LGBT & JURUS TAFSIR LIAR GAYA BEBAS

by
Irham Fachreza Anas

Tanggapan atas artikel :  1. Dalil LGBT Dalam Al-Quran, 2. Memahami Homoseksualitas Agar Tidak Kelewat Batas & 3. Toleransi Nabi Muhammad Terhadap Homoseksualitas; Karya Khoirul Anwar (Islamlib) - 09 Maret 2016

Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) menjadi topik perbincangan yang hangat di tengah masyarakat. Bangsa ini pun terbelah dalam menyikapi LGBT. Mirip suasana pilpres 2014, ada masyarakat yang menolak LGBT namun tidak sedikit pula masyarakat yang malah memberi dukungan kepada LGBT atasnama penegakan HAM.

Jika dilacak beberapa bulan ke belakang, arus kampanye LGBT memang cenderung menguat sejak diketahui secara jamak bahwa Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) resmi menetapkan keputusan yang mengakui pernikahan sejenis (kelamin) atau Same Sex Attraction (SSA) pada 26 Juni 2015. Mahkamah Agung AS menyatakan bahwa pernikahan merupakan hak mendasar setiap pasangan, dan hal itu tak bisa dikecualikan dari pasangan berjenis kelamin sama (www.bbc.com). Melalui keputusan tersebut, seluruh negara bagian AS wajib memberi pengakuan pada pasangan satu jenis kelamin yang melakukan pernikahan dimana sebelumnya hanya 37 dari 50 negara bagian AS yang melegalkan pernikahan sejenis.

Badai besar disahkannya SSA di Negeri Paman Sam rupanya sampai juga 'hempasannya' ke Negeri Garuda Sakti. Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar, Indonesia sangat strategis dijadikan sasaran dari gerakan legalisasi LGBT internasional. Terlebih, hingga saat ini belum ada satu pun negara 'Islam' yang mengesahkan perkawinan sejenis (Hendri Sholahuddin).

Jika sebelumnya pelaku LGBT di Indonesia hanya melakukan kampanyenya melalui kegiatan-kegiatan sosial atau kegiatan 'bawah tanah' lainnya, maka saat ini mereka sudah mulai memberanikan diri muncul menyuarakan hak-haknya di hadapan publik melalui media cetak maupun elektronik. Jika, sebelumnya dukungan LGBT hanya datang dari stasiun televisi melalui tanyangan bernuansa 'LGBT' maka saat ini kampanye LGBT mendapatkan dukungan masif dari berbagai pihak seperti pengusaha-pengusaha yang bergerak di bidang makanan, minuman, telekomunikasi, hiburan dan lainnya, aktivis HAM, ahli kesehatan, cendikiawan bahkan masyarakat awam pun ikut secara langsung mengkampanyekan LGBT sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.

Pada Bulan September 2015 diwartakan terjadi pernikahan sejenis di Bali. Lukas Bundi (Humas Bali Wedding Association Provinsi Bali yang juga Master of Ceremony) mengaku pernah dua kali tertipu menggelar pernikahan yang ternyata pasangan sejenis. Menurut Lukas Bundi, dalam tahun 2015 terdapat lima pasangan sejenis yang telah menggelar pernikahan di Bali, itu belum termasuk pasangan sejenis yang menikah di Bali yang tak terdeteksi tanpa banyak diketahui. (http://m.inilah.com). Fenomena lain adalah keterangan dari Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh, menurutnya KPAI pernah menerima laporan ada anak usia SMP melakukan hubungan sejenis dan itu dilakukan secara sadar di lingkungan sekolah. (http://m.tribunnews.com).

Saya pribadi juga memiliki pengalaman melihat dengan mata kepala sendiri (sekitar 2 minggu sebelum menulis artikel ini) bagaimana pelaku LGBT ini tanpa rasa malu berpelukan layaknya sepasang kekasih yang sedang kasmaran pada pusat perbelanjaan di pinggiran kota Jakarta. La hawla wa laa quwwata illa billahi.

Disadari atau tidak, saat ini pelaku LGBT dan pendukungnya sangat serius berjuang mendapatkan legitimasi dari Pemerintah. Mereka menuntut pengakuan hak menjalani hidup sebagai homoseksual tanpa diskriminasi sebagaimana layaknya para heteroseksual. Mereka juga sangat serius berjuang menggiring opini publik untuk menyetujui bahwa LGBT bukanlah suatu penyimpangan orientasi seksual melainkan murni sebagai fitrah penciptaan (bawaan lahir).

Mira Fajri dalam artikel bertajuk 'LGBT dalam Perspektif Hukum di Indonesia' menulis bahwa LGBT saat ini lebih dari sekadar sebuah identitas, tetapi juga merupakan campaign substance and cover atas pelanggengan Same Sex Attraction (SSA). Perilaku LGBT dimulai dari suatu preferensi homoseksual, kemudian mewujud dalam perbuatan homoseksual, lalu pada akhirnya melekat dalam bentuk perjuangan untuk diterima sebagai perilaku normal dalam membentuk institusi keluarga.

JURUS 'TAFSIR LIAR GAYA BEBAS' PENDUKUNG LGBT

Ahmad Kholili Hasib dalam 'Anomali Tren Berfikir Humanis' menulis; 'Masyarakat kita — melalui corong-corong media — dididik untuk menjadi masyarakat yang humanis, tapi kurang edukasinya tentang agama. Jika jargon ‘kemanusiaan’ diangkat, maka menjadi daya tarik setiap elemen negara. Tapi jika agama yang diangkat, maka sepi respon dari masyarakat. Seakan-akan hari ini agama (Islam) itu tidak humanis. Dan yang humanis sudah pasti sholeh, religius dan baik. Islam dan humanis seperti dipertentangkan. Inilah tren masyarakat hari ini.'

Saya sengaja mengutip tulisan Ahmad Kholili Hasib untuk memberikan gambaran kerusakan berfikir pendukung LGBT. Pendukung LGBT yang dimaksud adalah mereka yang mencoba melakukan penafsiran baru atas dalil agama (Qur'an) untuk melegitimasi 'kehalalan' LGBT.

Guna memuluskan jalan dalam melakukan penafsiran baru terhadap dalil Qur'an, maka pendukung LGBT 'mau tidak mau' harus keluar dari metode penafsiran Qur'an yang sudah 'gariskan' oleh ulama-ulama terdahulu.

Secara umum terdapat 2 metode penafsiran Qur'an, yaitu motode Tafsir bil Ma'tsur yaitu menafsirkan Qur'an dengan Qur'an atau menafsirkan Qur'an dengan Sunnah yang shahih, termasuk perkataan sahabat dan tabiin yang jelas atsarnya. Kedua, metode Tafsir bir Ra'yi yaitu menafsirkan Qur'an dengan pemahaman dan logika dari mufassir itu sendiri. Khusus metode yang kedua, Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam kitab Mabaahits fi 'Uluumil Qur'an memberikan nasehat bahwa menafsirkan Qur'an dengan ra'yu dan ijtihad semata tanpa ada dasar yang shahih adalah haram. Syaikh juga menulis bahwa kebanyakan orang yang melakukan penafsiran demikian (tafsir bir ra'yi) adalah ahli bid'ah, penganut mazhab yang bathil. Mereka menggunakan Al-Qur'an untuk ditakwilkan menurut pendapat pribadi yang tidak berpijak pada pendapat atau penafsiran ulama salaf, sahabat dan tabi'in.

Kembali kepada persoalan Pendukung LGBT, metode yang mereka ambil sebenarnya adalah metode Tafsir bir Ra'yi namun mereka menyelisihi ulama terdahulu, mereka manafsirkan Qur'an hanya dengan pemahaman, logika dan dasar dari mereka sendiri. Mereka berpendapat bahwa tidak ada satu pun ayat Qur'an yang menolak ataupun menerima LGBT. Oleh sebab itu, setiap orang berhak untuk menggali makna yang lebih relevan dan humanis terkait LGBT. Pendapat ini menjadi bukti bahwa dasar penafsiran mereka bukanlah Qur'an dan Sunnah yang shahih melainkan Konsep Humanisme. Humanisme sendiri secara sederhana dapat dimaknai sebagai upaya untuk menjadikan manusia sebagai poros/pusat pembentukan nilai, norma maupun hukum. Tesis Richard Rorty dan Gianni Vattimo dalam The Future of Religion bahwa masyarakat modern atau pasca modern itu keagamaannya non-theism. Dalam tataran praktik, masyarakat dianggap sudah ‘beragama’ jika perilakunya humanis, meskipun mencela Tuhan. (Ahmad Kholili Hasib).  

Saya pribadi menamai metode tafsir pendukung LGBT ini dengan sebutan 'Tafsir Gaya Bebas.' Dalam artikel lain, Dr. Ahmad Sastra menamakannya sebagai Tafsir Al-Ngawuriyyu. Tafsir gaya bebas memberikan pengaruh signifikan dalam mengaburkan batasan tsawabit dan mutaghayyirat, mengaburkan batasan muhmakat dan mustasyabihat dan berbagai bentuk pengaburan lainnya. Kedudukan Firman Allah swt dan Sunnah Rasulullah saw sebagai sumber utama dalam penggalian makna ataupun hukum bergeser digantikan dengan sumber lain. Dalam konteks tulisan ini, sumber lain itu adalah Konsep Humanisme. Celakanya worldview yang digunakan untuk memahami humanisme adalah worldview barat.

Al-hasil, kesimpulan tafsir gaya bebas ini menjadi 'Liar' sekehendak si penafsir. Keliaran hasil tafsir mereka dalam persoalan LGBT kira-kira dapat diungkapkan dengan kalimat-kalimat seperti ; 

i) Homoseksualitas boleh karena yang dilarang itu perbuatan 'sodomi' (berhubungan badan) bukan homoseksualitas.

ii) Ketika Qur'an diwahyukan ada lelaki yang memiliki hasrat kepada anak-anak muda tampan, sehingga ada janji Quran tentang kehidupan di sorga akan disediakan anak-anak muda berwajah tampan untuk mereka yang memiliki hasrat itu

iii) Pasangan Nabi Adam as, diciptakan dari unsur Nabi Adam as itu sendiri yang notabene seorang pria.

iv) Rasulullah merupakan teladan yang toleran terhadap homoseksualitas.

v) Jenis kelamin yang dijelaskan dalam Qur'an tidak hanya pria dan wanita. Ada ayat Qur'an yang menjelaskan jenis kelamin sosial.

Laa hawla wa laa quwwata illa billaah.

Eksistensi LGBT secara nyata terdapat dalam Qur'an Surah Al-Araaf (7) ayat 80 s/d 81. Setiap muslim haram mengingkarinya, karena ini berkaitan dengan pokok keimanan terhadap kitabullah. Setelah mengakui kebenaran eksistensi LGBT, tahap selanjutnya adalah menyikapi LGBT.
Pada tahap inilah Pendukung LGBT yang kelewat batas itu memainkan perannya dalam mengaburkan makna ayat. Mereka memandang 'jauh' Qur'an Surah Al-Araaf (7) ayat 80 s/d 81, namun abai/acuh terhadap fakta tersurat dan tersirat dari ayat yang sedang mereka teliti itu hingga akhirnya mereka sampai pada kesimpulan untuk mendukung LGBT. Dukungan yang mereka berikan jelas bukan dalam bentuk dakwah maupun bimbingan 'pelurusan' orientasi seksual pelaku LGBT melainkan pembiaran dan persetujuan prilaku LGBT. Bagi mereka prilaku LGBT adalah normal, harus dihargai serta diterima dengan lapang dada.

Ibarat pribahasa 'Gajah di pelupuk mata tak terlihat, Semut di seberang lautan terlihat jelas di pandang mata' seperti itulah tafsir gaya bebas yang mereka lakukan khususnya terhadap Qur'an Surah Al-Araaf (7) ayat 80 s/d 81.

Hamid Fahmy Zarkasyi dalam artikel bertajuk 'Naluri Homo' menulis ;".....jika al-Qur’an difahami dengan akal yang cerdas maka LGBT tidak hanya menjijikkan, tapi bertentangan dengan naluri manusia normal. Menikah seperti diatur dalam pasal 1 Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 adalah “… .ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Jika ada yang masih berdalih “tidak ada larangan khusus dalam al-Qur’an”, maka kita perlu faham mengapa Islam mengajarkan agar laki-laki diperlakukan seperti laki-laki dan perempuan seperti perempuan. Nabi saw. melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki (HR. al-Bukhari). Nabi saw. juga memerintahkan kaum muslim agar mengeluarkan kaum waria dari rumah-rumah mereka. Dalam riwayat Abu Daud di ceritakan bahwa Beliau saw. pernah memerintahkan para sahabat mengusir seorang waria dan mengasingkannya ke Baqi’.

Sebagai penutup tulisan ini, berikut kesimpulan tafsir dari ayat Qur'an Surah Al-Araaf 7 ayat 81 s/d 84 dari salah seorang Mufassir terkemuka Quraish Shihab :

“(80)Dan Kami juga mengutus Nabi Luth. Ingatlah ketika dia berkata kepada kaumnya yang ketika itu melakukan kedurhakaan besar. Apakah kamu mengerjakan Fahisyah, yakni melakukan pekerjaan yang sangat buruk yaitu homoseksual yang tidak satu pun mendahului kamu mengerjakannya di alam raya, yakni di kalangan makhluk hidup di dunia ini. (81) Sesungguhnya kamu telah mendatangi lelaki untuk melampiaskan syahwat (nafsu) kamu melalui mereka sesama jenis kamu, bukan terhadap wanita yang secara naluriah seharusnya kepada merekalah kamu menyalurkan naluri seksual. Hal itu kamu lakukan terhadap lelaki bukan disebabkan wanita tidak ada atau tidak mencukupi kamu, tetapi itu kamu lakukan karena kamu durhaka bahkan kamu adalah kaum yang melampaui batas sehingga melakukan pelampiasan syahwat bukan pada tempatnya. (Al-Misbah, 191 s/d 192)

Quraish Shihab juga menulis bahwa Syirik adalah pelanggaran terhadap fitrah, homoseksual pun merupakan pelanggaran fitrah.


QS. Yusuf (12) : 111. Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.

QS Al-Kahf (18) : 10. (Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)".

Wallahu a'lam


Silahkan merujuk :
1. Indonesia Tanpa LGBT karya Dr. Ahmad Sastra http://www.suryabogor.com/2016/02/indonesia-tanpa-lgbt/

2. LGBT : Ancaman Serius Keluarga dan Negara Kita |http://inpasonline.com/new/lgbt-ancaman-serius-keluarga-dan-negara-kita/


4. Homoseks Vs Kebebasan Manusia 


6. Anomali Tren Berpikir ‘Humanis’ |

7. LGBT dalam Perspektif Hukum di Indonesia



10. Menakar "Tafsir Baru Munim Siiry" Tentang LGBT - Sang Pencerah

Comments

Post a Comment