AKAD IJARAH (resume)


2.4.1  Defenisi

Ijârah dalam bahasa Arab berarti upah, sewa, jasa, atau imbalan. Ijârah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam rangka memenuhi keperluan hidup manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak atau menjual jasa perhotelan, dan lain-lain.  Secara etimoligi dapat berarti ba’i manfaah () yang berarti pemilikan atas manfaat. [1]

Secara terminologi, ada  beberapa definisi ijârah yang dikemukakan para ulama fiqh :
Pertama Ulama Hanâfiyah mendefinisikannya dengan[2] :

ﻋﻘﺪ  ﻋﻟﯽ ﻤﻨﺎﻔﻊ ﺒﻌﻮﺾ

    “Akad terhadap manfaat(benda) dengan imbalan

Dalam literatur berbeda Ulama Hanâfiyah mendefenisikan ijârah sebagai [3] : 

    “Pemilikan manfaat(benda) dengan imbalan

Defenisi kedua dari Ulama Hanâfiyah tentang ijârah, menurut Kamil Musa dalam Ahkâmu al-mu’âmalat memposisikan ijârah sebagai ba’i manâfi’i   hal itu dikarenakan di kalanganHanâfiyah manfaat tidak dianggap sebagai harta.[4] 

KeduaUlama Syafi’iyah mendefinisikannya dengan[5] :

”Akad terhadap manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan dengan imbalan tertentu”

KetigaUlama Malikiyah & Hanâbilah mendefinisikannya[6}

”Pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan”

Berdasarkan beberapa defenisi diatas, menurut Wahbah Zuhaili bahwa akad ijârah tidak berlaku pada pepohonan untuk diambil buahnya, karena buah itu sendiri adalah materi, sedangkan ijârahhanya ditujukan kepada manfaat bukan benda/barang.[7]   

Ke-empat, merujuk pada Buku 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Bab I tentang Ketentuan Umum pasal 20 ayat 9 dinyatakan bahwa Ijarah adalah :

  ”Ijarah adalah sewa barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran.” 

2.4.2  Dasar Hukum
      Ijârah adalah akad yang boleh dilakukan berdasarkan nash sebagai berikut berikut [8] :
  1. Firman Allah SWT :

...وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوْا أَوْلاَدَكُمْ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَاآتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِ، وَاتَّقُوا اللهَ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ بِمَاتَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ.

“…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”    { QS. Al-Bâqarah [2]: 233}

  1. Firman Allah SWT :
أَهُمْ يَقْسِمُوْنَ رَحْمَتَ رَبِّكَ، نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيْشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا، وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا، وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ

“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar seba-gian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” { QS. al-Zukhruf [43]: 32 }
  1. Hadis riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:
أَعْطُوا اْلأَجِيْرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ

Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.”  { HR. Ibnu Majah, dari Ibnu Umar }
  1. Hadis riwayat ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:

مَنِ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَلْيُعْلِمْهُ أَجْرَهُ.

Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.”   { HR. Abdul Al-Razzaq, dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id Al-Khudri }

2.4.3  Rukun Akad Ijârah 
      Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun akad ijârah  itu ada empat, yaitu[9] :
  1. Orang yang berakad : Penyewa (Musta’jir) dan Pemberi Sewa (Mu’jir)
  2. Sighat (ijab dan kabul).
  3. Sewa/imbalan : Harga Sewa (Ujrah)
  4. Manfaat Obyek Sewa (Ma’jur)  
Menurut ulama Hanâfiyah, rukun al-ijârah itu hanya satu, yaitu ijab (ungkapan menyewakan) dan kabul persetujuan terhadap sewa-menyewa. Ulama Hanâfiyah menyatakan bahwa orang yang berakad, sewa atau imbalan, dan manfaat, termasuk syarat-syarat ijârah, bukan rukunnya.[10]

2.4.4  Syarat Akad Ijârah
      Agar pelaksanaan akad ijârah sempurna, berikut beberapa syarat dari sahnya akad ijârah;     
  1. Syarat Pihak yang berakad [11] :
      i.      Cakap hukum ( Baligh & Berakal )
      ii.      Sukarela (ridha), tidak dalam keadaan dipaksa / terpaksa /dibawah tekanan
  1. Syarat Obyek yang disewakan :
     i.      Manfaat barang dan atau jasa.
  ii.      Barang itu milik sah & sempurna dari mu’jir (milk al-tâm) atau Barang itu tidak terkait dengan hak orang lain.
  iii.      Objek harus bisa dinilai dan dikenali secara spesifik (fisik). Artinya manfaat barang jelas.[12]
   iv.      Manfaat barang dan atau jasa tidak termasuk yang diharamkan / dilarang Bermanfaat.[13]
   v.      Manfaat Barang/jasa bisa langsung diserahkan dan digunakan selama jangka waktu tertentu yang disepakati.[14]
  1. Syarat Harga Sewa (Ujrah):
  i.      Jelas disebutkan pada saat transaksi berupa uang, dirham, dinar dan lain sebagainya. Menurut Ulama Hanâfiyah pembayaran upah tidak boleh dalam bentuk manfaat yang serupa.[15] Seperti sewa rumah dengan ujroh penyewaan rumah. Namun dalam fatwa DSN no : 09/DSN-MUI/IV/2000 perihal Pembiayaan Ijârah bahwa Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.
   ii.      Jelas disebutkan berapa jumlah Ujrah.
  1. Syarat Akad /sighot :
   i.      Harus jelas dan disebutkan secara  spesifik dengan siapa berakad.
    ii.      Antara ijab qabul (serah terima) harus selaras baik dengan keinginan untuk melakukan kontrak sewa; harga dan jangka waktu yang disepakati.
   iii.      Tidak mengandung klausul yang bersifat  menggantungkan keabsahan transaksi pada  hal / kejadian yang akan datang yang tidak sesuai dengan esensi dari ijârah. Misalnya, mu’jirmenyewakan rumahnya kepada pihak lain dengan syarat ia menempati dulu selama 1 (satu) bulan baru kemudian ia sewakan kepada B.   Esensi dari ijârah adalah memberikan hak atas manfaat barang pada salah satu pihak yang berakad.[16]

2.4.5  Sifat Akad Ijârah

Ulama Hanâfiyah berpendirian bahwa akad ijârah mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad, misanya penyewa wafat. Akan tetapi Jumhur Ulama berpendapat bahwa akad ijârah mengikat, kecuali terdapat cacat pada objek sewa dan atau objek sewa tidak boleh dimanfaatkan.[17]

2.4.6  Pembagian Akad Ijârah

Dilihat dari segi objeknya, maka ijârah dibagi menjadi 2 bagian yaitu i)  ijârah ’ala al-manâfi’i () yang artinya sewa atas manfaat barang dan ii) ijârah ’ala al-a’amâl ()yang artinya sewa atas suatu pekerjaan. Ijârah ’ala al-manâfi’i adalah ijârah yang menjadikan manfaat dari barang sebagai objek akad, misalnya rumah, kendaraan dan lain sebagainya dengan remunerasi yang akan diterima si Pemilik Objek berupa ujroh atau fee. Sedangkan, ijârah ’ala al-a’amâl adalah ijârahyang berkaitan dengan pekerjaan dengan remunerasi yang diterima berupa al-ajr yang berarti upah.[18] 

2.4.7  Penentuan Ujroh

Dalam fatwa DSN no : 09/DSN-MUI/IV/2000 perihal Pembiayaan Ijârah dinyatakan bahwa Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.

Merujuk pada Buku 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Bab X tentang Ijarah Bagian Keenam Pasal pasal 271 ayat 1 dan 2 dinyatakan bahwa : (1) Nilai atau harga ijârah antara lain ditentukan berdasarkan satuan waktu dan (2) Satuan waktu yang dimaksud dalam ayat (1) adalah menit, jam, hari, dan atau tahun. 

Selain itu, pada pasal 272 dinyatakan bahan (1) Awal waktu ijarah ditetapkan dalam akad atau atas dasar kebiasaan. (2) Waktu ijarah dapat diubah berdasarkan kesepakatan para pihak. Sedang pada pasal 273 dinyatakan : Kelebihan waktu dalam ijarahan yang dilakukan oleh pihak penyewa, harus dibayar berdasarkan kesepakatan atau kebiasaan.

Dalam hal ujroh yang ditarik dari Rahn Emas, berdasarkan fatwa Fatwa nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas bahwa besaran ongkos yang dibebankan kepada nasabah harus didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan untuk operasional Rahn Emas. Salah satu komponen ongkos tersebut adalah ongkos yang dibebankan atas dasar tempat penyimpananmarhun yang dilakukan berdasarkan akad ijârah.

2.4.8  Model Pembayaran Akad Ijârah
      Terdapat 2 (dua) model pembayaran ijârah yang lazim digunakan di industri keuangan syariah[19] :
  1. Contigent to Performance : Pembayaran tergantung pada kinerja objek sewa. Contoh : Andi mengatakan akan memberikan uang sebesar Rp 500.000,- bagi orang yang dapat menemukan KTP milik Andi yang hilang di rental komputer Aida. 
  2. Not Contigent to Performance : Pembayaran tidak tergantung pada  kinerja objek sewa. Contoh Sewa Safe Deposit Box selama 2 bulan tarif Rp 100.000,-/bulan. Setelah akad bilamana nasabah hanya mempergunakan SDB selama  1 ½ bulan, maka nasabah tetap bayar untuk sewa 2 bulan yaitu sebesar Rp 200.000,-.  
Dalam hal lain, dinyatakan bahwa ujroh akan menjadi wajib dibayar oleh musta’jir dan dapat dimiliki oleh mu’jir jika ; i) dipersyaratkan segera dibayar sebagaimana terdapat dalam kontrak, ii) menyegerakan pembayaran ujroh dengan tujuan untuk mempercepat berakhirnya akad iii) membayar atas penggunaan objek sewa secara bertahap berdasarkan waktu penggunaan.

Jika telah disepakati bahwa pembayaran sewa dikenakan setelah masa sewa berakhir maka kontrak sewa tetap sah. Kepemilikan ujroh adalah mengikuti kepemilikan manfaat objek sewa, sedang kepemilikan manfaat objek sewa mengikuti perjalanan waktu.  

Menetapkan penyerahan objek sewa dapat mengikuti perkembangan masa (waktu per waktu), namun hal tersebut sangat susah diterapkan, oleh sebab  itu ditetapkan bahwa pembayaran sewa adalah mengikuti hari atau mengikuti peringkat. Metode tersebut didasari pada dalil istihsân.[20]

2.4.9  Berakhirnya Akad Ijârah
Para ulama menyatakan bahwa akad ijârah akan berakhir apabila[21] :
  1. Obyek hilang atau musnah, seperti rumah sewaan terbakar dan lain sebagainya.
  2. Waktu perjanjian berakhir. Apabila yang disewakan itu rumah, maka rumah itu dikembalikan ke pemiliknya. Apabila yang disewa itu adalah jasa seseorang, maka ia berhak menerima upahnya.
  3. Karena pembatalan oleh kedua pihak yang berakad, sebagaimana pembatalan dalam akad jual beli.
  4. Menurut ulama Hanâfiyah berkhirnya akad ijârah karena salah satu pihak yang berakad meninggal sebab akad ijârah tidak dapat diwariskan. Sedangkan menurut jumhur ulama, akad ijârah tidak batal/berakhir dengan wafatnya salah seorang berakad, karena manfaat boleh diwariskan dan ijârah sama dengan jual-beli, yaitu mengikat kedua belah pihak yang berakad.
  5. 5.   Merujuk pada Buku 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Bab X tentang Ijarah pasal 253 dinyatakan bahwa : “Akad ijarah dapat diubah, diperpanjang, dan atau dibatalkan berdasarkan kesepakatan.”

[1] Haroen. 2000. Fiqh Muamalah.  hal 228 & Al-Zuhaili. 2002. Al-fiqh al-mu’âmalat al-mâliyah...hal. hal 72

[2] Al-Zuhaili. 2004. Al-fiqh al-islâmi ... Juz 5. hal 3802

[3] Kâmil Mûsa. 1998. Ahkâmu al-mu’âmalat. Beirut : Ar-Resalah Publisher . hal 290

[4] Haroen. 2000. Fiqh Muamalah. hal 73

[5] Al-Zuhaili. 2004. Al-fiqh al-islâmi ... Juz 5. hal 3804 & Mûsa. 1998. Ahkâmu .... hal 296

[6] Al-Zuhaili. 2004. Al-fiqh al-islâmi ... Juz 5. hal 3804

[7] Ibid

[8] Mûsa. 1998. Ahkâmu .... hal 297

[9] Al-Zuhaili. 2002. Al-fiqh al-mu’âmalat al-mâliyah... hal 72

[10] Haroen. 2000. Fiqh Muamalah. hal 231

[11] Al-Zuhaili. 2004. Al-fiqh al-islâmi ... Juz 5. hal 3806 & 3806

[12] Mûsa. 1998. Ahkâmu .... hal 300

[13] Al-Zuhaili. 2002. Al-fiqh al-mu’âmalat al-mâliyah... hal  74

[14] Al-Zuhaili. 2004. Al-fiqh al-islâmi ... Juz 5. hal 3814

[15] Mûsa. 1998. Ahkâmu .... hal 303

[16] Al-Zuhaili. 2004. Al-fiqh al-islâmi ... Juz 5. hal 3828

[17] Haroen. 2000. Fiqh Muamalah. hal 236

[18] Al-Zuhaili. 2002. Al-fiqh al-mu’âmalat al-mâliyah...Juz 5hal  75 dan Abdullah ‘Alwi Haji Hasan. 1997. Sales and Contract in Early Islamic Commercial Law. New Delhi : Nusrat Ali Nasri for Kitab Bhavan. hal 155 - 156

[19] Adiwarman Azwar Karim. 2006. Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan. Ed 3. Jakarta : Raja Grafindo Persada. hal 141

[20] Al-Zuhaili. 2004. Al-fiqh al-islâmi ... Juz 5. hal 3839-3840

[21] Ibid.  hal 3862-3863


Comments