. PENDAHULUAN
      Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Namun, perkembangan produk-produk yang mengacu pada prinsip syariah di Indonesia, baru berkembang sekitar tiga sampai empat tahun terakhir ini. Dunia bisnis yang kita kenal pertama kali menerapkan prinsip syariah adalah dunia perbankan. Kemudian merembet ke bidang bisnis lainnya, termasuk bisnis Asuransi. Sesuai dengan namanya "Asuransi Syariah", maka jelas bahwa asuransi ini berbasis syariah (menganut prinsip-prinsip syariah) dalam penerapan dan sistem kerjanya. Ada beberapa perbedaan mendasar yang membedakan antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional,  salah satunya aspek Kepemilikan dana. Kepemilikan dana pada asuransi syariah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya.
      Makalah ini mencoba mendeskripsikan perbedaan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional dari 11 aspek.
  1. KONSEP ASURANSI SYARIAH & ASURANSI KONVENSIONAL
      Asuransi Syariah dibangun berdasarkan konsep tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, menjadikan semua peserta dalam satu keluarga besar  untuk saling melindungi dan menanggung risiko keuangan yang terjadi dantara mereka. Konsep takafulli yang merupakan dasar dari asuransi syariah, ditegakkan di atas tiga prinsip dasar, yaitu: (1) saling bertanggung jawab, (2) saling bekerja sama dan saling membantu, (3) saling melindungi. Sistem asuransi syariah adalah sikap ta’awun yang telah diatur dengan system yang sangat rapi, anta ra sejumlah besar manusia, semuanya telah siap mengantisipasi suatu peristiwa. Jika sebagian mereka mengalami peristiwa tersebut, maka semuanya saling tolong-menolong dalam menghadapi peristiwa itu dengan sedikit pemberian (derma) tersebut, mereka dapat menutupi kerugian-kerugian yang dialami oleh orang yang tertimpa peristiwa tersebut.
      Berbeda dengan konsep asuransi konvensional, sebagaimana didefinisikan dalam Undang- Undangan Tentang Usaha Perasuransian, berbunyi, “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, unutk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugianm, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan , tau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggug, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diperanggungkan. Jadi, konsep asuransi konvensional adalah suatu konsep untuk mengurangi risiko individu atau institusi (tertanggung) kapada perusahaan asuransi (penanggung) melalui suatu perjanjian (kontrak). Tertanggung membayar sejumlah uang sebagai tanda perikatan, dan penanggung berjanji membayar ganti rugi sekiranya terjadi suatu peristiwa sebagaimana yang diperjanjikan dalam kontak asuransi (polis).
      Konsep asuransi jiwa ditegakkan di atas prinsip-prinsip: (1) prinaip ekonomi (economic Principle), yaitu hilangnya nilai ekonomi, (2) prinsip hukum (leal Prinsip), yaitu yang tertuang dalam bentuk kontarak polis, (3) prisip aktuaris (actuarial priciples), yaitu premi yang besarnya terdiri dari mortality, compound interest, loading for expenses, (4) prinsip kerja sama (cooperation priciples), yaitu memperkecil kerugian dengan metode the low of the large number, co Insurance, own retention dan reinsurance, dan retrosesi.

  1. PERBEDAAN ANTARA ASURANSI SYARIAH & ASURANSI KONVENSIONAL
1)      ASAL USUL
  1. Asuransi Syariah
      Al-aqilah bahkan tertuang dalam konstitusi pertama di  dunia, yang dibuat langsung oleh Rosulullah yang dikenal dengan Konstitusi Madinanh (622 M). Al-Aqilah sudah menjadi kebiasaan suku Arab sejak zaman dulu, Yaitu, jiak salah satu anggota suku terbunuh oleh anggota suku lain, pewaris korban akan dibayar uang darah (ad-diyah) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat dari terbunuh tersebut disebut aqilah.
      Diriwayatkan Abu Hanifah bahwa dua wanita dari suku Husail bertikai. Seseorang dari mereka memkul yang lain dengan batu, yang mengakibatkan kematian wanita itu dan jabang bayi dalam rahimnya. Pewaris korban membawa kejadian ke pengadilan Nabi Muammad saw yang memberikan keputusan bahwa kompensasi bagi pembunuh anak bayi adalah membebaskan seorang budak laki-laki atau wanita, sedangkan kompensasi membunuh wanita adalah uang darah (ad-diyah) yang harus dibayar oleh aqilah (saudara pihak ayah) dari yang tertuduh.

  1. Asuransi Konvensional
      Jika kita teusuri dalam buku-buku kalsik asransi,a maka akan keemu keterangan bahwa asala muasal dari asuransi konvensional adalah dari masyarakat BAbilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan dengan perjanjian Hammurabi, dikumpulkan oleh raja BAbilonia dalam 282 ketentuan (code of Hammurabi) pada tahun 2250 SM. Kemudian berkembang menjadi praktik perjanjian Bottomry (Bottomry Contract) sekitar 1600-1000 SM yang dipraktekkan di masyarakat Yunani.
      Praktik perjanjian ini selanjutnya berkembang ke Roma, India, Italia, Eropa dan Ameriak. Sejalan dengan perkembangan perdagangan dan industri di Inggris pada tahun 1668 M di Coffe London berdirilah Llyod of London yang menjadi cikal bakal asuransi konvensional yang tersebar di berbagai penjuru dunia yang kita kenal sampai saat ini.

2)      SUMBER HUKUM
1)      Asuransi Syariah
      Sumber hukum dari asuransi syariah adalah syariat islam, sedangkan sumber hukum dalam syariah islam adalah Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Fatwa sahabat, Qiyas, Istihsan, ‘Urf’Tradisi’, Mashalh Mursalah.terdapat sekitar 500 ayat dalam Al- Qur’an yang membahas tentang hukum, terdapat sejumlah ayat Allah dalam Al-Qur’an yang menentukan validitas kontrak asuransi. Kontak asuransi terdiri dari elemen saling kerja sama. Hal tersebut merupakan janji yang mengikat meletakkan kekedua yang ditanggung berdasarkan prinsip umum perjanjian.

2)      Asuransi Konvensional
      Kontrak pada asuransi konvensional didasarkan atas prinsip umum perjanjian, tetapi ada beberapa aspek dari asuransi yang membedakan kontrak asuransi dengan lainnya. Kebanyakan kontrak bisnis komersial adalah bilateral dalam sifat hukum. Pihak-pihak yang terlibat secara adil terbebani untuk melaksanakan kontrak.

3)      STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN
  1. Asuransi Syariah
      Salah satu perbedaan dari asuransi konvensional, bahwa dalam struktur organisasi pada perusahaan asuransi syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS), yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Dewan Syariah Nasional (DSN – MUI). DPS bertugas mengawasi kegiatan operasional perusahaan asuransi syariah agar selalu sesuai dengan fatwa dewan syariah yang telah ditetapkan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
  1. Asuransi Konvensional
      Pada asuransi konvensional, tidak ada dewan pengawas syariah (DPS) karena itu, tidak ada pengawasan dalam hal-hal yang terkait dengan prinsip-prinsip muamalah serta akad-akad dalam transaksi asuransi. Namun demikian, bukan berarti asuransi konvensional dilakukan secara sembrono dan tanpa aturan, karena industri asuransi telah diikat oleh prinsip-prinsip asuransi yang telah disepakati secara internasional, dan telah berjalan beratus-ratus tahun. Di setiap negara diatur dalam undang-undang dan peraturan-peraturan untuk menjaga hak-hak tertangguang dan penanggung, serta cara-cara penyelesaian ketika terjadi sengketa, dan seterusnya.

4)      AKAD (PERJANJIAN)
  1. Asuransi Syariah
      Akad yang digunakan dalam asuransi syariah adalah akad tijarah dan atau akad tabarru’. Akad tijarrah yang dimaksud adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial misalnya mudharabah, wakalah, dan sebagainya. Sedangkan, akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. Dalam akad tabarru’, mutabarri’ memberikan derma dengan tujuan untuk membantu seseorang dalam kesusahan yang sangat dianjurkan dalam syariat Islam.

  1. Asuransi Konvensional
      Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau perjanjian jual beli. Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas adanya penjual, pembeli, harga, dan barang yang diperjual-belikan. Sementara itu di dalam perjanjian yang diterapkan dalam asuransi konvensional hanya memenuhi persyaratan adanya penjual, pembeli dan barang yang diperjual-belikan. Sedangkan untuk harga tidak dapat dijelaskan secara kuantitas, berapa besar premi yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi utnuk mendapatkan sejumlah uang pertanggungan. Karena hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal. Perusahaan akan membayarkan uang pertanggunggan sesuai dengan perjanjian, akan tetapi jumlah premi yang akan disetorkan oleh peserta tidak jelas tergantung usia. Jika peserta dipanjangkan usia maka perusahaan akan untung namun apabila peserta baru sekali membayar ditakdirkan meninggal maka perusahaan akan rugi. Dengan demikian menurut pandangan syariah terjadi cacat karena ketidakjelasan (gharar) dalam hal berapa besar yang akan dibayarkan oleh pemegang polis (pada produk saving) atau berapa besar yang akan diterima pemegang polis (pada produk non-saving).
      Akad pada asuransi konvensional adalah akad muawadah karena masing-masing dari ke dua belah pihak yang berakad, penanggung dan tertanggung memperoleh pengganti dari apa yang telah diberikannya. Penanggung memperoleh premi-premi asuransi sebagai pengganti dari uang pertanggungan yang telah dijanjikan pembayarannya. Sedangkan, tertanggung memperoleh uang pertanggungan, jika terjaadi peristiwa atau bencana, sebagai pengganti dari premi-premi yang telah dibayarkannya.
     Dalam produk asuransi konvensional juga dapat dikatakan menggunakan Akad Idz’aan yang berarti penundukan. Artinya,  dalam perjanjian pada asuransi konvensional bisa terjadi ketidakadilan, karena tidak seimbang, di mana pihak yang kuat adalah pihak perusahaan asuransi. Pihak penanggung lah yang menentukan syarat-syarat yang tidak dimiliki tertanggung. Jika ia (tertanggung) ingin asuransi, maka ia harus memenuhi syarat-syarat yang tidak dimilikinya. Syarat-syarat tersebut umumnya bersifat baku, dan sebagiannya seringdicampuri oleh teks-teks undang-undang asuransi yang melindungi tertanggung dari penganiayaan dan kesewenang-wenangan penanggung (perusahaan asuransi).
     Akad mulzim artinya perjanjian yang wajib dilaksanakan oleh ke dua belah pihak, baik pihak penanggung maupun pihak tertanggung. Ke dua kewajiban ini adalah kewajiban tertanggung membayar premi-premi asuransi, dan kewajiban penanggung membayar uang asuransi jika terjadi peristiwa yang diasuransikan.
     Dalam teks yang mendefinisikan asuransi dijelaskan bahwa kewajiban tertanggung merupakan kewajiban yang sudah pasti, yaitu dilaksanakan sejak melangsungkan akad, walaupun pembayaran premi-premi tersebut pada waktu-waktu tertentu, tiap bulan atau tiap tahun. Sedangkan kewajiban penanggung merupakan kewajiban yang belum pasti atau masih kemungkinan, kadang ada dan terkadang tidak ada, selamanya dibarengi dengan kejadian peristiwa. Dalam arti, kewajiban tersebut tidak akan ada atau tidak akan dilaksanakan tanpa kejadian peristiwa yang diasuransikan.
      Husein Hamid Hisan, mengatakan bahwa akad asuransi konvensional adalah akad gharar, karena masing-masing dari ke dua belah pihak, penanggung dan tertanggung pada waktu melangsungkan akad tidak mengetahui jumlah yang ia akan berikan dan jumlah ia akan ambil. Pasalnya tergantung kepada terjadi dan tidaknya peristiwa yang diasuransikan. Dan, itu hanya Allah yang mengetahui.

5)      JAMINAN / RISIKO
  1. Asuransi Syariah
      Proses  hubungan peserta dan perusahaan dalam mekanisme pertanggungan pada asuransi syariah adalah sharing of risk ‘saling menanggung risiko’. Apabila terjadi musibah, maka semua peserta asuransi syariah saling menangung.
      Peserta asuransi diikat oleh aka (perjanjian) untuk saling membatu, melalui instrument syariah yang disebut dana tabarru’ dana keajikan. Masing-masing mengeluarkan konstribusi, yang besarannya meminjam tabel kematian (mortability tables) untuk asuransi jiwa, dan untuk asuransi kerugian menghitung dengan berdasarkan pada static kerugian (los statics), misalnya menggunakan teori probabilitas (probabilithy), teori keendrungan (measures of central tendency) dan sebagainya.
      Sharing of risk ini juga merupakan implementasi dari hadis riwayat Muslim bahwa Nabi saw. Bersabda, “Mukmin terhadap mukmin yang lain seperti suatu bangunan memperkuat satu sama lain” dan “Orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kasih saying mereka seperti satu badan.Apabila salah satu anggota badan menderita sakit, maka seluruh badan merasakannya.”

  1. Asuransi Konvensional
      Jika pada asuransi syariah hubungan antara peserta yang terjadi adalah sharing of risk, maka pada asuransi konvensional  justru sebaliknya adalah transfer of risk’memindahkan risiko’. Karena, itulah sebetulnya hakekat dan tujuan utama orang berasuransi. Abbas Salim mengatakan bahwa tujuan asuransi (konvensional) adalah untuk memindahkan risiko (transfer of risk) individu kepada perusahaan asuransi. Karena itu, tujuan pertanggungan terutama untuk mengurangi risiko-risiko yang kita temui dalam masyarakat.
      Dalam pandangan ekonomi, asuransi merupakan suatu metode untuk menurangi risiko dengan jalan memindahkan (transfer of risk) dan mengkombinasikan ketidak pastian akan adnya kerugian keuangan (finansial). Jadi, berdasarkan konsep ekonomi, asuransi berkenaan dengan pemindahan dan mengkombinasikan risiko.
      Oleh karena itu, dalam mekanisme pertanggungan di industri asuransi, hubungan antara peserta dan perusahan terjadi yang dinamakan hubungan tertanggung dan penanggung. Di sini benar-benar terjadi transfer of fund, sehingga kepemilikan dana pun berpindah dari peserta ke perusahaan asuransi. Dengan demikian, jika suatu saat terjadi musibah atau resiko, maka yang menanggung adalah perusahaan asuransi. Karena resiko telah berpindah dari peserta ke perusahaan sebagai konsekuensi dari pembayaran premi.

6)      PENGELOLAAN DANA
  1. Asuransi Syariah
      Pada asuransi sariah (life insurane), untuk produk-produk yang mengandung unsur saving ’tabungan’,  dana yang dibayarkan peserta langsung dibagi dalam dua rekening, yaitu rekening peserta dan rekening tabarru’. Kemudian total dana diiventasikanm dan hasil investasi dibagi secara proporsional antara peserta dengan perusahaan (pengelola) berdasarkan skim bagi hasil yang telah ditetapkan sebelumnya.
      Akumulasi dana ditambah hasil inventasi yang ada di rekening dana peserta dibayarkan bila (1) perjanjian berakhir, (2) peserta mengundurkan diri, (3) peserta meninggal dunia. Sedangkanm akumulasi dana di rekening tabarru’ yang telah diniatkan secara ikhlas sebagai dana tolong-menolong jika ada sesama peserta mengalami musibah meninggal.
      Sedangkan pada asuransi kerugian dan atau produk asuransi jiwa yang tidak mengandung unsur saving terjadi akad mudharabah antara peserta dan perusahaan asuransi (pengelola). Kemudian total konstribusi dana yang dibayarkan peserta diiventasikanm dan hasil inventasi (surplus operasi) setelah dikurangi beban asuransi terjadi bagi hasil antara peserta dengan pengelola sesuai skim bagi hasil yang telah ditetapkan di depan.

  1. Asuransi Konvensional
      Sementara itu, mekanisme pengelolaan dana pada asuransi konvensional tidak ada pemisahan antara dana peserta dan dana tabarru’.
      Sebagai akibat dari sisem pengelolaan seperti ini, maka secara syar’i asuransi konvensional tidak dapat melepaskan diri dari adanya praktik yang diharamkan Allah yaitu gharar, maisir, dan riba. Peserta pun tidak dapat dengan leluasa mengambil kembali dananya pada saat-saat mendesak untuk produk asuransi jiwa yang mengandung saving, kecuali dalam status meminjam (pinjaman polis).

7)      KEPEMILIKAN DANA
  1. Asuransi Syariah
      Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau konstrubi merupakan milik peserta (shahibul mal). Asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah (mudharib) dalam mengelola. Dana tersebut, kecuali taarru’, dapat diambil kapan saja, dan selama belum dikembalikan tidak terkena bunga atau biaya apa pun. Di sinilah s salah satu kekuatan dan keunggulan konsep asuransi syariah, dimana pada life insurance apabila seorang pesera karena kebuuhan yang sangat mendesak beloh mengambil sebagian dari akumulasi dananya yang ada ( pada asransi konvensional disebut pinjaman polis).

  1. Asuransi Konvensional
      Hal yang sebaiknya terjadi pada asuransi konvensional, di mana dana yang terkumpul dari premi peserta seluluruhnya menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan kema saja. Dana tersebut  dapat dpinjam peserta hanya setelah ada nilai tunai,dan selama masa pinjaman terkena bunga sesuai bunga yang berlaku di market. Padahal, dana peserta sendiri oleh perusahaan dihitung berdasarkan bunga teknik hanya maksimal 9 persen.

8)      UNSUR PREMI
  1. Asuransi Syariah
      Unsur premi pada asuransi syariah terdiri dari unsur tabarru’ dan tabungan (untuk asuransi jiwa), dan unsur tabarru’ saja (untuk asuransi kerugian dan term insurance pada life). Unsut tabarru’ pada jiwa, perhitungannya diambil pada tabel mortalitas (harapan hidup), yang besarnya tergantung usia dan masa perjanjian. Semakin tinggi usia dan semakin panjang masa perjanjian, maka semakin besar pula nilai tabarru’nya. Besarnya premi asuransi jiwa yang pada asuransi syariah disebut tabarru’ erada pada kisaran 0,75 sampai 12 persen. Sedangkan besarnya tabarru’ pada asuransi kerugian merujuk ke rate standard yang di buat oleh DAI (Dewan Asuransi Indonesia).

  1. Asuransi Konvensional
      Sementara itu pada asuransi konvensional, unsur premi terdiri dari: (1) mortality tables (tabel mortalitas), (2) bunga (interest), biaya-biaya asuransi (cost of insurance)

9)      KEUNTUNGAN (PROFIT)
  1. Asuransi Syariah
      Keuntungan yang diperoleh berdasarkan surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi. Keuntungan tersebut tidak seluruhnya menjadi milik perusahaan asurnasi syariah, akan tetapi dibagi hasilkan dengan (mudharabah) para peserta asuransi.
  1. Asuransi Konvensional
      Keuntungan yang diperoleh berdasarkan surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi. Kebalikan dari asuransi syariah, keuntungan yang diperoleh pada asuransi konvensional merupakan milik perusahaan asurnasi syariah, akan tetapi dibagi hasilkan dengan (mudharabah) para peserta asuransi.

10)  INVESTASI DANA
  1. Asuransi Syariah
      Salah satu ciri lain yang sangat prinsip dari sudut pandang syariat Islam dalam asuransi syariah adalah investasi dana –dana yang terkumpul dari peserta hanya dibenarkan melalui instrumen yang menggunakan akad sesuai dengan syariat islam. Islam mengajarkan agar berusaha hanya menagmbil yang halal dan baik (thayib). Karena, Allah telah memerintahkan kepada seuruh manusia, bukan hanya untuk orang yang beriman dan muslim saja, agar mengambil segala sesuatu yang halal dan baik, dan tidak  mengikuti langkah-langkah setan.
      Oleh karena itu, asuransi syariah dalam menginvestasikan dananya hanya kepada Bank-bank Syariah, BPRS, Obligasi Syariah, Pasar modal Syariah, Leasing Syariah, Penggadaian Syariah, serta instrumen bisnis lainnya dengan tetap menggunakan akad-akad yang dibenarkan oleh syariat islam. Ketika asuransi Syariah melakukan investasi secara direct’langsung’ sesuai persentase  yang dibenarkan undang-undang atau peraturan pemerintah, maka itu pun harus menggunakan.
  1. Asuransi Konvensional
      Menurut aturan pemerintah, investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi.
      Dalam hal inventasi, selain mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) di atas, perusahaan juga harus memperhatikan ketentuan investasi yang tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan  Republik Indonesia Nomor 424/KMK 6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Pasal 10: Kekayaan yang diperkenankan harus dimiliki dan dikuasai oleh perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi, dalam bentuk:  (a) investasi, (b) bukan investasi. Pasal 11 ayat 1: Jenis investasi sebagaimana dimaksud pada pasal 10 huruf  a untuk perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi terdiri dari beberapa hal berikut :
  • Deposito berjangka dan sertifikat deposito pada Bank, termasuk deposit on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan.
  • Saham yang tercatat di bursa efek.
  • Obligasi dan Medium Term Notes dengan peringkat paling rendah A atau yang setara pada saat penempatan.
  • Surat berharga yang diterbitkan atau dijamin oleh Pemerintah atau Bank Indonesia.
  • Unit penyertaan reksadana
  • Penyertaan langsung (saham yang tercatat di bursa efek)’
  • bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, untuk investasi.
  • Pinjaman hipotik.
  •  Pinjaman polis.

11)  BERSIH DARI ”MAGHRIB’(MAISIR, GHARAR, DAN RIBA)
  1. Asuransi Syariah
      Asuransi syariah baik yang life insurance (jiwa) maupun general insuranse (kerugian) telah terbebas dari hal-hal yang diharamkan oleh para ulama yaitu bersih dari adanyan ”maghrib” (maisir, gharur dan riba). Hal ini dapat dilihat dalam sistem operasional yang dilakukan, di mana dalam mekanisme peneglolaan dananya dapat memisahkan antara rekening peserta dengan rekening tabarru’. Tujuan dari  pemisahan ini untuk menghindarkan danya [pencampuran dana. Sehingga asuransi syari’ah (life insurance) dapat terhindar dari maisir dan gharar. Adapun masalah riba baik dalam praktik kerugian maupun jiwa dapat dieliminir dengan menggunakan instrumen syariah sebagai pengganti sistem riba, misalnya mudarabah, wadiah, wakalah, dan sebagainya.
      Ahmad azhar basyir  mengatakan bahwa di dalam asuransi takaful (asuransi syariah) yang sebenarnya terjadi adalah saling bertanggung jawab, bantu membantu, dan saling melindungi diantara peserta sendiri. Perusahan asuransi syariah diberikan kepercayaan ( amanah) oleh peserta untuk mengelola premi (*kontribusi) peserta, mengembangkan dengan jalan halal, terhindar dari praktik-praktik yang diharamkan Allah, dan memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai perjanjian yang telah disepakati dan sebagainya.
  1. Asuransi Konvensional
      Syeikh Yusuf al-Qaradhawi mengatakan bahwa asuransi itu hukumnya haram mutlak ia berargumentasi bahwa asuransi itu sama dengan judi, karena tertanggung mengharapkan harta jaminan atau tanggungan melebihi jumlah pembayaran preminya. Oleh sebab itu, dalam asuransi tersebut juga ada unsur ribanya. Kemudian dalam asuransi itu ada unsur ketidak jelasan ( gharar) perhitungan uang yang akan diberikan, karena sangat tergantung pada perkembangan saat tanggungan itu harus dibayarkan penanggung.
      Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat unsur gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al qimar sama dengan al maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka ahliwaris akan menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang polistidak mengetahui dari mana dan bagaimana cara perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan yang bersangkutan. Muhammad Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang polis mengambil asuransi itu tidak dapat disebut judi. Yang boleh disebut judi jika perusahaan asuransi mengandalkan banyak/sedikitnya klaim yang dibayar. Sebab keuntungan perusahaan asuransi sangat dipengaruhi oleh banyak /sedikitnya klaim yang dibayarkannya.
      Dalam hal riba, dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan di depan. Investasi asuransi konvensional mengacu pada peraturan pemerintah yaitu investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga.
  1. PENUTUP
1)      Kesimpulan
      Dengan melihat perbedaan antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional di atas, sangat jelas bahwa konsep dasar asuransi syariah adalah tolong menolong. Semua peserta asuransi merupakan sebuah keluarga besar yang saling menanggung satu sama lain di dalam menghadapi resiko (sharing of risk). Sedangkan asuransi konvensional, asuransi merupakan transfer of risk, yaitu pemindahan risiko dari peserta/tertanggung ke perusahaan/penanggung sehingga terjadi pula transfer of fund yaitu pemindahan dana dari tertanggung kepada penanggung. Sebagai konsekwensi maka kepemilikan dana pun berpindah, dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi.

2)      Saran
Agar para pembaca mulai menggunakan produk  asuransi syariah secara konsep dinilai lebih adil dan berkah.


 DAFTAR REFERENSI
Ali, Hasan. Asuransi Dalam Perspektif Islam.2004. Jakarta : ttp.
Sula, Syakir. Asuransi Syariah : Konsep dan Sistem Operasional.2004. Jakarta : ttp.
Artikel di website :

Comments