PENGALIHAN HUTANG DARI DEBITUR LAMA KEPADA DEBITUR BARU



A.   PENDAHULUAN

      Dalam KUH Perdata, secara umum dikenal 2 macam cara untuk melakukan pengalihan suatu hutang dari debitur lama kepada debitur baru, yaitu :
1.    Pengalihan Hutang melalui cara Delegasi (pemindahan)
      Delegasi adalah cara pemindahan hutang dari debitur lama kepada debitur baru yang ditegaskan dalam suatu akta delegasi, namun pihak debitur lama masih terikat untuk menjamin pelunasan utang yang dialihkan kepada debitur baru tersebut. Sedangkan dari pihak kreditur tidak secara tegas menyatakan membebaskan pihak debitur lama dari kewajiban pembayaran hutang yang dialihkan tersebut. Pasal 1417 KUH Perdata :
Delegasi atau pemindahan, dengan mana seorang berutang memberikan kepada orang yang mengutangkan padanya seorang berutang baru mengikatkan dirinya kepada si berpiutang, tidak menerbitkan suatu pembaharuan utang, jika si berpiutang tidak secara tegas menyatakan bahwa ia bermaksud membebaskan orang berutang yang melakukan pemindahan itu, dari perikatannya.

2.    Pengalihan Hutang melalui cara Novasi (Pembaharuan Hutang)
      Novasi yang dimaksud dalam tulisan ini adalah Novasi Subyektif Pasif yang berarti pembaharuan hutang dengan melakukan pemindahan hutang dari debitur lama kepada debitur baru yang disertai dengan pernyataan pembebasan hutang yang dialihkan tersebut dari kreditur kepada debitur lama. Dalam KUH Perdata Pasal 1413 angka 2 dinyatakan :
“apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya

      Terkait dengan Perjanjian Tambahan / Perjanjian Ikutan / Perjanjian Accessoirnya yang dibuat berdasarkan Perjanjian Pokoknya, secara hukum positif bilamana dilakukan pengalihan hutang sebagaimana mekanisme di atas,maka terdapat perbedaan mengenai hapus atau tidaknya Perjanjian Tambahan / Perjanjian Ikutan / Perjanjian Accessoir yang melekat pada perjanjian pokok hutang antara kreditur dan debitur lama, dengan penjelasan sebagai berikut (dengan contoh perjanjian pengikatan jaminan) :
o   Pertama : Jika dilakukan pengalihan hutang dengan cara Delegasi, maka secara yuridis perjanjian pengikatan jaminannya masih tetap dipertahankan dan tetap mengikat para pihak yang membuat perjanjian. Hal ini berarti perjanjian pengikatan jaminannya tidak hapus karena perjanjian pokoknya tetap berlaku. Hal ini diatur dalam Pasal 1422 KUH Perdata yang menyatakan bahwa :
Apabila pembaharuan utang diterbitkan dengan penunjukan seorang berutang baru yang menggantikan orang berutang lama, maka hak-hak istimewa dan hipotik-hipotik yang dari semula mengikuti piutang, tidak berpindah atas barang-barang si berutang baru.

o   Kedua : Jika dilakukan pengalihan hutang dengan cara Novasi Subyektif Pasif, maka perjanjian pengikatan jaminannya tidak dapat dipertahankan. Hal ini berarti perjanjian pengikatan jaminannya hapus karena perjanjian pokoknya sudah tidak berlaku dengan adanya pembebasan utang dari kreditur kepada debitur lama.

      Sebagai Contoh :
       Dalam Pasal 18 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan,                diatur bahwa Hak Tanggungan menjadi hapus karena hal-hal sebagai berikut :
1)    hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
2)    dilepaskannya Hak Tanggungan oleh Pemegang Hak Tanggungan;
3) pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
4)    hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

      Dalam Pasal 25 ayat (1) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, diatur bahwa Fidusia menjadi hapus karena hal-hal sebagai berikut :
1)    hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
2)    pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia; atau
3)    musnahnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia

      Dalam Pasal 1209 KUH Perdata dinyatakan, Hipotik Hapus :
1)    karena hapusnya perikatan pokok ;
2)    karena pelepasan hipotiknya oleh si berpiutang ;
3)    Karena penetapan tingkat oleh Hakim


B.   MEKANISME PENGALIHAN HUTANG DARI DEBITUR LAMA KEPADA DEBITUR BARU
  
1.    Pengalihan Hutang Dengan Delegasi / Pemindahan
      Sesuai dengan Pasal 1417 KUH Perdata telah ditegaskan bahwa terhadap pengalihan utang yang dilakukan dari PT A (”Debitur Lama”) kepada PT B (”Debitur Baru”), selama BANK tidak secara tegas menyatakan dalam perikatannya bahwa BANK tidak membebaskan PT A dari hutang yang dialihkannya tersebut, maka tidak terjadi suatu pembaharuan utang (Novasi).

Konsekuensi Yuridis Pertama :
       Apabila pengalihan utang (baca : Delegasi) tidak menimbulkan suatu pembaharuan utang (Novasi), maka sesuai Pasal 1381 KUH Perdata terhadap Perjanjian Kredit awal (utang yang dialihkan) tidak menyebabkannya menjadi hapus / berakhir, artinya ketika suatu Perjanjian Kredit tidak hapus karena adanya suatu Delegasi / Pemindahan, maka Perjanjian Tambahan / Perjanjian Ikutan / Perjanjian Accessoirnya yang dibuat berdasarkan Perjanjian Pokoknya menjadi tidak hapus pula. Hal ini berarti, Perjanjian Tambahan / Perjanjian Ikutan / Perjanjian Accessoirnya tetap berlaku karena perjanjian pokoknya tetap berlaku.

Konsekuensi Yuridis Kedua :
      PT A tetap mempunyai kewajiban terhadap pelunasan utang yang dialihkan meskipun utang tersebut telah beralih ke PT B. Perbuatan pengalihan utang melalui Delegasi atau Pemindahan tersebut harus didudukkan dalam suatu Akta Delegasi tersendiri dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Perjanjian Kredit awalnya beserta perubahan-perubahannya.

2.    Pengalihan Hutang Dengan Pembaharuan Utang / Novasi (Subjektif Pasif)
      Berdasarkan Pasal 1413 KUH Perdata tersebut dalam angka 2, bahwa apabila terhadap pengalihan utang yang dilakukan dari PT A kepada PT B dan BANK telah secara tegas membebaskan PT A terhadap hutangnya dalam perjanjian kredit lama, maka sesuai Pasal 1381 KUH Perdata, terhadap Perjanjian Kredit lama (hutang yang dialihkan) menjadi hapus karena disebabkan adanya suatu pembaharuan utang (Novasi Subyektif Pasif), sehingga harus dibuatkan suatu Perjanjian Kredit baru sebagai Perjanjian Pokok yang baru.

Konsekuensi Yuridis Pertama :
      Dengan hapusnya Perikatan Pokok awal (Perjanjian Kredit awal), maka terhadap seluruh Perjanjian Tambahan / Perjanjian Ikutan / Perjanjian Accessoirnya menyebabkan menjadi hapus pula. Hal ini berarti perjanjian pengikatan jaminannya tidak berlaku, karena perjanjian pokoknya sudah tidak berlaku dengan adanya pembebasan hutang dari Bank kepada PT. A.

Konsekuensi Yuridis Kedua :
     Untuk setiap Pembaharuan Utang (Novasi Subyektif Pasif) harus didudukkan melalui suatu perjanjian tersendiri (Akta Novasi) dan Novasi tersebut akan menimbulkan konsekuensi hukum bahwa Perjanjian Kredit awal termasuk Perjanjian Tambahan / Perjanjian Ikutan / Perjanjian Accessoirnya akan menjadi hapus digantikan dengan Perjanjian Kredit baru.
      Berdasarkan konsekuensi di atas, maka harus dibuatkan suatu Perjanjian Kredit baru termasuk Perjanjian Tambahan / Perjanjian Ikutan / Perjanjian Accessoirnya antara BANK dengan PT B untuk menjamin pelunasan kredit tersebut. Sedangkan, PT A tidak dapat dimintakan lagi pertanggung jawaban / kewajibannya oleh BANK selaku kreditur terkait adanya pembebasan utang yang telah dialihkan kepada PT. B.

Comments

  1. akhy, perlu diperjelas lagi bagaimana novasi dalam perbankan syariah.

    persisnya adalah mengenai pemilihan akad yang tepat dalam mengambilalih akad pembiayaan eksisting

    ReplyDelete

Post a Comment