TAWARRUQ


A.     SEPUTAR TAWARRUQ
      Bay’ Tawarruq ialah jual-beli suatu komoditas yang melibatkan 3 pihak. Pihak pertama menjual komoditas kepada pihak kedua secara tangguh/cicilan, untuk kemudian langsung dijual kembali oleh pihak kedua kepada pihak ketiga secara tunai. Harga jual komoditas yang dilakukan secara tangguh/cicil/kredit selalu lebih mahal dari pada harga jual komoditas yang dilakukan secara tunai. Melalui transaksi ini, pihak kedua akan mendapatkan sejumlah dana tunai. (DPbS Bank Indonesia, AYNAH AND TAWARRUQ PRINCIPLE AND SOLUTION, slide 11)
      Dinamakan akad ini dengan bay’ tawarruq karena pembeli ketika membeli barang tidak bertujuan untuk memiliki dan menggunakan barang itu, tetapi bertujuan untuk mendapatkan “wariq” dengan cara menjualnya kembali kepada pihak lain secara cash. Wariq” berarti uang dirham sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 19 yang menyebutkan mata uang dirham dengan Wariq pada kisah Ash-habul kahfi. (Agustianto, Bay’ Tawarruq, slide 8)
      Tawaruq dalam konteks lembaga keuangan syariah adalah transaksi dimana Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang memiliki surplus dana mendapatkan pesanan dari LKS yang mengalami defisit dana untuk membeli barang, sehingga LKS surplus akan membeli sejumlah komoditas di market dengan tunai menggunakan akad al-bay’, lalu menjualnya kepada LKS defisit dengan cara murabahah secara cicilan. Kemudian, LKS defisit akan menjual barang ini ini ke pasar komoditas dengan tujuan untuk mendapatkan tunai.
      Bay’ Tawarruq hampir mirip dengan bay al-‘inah. Jika bay’ al’inah penjualan kembali barang dilakukan kepada pihak I (penjual semula), sedangkan bay’ tawarruq, penjualan barang yang baru dibelinya secara cicilan itu dijual kepada pihak ketiga. Dalam konteks ini, bay al-’inah berbeda dengan bay’ tawarruq, tetapi sebagian ulama menyamakannya.

      Ada dua pendapat di kalangan para ulama tentang hukum bay’ tawarruq ini :
1.      Hukumnya adalah Haram.
      Ini adalah riwayat kedua dari Imam Ahmad dan pendapat ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz serta dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim, dll
      Alasan mereka, bahwa jual beli ini seolah-olah seseorang menjual dirham dengan dirham yang lebih banyak atau meminjam dirham dan membayarnya dengan dirham yang lebih banyak sebagai kompensasi dari masa penantian. Jual beli ini mirip dengan riba. Meskipun bukan riba yang sesungguhnya. Dalam Muhammad Rawwas Qal’ah Jiy, Al-Muamalah maliyah al-Mu’ashirah, Beirut, Dar al-Tanafus, 1999. (Agustianto, Bay’ Tawarruq, slide 9)

2.      Hukumnya adalah Mubah / Boleh
      Ini adalah pendapat kebanyakan ulama hanafiyah dan hanabilah, kecuali, Imam Malik dan Ibnu Taymiyah yang menganggap bahwa praktek bay’ tawarruq dilarang/tidak sah serta masuk dalam kategori makruh (DPbS Bank Indonesia, AYNAH AND TAWARRUQ PRINCIPLE AND SOLUTION, slide 12)
      Alasan pemikiran mereka ialah karena telah terpenuhi syarat dan rukun jual beli. Kemudian, jual beli tawarruq ini tidak terdapat larangan syariah padanya. Karena itu ia termasuk al-ibahah al-ashliyah (hukum dasarnya memang boleh), sesuai dengan kaidah, ”Pada dasarnya semua akad itu dibolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya” (Agustianto, Bay’ Tawarruq, slide 9).
      Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mensyaratkan bolehnya bay’ tawarruq dengan beberapa ketentuan:
o       Ia butuh untuk melakukan transaksi tersebut dengan kebutuhan yang jelas.
o   Sulit baginya mendapatkan keperluannya dengan jalan Al-Qardh (pinjaman), As-Salam maupun yang lainnya.
o   Hendaknya barang yang akan ditransaksikan telah dipegang dan dikuasai oleh penjual

B.    KOMENTAR ARTIKEL
KOMENTAR ARTIKEL
“ECONOMICS OF TAWARRUQ ;
How its Mafasid overwhelm the Masalih, (Mohammad Nejatullah Siddiqi)

      Mohammad Nejatullah Siddiqi (selanjutnya disebut “Penulis Artikel”), dalam analisanya tentang penggunaan bay’ tawarruq melakukan analisis terlebih dahulu terhadap konsep utang.
   Penulis Artikel memahami bahwa efek dari penyalahgunaan bay’ tawarruq adalah terciptanya hutang. Dimana instrumen inilah yang menjadi sasaran utama bagi para spekulan untuk mengambil keuntungan dari sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau bahkan tidak memiliki value added. Dengan bay’ tawarruq, seseorang dapat memperoleh uang dengan menjual aset (itu-itu saja) kepada pihak ketiga, walaupun harus membayar lebih pada pihak pertama karena telah melakukan transaksi secara tangguh atas barang yang sama.
    Lebih jauh, Penulis Artikel melarang penggunaan bay’ tawarruq yang dianggap salah satu faktor terputusnya hubungan riil sektor dangan sektor keuangan. Dan hal ini tidak sesuai dengan semangat ekonomi syariah yang selama ini meng’kampanyekan pro kepada sektor riil.

C.    PENDAPAT
      Pelarangan bay’ tawarruq tidak sepenuhnya tepat. Mengingat, transaksi ini (tawarruq murni) pernah diterapkan di zaman Rasulullah SAW. Selain itu, (telepas dari segala kontrovensi) tidak dapat dipungkiri bahwa transaksi ini dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh sebab itu, yang tepat adalah pemberian batasan bukan pelarangan.
      Point penting selain dibenarkan oleh hukum syariat, pelaksanaan bay tawarruq dilakukan dalam koteks pemenuhan maqasid syariah dan sejalan dengan logika kemanfaatan ekonomi. Artinya, transaksi ini dapat merepresentasikan dan melindungi (kebutuhan) masyarakat dan wajib dilandasi dan atau diikuti dengan proses penciptaan/produksi barang dan jasa (transaksi produktif). Dimana profit dari sebuah transaksi muncul dan dibenarkan karena ada value yang juga muncul bagi perekonomian.”
      Jika dikaitkan dengan kegiatan perbankan syariah, menurut penulis bay’ tawarruq dapat diaplikasikan. Namun, agar tidak terjadi kesalahan penggunaan yang dapat menyebabkan produk ini menjadi tidak sesuai dengan sharia serta dapat memicu terjadinya penggelembungan ekonomi, maka peru diberikan batasan-batasan dalam menggunakannya :
  1. Aspek Maksud dan Tujuan Penggunaan
a.     Penggunaan akad ini, hanya sebatas untuk keperluan manajemen likuiditas (liquidity management) bank syariah. Artinya akad ini hanya digunakan untuk produk likuiditas antar sesama bank syariah atau antara bank syariah dengan Bank Indonesia sebagai otoritas. Dengan kata lain, bay’ tawaruq bukan untuk produk yang dijajakan kepada nasabah, dimana bank syariah bermaksud mengambil keuntungan dari produk jenis ini. Bay’ tawarruq tidak boleh dijadikan pilihan pertama yang masuk dalam produk-produk pembiayaan kepada masyarakat. Bank syariah harus tetap fokus pada pembiayaan yang memberikan dampak langsung pada riil sector.
b.     Bay’ tawarruq tidak boleh masuk dalam produk konsumer (termasuk micro banking) maupun komersial dari perbankan syariah. Walaupun perbankan syariah sudah menjalankan prinsip prudential banking dengan sangat ketat (khususnya dalam menganalisa kelayakan nasabah dalam melakukan usaha serta kemampuan nasabah dalam melakukan pembayaran kembali jumlah pembiayaan) namun pada saat prinsip ini berbenturan dengan kepentingan pencapaian target pembiayaan dari perbankan syariah maka akan dikhawatirkan bank syariah akan lepas kontrol sehingga portofolio dari produk dengan akad bay’ tawarruq justru malah membesar.

  1. Aspek Komoditas (Underlying) Transaksi
a.   Barang yang dijadikan alat transaksi adalah komoditas (halal) agro seperti CPO, kakao, kopra, dan sejenisnya yang memiliki batas usia. Adanya batasan usia dari komoditas yang dijadikan underlying bay’ tawarruq adalah cara untuk menunjukkan bahwa bay’ tawarruq bukanlah untuk transaksi dengan motif spekulasi. Oleh sebab itu, penggunaan komoditas metal ; seperti baja, tembaga, emas, dan lain sebagainya yang notabene bersifat tahan lama harus dilarang. 
b.    Transaksi in harus nyata, bukan kontrak semu. Maksudnya adalah ketika transaksi ini terjadi harusnya benar-benar terjadi transaksi barang pada umumnya, keinginan seller untuk menjual, dan keinginan buyer untuk membeli dengan barang yang sudah jelas wujudnya. Jika tidak, maka bank syariah akan terperangkap dalam konsep tawarruq yang sudah diaplikasikan di Malaysia maupun dibelahan dunia lainnya baik itu timur tengah ataupun eropa.
c.   Dalam bay’ tawarruq harus ada perpindahan kepemilikan (transfer of ownership). Komoditi yang menjadi objek perdagangan harus betul-betul berpindah kepemilikan dari penjual kepada pembeli tanpa ada embel-embel apapun. Jika tidak, maka bank syariah di Indonesia akan terjebak kepada konsep bay’ al-inah dimana disana tidak terjadinya perpindahan kepemilikan dan implikasinya si pembeli harus menjual kembali barang itu dengan harga yang lebih rendah untuk mendapatkan uang tunai.
d.   Selain itu, komoditas dimaksud harus bisa dikirim ke pembeli jika di inginkan. Hal ini untuk menyatakan bahwasanya komoditi yang ditransaksikan dikomoditi syariah ini adalah barangnya ril dan berwujud, ada perpindahan kepemilikan yang jelas, maka dari itu jika ini betul, maka ketika terjadi permintaan dari pembeli untuk mengirimkan komoditi tersebut ke tempat yang dia inginkan. Maka kewajiban penjual adalah mengantarkan komoditi tersebut ke pembeli dengan ketentuan yang berlaku, baik itu berapa hari komoditi ini bisa sampai ke tangan pembeli, dan berapa cost yang dikenakan kepada pembeli.
e. Lokasi persediaan komoditas harus jelas diketahui. Artinya, tidak mungkin memperdagangkan sesuatu yang tidak diketahui dimana letak barang itu. Harus ada pihak yang dapat memastikan bahwasanya barang tersebut ada di kota A, bertempat di pabrik B, kecamatan C di kilang X.
f.        Kualitas dan kuantitas dari komoditas yang diperdagangkan harus jelas..
g. Komoditi yang diperdagangkan harus siap guna. Ketentuan ini adalah untuk memastikan bahwasanya penjual tidak memperdagangkan sesuatu yang tidak bisa digunakan oleh pembeli. Jangan sampai dalam transaksi komoditi syariah ini menjual sesuatu yang masih diolah sehingga akan menghambat pengiriman ketika pembeli menginginkan supaya komoditi ini dikirimkan kepadanya.

REFERENSI :
1.      Mihajat, H.M. Iman Sastra. Komoditi Murabahah, Tawarruq, Bay’ Al-Inah Dan Fatwa DSN-MUI No.82 Tentang Komoditi Syariah : Comperehensive Review. Artikel yang disampaikan dalam milis ekonomi syariah milik MES
2.  Agustianto, MA. Power point BAY’ TAWARRUQ (Jual Beli Tawarruq)  Materi Kuliah di Pasca Sarjana UI, IEF Trisakti dan Universitas Paramadina. 2002
3.  Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia. Point power‘AYNAH AND TAWARRUQ PRINCIPLE AND SOLUTION DPBS BAnkdiNdonesia. 2011

Wallahu a'lam 


Comments