ANALISA PRODUK GADAI (RAHN) EMAS iB


Irham Fachreza Anas
Central Studies of Islamic Economics (CESIE)
BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG

      Dalam rangka mengembangkan bisnis perbankan syariah di Indonesia, para praktisi bank syariah telah melakukan berbagai upaya untuk menciptakan produk-produk baru atau bahkan melakukan adaptasi terhadap produk-produk lama (konvensional). Proses adaptasi tersebut dilakukan, mengingat ; i) fungsinya masih relevan dan dan diperlukan, nama produk lama tetap dipertahankan dengan diberi label khusus untuk membedakannya dari produk konvensional; [1] diberi kata ”iB” (baca : ai – bi). Penggunaan frase iB merupakan ketetapan dari Bank Indonesia dalam hal penamaan produk Perbankan Syariah.[2] ii) Inovasi produk pada industri keuangan tidak memiliki hak paten sehingga para praktisi secara bebas melakukan adaptasi terhadap suatu produk yang ada di perusahaan lain atau bahkan adaptasi produk yang sedang booming, tentunya adaptasi yang dilakukan tidak akan akan mungkin seratus persen menyerupai produk yang mereka tiru.
      Sejalan dengan upaya inovasi produk perbankan syariah, pada tahun 2008 Bank Indonesia telah meluncurkan Kodifikasi Produk Perbankan Syariah dengan mencantumkan sebanyak 14 produk dasar perbankan syariah lengkap dengan analisa risiko dari masing-masing produk. Selain itu, Bank Indonesia juga menerbitkan Daftar Produk Perbankan Syariah yang berjumlah 29 jenis produk.[3] Beragam jenis produk tersebut sebagian besar merupakan adaptasi dari produk pada perbankan konvesional yang sudah ada. Namun, menurut penulis terdapat 1 (satu) produk perbankan syariah yang secara genuine merupakan produk hanya bisa dipasarkan oleh Perbankan Syariah dan tidak bisa ditiru oleh Perbankan Konvensional, nama produk itu adalah Gadai iB.
       Dalam konteks produk Gadai iB di perbankan syariah - secara umum yang berkembang- hanya aset berupa emas yang dapat dijadikan objek gadai. Emas tersebut bisa meliputi : perhiasan emas, koin emas, uang emas dan emas batangan/lantakan. Oleh sebab itu, produk Gadai iB ini lebih dikenal dengan call name Gadai Emas iB.
      Gadai Emas iB di Bank Syariah secara umum menggunakan beberapa akad yaitu ; akad Qardh dalam rangka  Rahn dan akad Ijârah. Akad qardh dalam rangka rahn  adalah akad pemberian pinjaman dari bank untuk nasabah yang disertai dengan penyerahan tugas agar bank menjaga barang jaminan berupa emas yang diserahkan. Akad  ijarah digunakan untuk menarik ongkos sewa atas tempat penyimpanan & pemeliharaan jaminan emas di bank. Akad rahn sendiri dapat didefenisiskan sebagai perjanjian penyerahan barang untuk menjadi agunan dari fasilitas pembayaran yang diberikan.[4] Khusus untuk akad Qardh dalam rangka Rahn, ada juga bank syariah yang memisahkan penggunaan kedua akad ini, sehingga akad Qardh dan akad Rahn berdiri sendiri.
      Berikut data portofolio Gadai Emas iB yang dipasarkan oleh beberapa bank syariah di Indonesia ;

Bank  Mandiri Syariah
Bank Syariah Mega Indonesia
Bank Jabar Banten Syariah
Produk
BSM Gadai Emas
Gadai Syariah iB
Gadai Emas Bank Jabar Syariah
Jk. Pembiayaan
Max. 4 bulan
Max. 4 bulan
Max. 2 bulan
Portofolio (Des '09)
Rp 42.073.620.364
Rp 123.558.300.000
+ Rp 78.000.000.000

      Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik membahas lebih dalam mengenai Gadai Emas iB yang dihubungkan dengan penerapannya secara riil di salah satu Bank Syariah, yaitu Bank Pembangunan Syariah (selanjutnya disebut ‘BPS’). 

B.    PEMBATASAN MASALAH

Dalam konteks ini, penulis membatasi analisis produk Gadai Emas iB pada 3 aspek ; mekanisme, akad dan perhitungan.

C.    RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimana mekanisme Gadai Emas iB dalam prakteknya di BPS ?
2.     Apa saja bentuk akad & perhitungan Gadai Emas iB dalam prakteknya di BPS ?
3.  Apakah mekanisme, akad & perhitungan Produk Gadai Emas iB dalam prakteknya di BPS sesuai syariah ?

D.    METODE PENELITIAN

      Secara keseluruhan Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah Penelitian Lapangan, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan berbagai macam material yang ada di lapangan. Dalam hal ini, penelitian pada BPS.
      Secara keseluruhan pendekatan penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah pendekatan empiris, yaitu meneliti penerapan Gadai Emas iB secara riil di BPS.
      Sumber data yang penulis gunakan adalah Data primer yaitu adalah Buku Pedoman Perusahaan (BPP) Gadai Emas iB milik BPS dan atau literatur lain (data sekunder) yang dapat memberikan informasi tambahan pada judul yang diangkat dalam makalah ini.
      Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penulisan makalah ini adalah Studi Dokumentasi Naskah (studi pustaka), yaitu pengumpulan data dengan cara mengkaji BPP Gadai Emas iB, literatur, media cetak dan atau semua bahan tertulis lainnya, termasuk karya ilmiah yang diakses dari internet. Selain itu, untuk lebih memperkaya data, penulis juga meminta informasi (wawancara) dari Petugas BPS yang membawahi bidang pengembangan produk di BPS. Data – data yang didapatkan akan disusun ulang hingga dapat menyatu dengan teks-teks atau pembahasan makalah.
      Model analisa data pada makalah ini adalah kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan penghitungan matematis, statistik dan lain sebagainya, melainkan menggunakan penekanan ilmiah[5] atau penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi[6].
      Teknik analisa yang digunakan pada makalah ini adalah Deskriptif analisis. Deskriptif berarti teknik analisa dengan cara memberikan gambaran-gambaran umum mengenai Gadai Emas iB berserta prakteknya           di BPS untuk kemudian dianalisa aspek kesesuaian syariah dari praktek tersebut

BAB II
KAJIAN TEORITIK

A.     SEPUTAR GADAI EMAS iB
      Gadai iB merupakan produk peminjaman uang tunai dengan memanfaatkan jaminan atas suatu aset. Hanya dalam hitungan menit para nasabah sudah bisa mendapatkan uang dengan cukup menyerahkan emas, berlian, peralatan elektronik, kendaraan, dan lain - lain yang dimilikinya. Gadai iB dapat dimanfaatkan oleh nasabah yang membutuhkan dana jangka pendek dan keperluan yang mendesak. Misalnya, menjelang tahun ajaran baru, hari raya, kebutuhan modal kerja jangka pendek dan lain sebagainya.
      Namun, dalam konteks produk Gadai iB di perbankan syariah - secara umum yang berkembang- hanya aset berupa emas yang dapat dijadikan objek gadai. Emas tersebut bisa meliputi : perhiasan emas, koin emas, uang emas dan emas batangan/lantakan. Oleh sebab itu, produk Gadai iB ini lebih dikenal dengan call name Gadai Emas iB.
      Gadai Emas iB di Bank Syariah secara umum menggunakan beberapa akad yaitu ; akad Qardh dalam rangka  Rahn dan akad Ijârah. Akad qardh dalam rangka rahn  adalah akad pemberian pinjaman dari bank untuk nasabah yang disertai dengan penyerahan tugas agar bank menjaga barang jaminan berupa emas yang diserahkan. Akad  ijarah digunakan untuk menarik ongkos sewa atas tempat penyimpanan & pemeliharaan jaminan emas di bank. Akad rahn sendiri dapat didefenisiskan sebagai perjanjian penyerahan barang untuk menjadi agunan dari fasilitas pembayaran yang diberikan.[7] Khusus untuk akad Qardh dalam rangka Rahn, ada juga bank syariah yang memisahkan penggunaan kedua akad ini, sehingga akad Qardh dan akad Rahn berdiri sendiri.
      Produk Gadai Emas memiliki landasan fatwa tersendiri yaitu Fatwa DSN MUI nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang Rahn Emas. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa Rahn Emas yang diterapkan paling tidak mengacu pada Fatwa DSN-MUI tentang Akad Rahn dan Ijaroh. Gadai Emas iB sampai saat menjadi salah satu produk andalan bank syariah.
      Setidaknya terdapat 3 selling point dari Gadai Emas iB yang tidak dimiliki oleh produk pembiayaan lainnya :
o       Nilai Non-Performing Financing (NPF) atau NPL dari pembiayaan berbasis gadai emas hampir 0 % (nol persen). Hal ini disebabkan karena jaminan emas mudah dijual di pasaran (likuid).
o       Proses pelayanan produk Gadai Emas iB tergolong cepat. Mulai dari registrasi sampai kepada pencairan uang pinjaman membutuhkan waktu + 10 s/d (paling lama) 30 menit.
o   Gadai Emas iB memiliki nilai prestise tersendiri, sebab nasabah yang ingin menggadaikan emas cenderung tidak malu datang ke bank dibanding datang ke pegadaian.
B.    AKAD RAHN
      Secara etimologi rahn berarti tetap, kekal dan berkesinambungan. Rahn juga bermakna al-habsu yang berarti menahan atau jaminan[8]. Akad rahn dalam istilah terminologi positif disebut dengan barang jaminan, agunan dan runggahan. Dalam islam rahn merupakan sarana saling tolong-menolong bagi umat Islam, tanpa adanya imbalan.
      Secara terminologi Rahn adalah“Menjadikan sesuatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun sebagian dari barang tersebut” [9] Dalam Fatwa DSN MUI nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan Fatwa nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas, rahn didefenisikan dengan :“Menahan barang sebagai jaminan atas utang”.    
Menurut Jumhur Ulama rukun rahn ada empat, yaitu ; i) Pihak yang berakad : yang menggadaikan/pemberi gadai (Râhin) & yang menerima gadai (Murtahin), ii) Objek yang digadaikan (Marhun), iii) Hutang (Marhun bih) & iv) Ijab qabul (Sighat).
C.    AKAD QARD
      Secara etimologi qardh adalah al-qath’u yang berarti potongan. Potongan dalam konteks akad qardh adalah potongan yang berasal dari harta orang yang memberikan uang. Qardh juga bisa berarti salaf [10] Secara terminologi ada beberapa defenisi qardh yang dikemungkakan oleh ulama fiqh ; Ulama Hanâfiyah mendefenisikannya dengan : “Akad yang khusus mengenai penyerahan harta mitsly kepada seseorang untuk kemudian dikembalikan dengan jumlah yang sama” Harta mitsly (mâl mitsly) adalah harta yang ada jenisnya di pasaran, atau harta yang dapat ditimbang, ditakar seperti gandum, beras, kapas, dan BPSi.[11]  Merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) nomor 19/DSN-MUI/IV/2010 tentang Al-Qardh, dinyatakan qardh adalah ;“Suatu akad pinjaman kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada LKS pada waktu yang telah disepakati oleh LKS dan nasabah” atau ; “Pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan”.
      Menurut Jumhur Ulama rukun qardh ada tiga, yaitu ; i) Pihak yang berakad : Orang yang meminjam (Muqtaridh) & Orang yang memberikan pinjaman (Muqridh), ii) Barang / objek pinjaman (Qardh) & iii) Ijab qabul (Sighat).
D.    AKAD IJARAH
      Ijarah dalam bahasa Arab berarti upah, sewa, jasa, atau imbalan. Ijarah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam rangka memenuhi keperluan hidup manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak atau menjual jasa perhotelan, dan lain-lain. Secara etimoligi dapat berarti ba’i al-manfaah yang berarti pemilikan atas manfaat. [12]
      Secara terminologi ijarah adalah ”Akad terhadap manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan dengan imbalan tertentu”. Menurut Wahbah Zuhaili bahwa akad ijarah tidak berlaku pada pepohonan untuk diambil buahnya, karena buah itu sendiri adalah materi, sedangkan ijarah hanya ditujukan kepada manfaat bukan benda/barang. 
      Menurut Jumhur Ulama rukun rahn ada empat, yaitu ; i) Orang yang berakad : Penyewa (Musta’jir) dan Pemberi Sewa (Mu’jir), ii) Sewa/imbalan : Harga Sewa (Ujroh), iii) Manfaat Obyek Sewa (Ma’jur) & iv) Ijab qabul (Sighat).
BAB III
PEMBAHASAN GADAI EMAS iB BPS

A.     PROSES PENYALURAN PEMBIAYAAN
      Pada saat awal, nasabah datang ke Kantor Cabang BPS dengan membawa emas yang akan digadaikan untuk kemudian menemui Customer Service (Selanjutnya disebut ‘CS’. Kemudian nasabah akan melalui proses sebagai berikut :
-  CS memberikan penjelasan menyeluruh mengenai Gadai BPS iB kepada nasabah.
 -  Nasabah menyerahkan Foto copy identitas diri yang masih berlaku dengan menunjukkan aslinya.
-  Nasabah menyerahkan emas kepada CS. Kemudian nasabah menerima tanda serah terima emas.
- CS kemudian melakukan taksiran awal di hadapan nasabah dengan menggunakan STLE (Standar Taksiran Logam Emas) BPS. Selanjutnya CS memberitahukan nilai taksiran emas, pinjaman yang bisa diterima nasabah, rincian biaya, dan informasi lainnya.
Setelah melakukan komunikasi, nasabah mengisi formulir aplikasi permohonan gadai dan menandatanganinya. Adapun hal-hal yang menjadi penting untuk dicantumkan adalah identitas nasabah yang wajib sesuai dengan KTP yang dimilikinya.
Seluruh data yang telah diisi oleh nasabah diverifikasi oleh CS. Kemudian CS mulai melakukan pencatatan pada kolom hasil taksiran emas yang terdapat dalam formulir permohonan gadai untuk kemudian diserahkan kepada supervisor atau Pemimpin Seksi di cabang BPS tersebut.

     Setelah proses permohonan selesai maka CS akan membawa seluruh aplikasi yang telah ditandatangani nasabah berserta emas kepada Pim. Seksi. Dalam hal ini, Pim. Seksi bertindak sebagai Penaksir Madya (selanjutnya disebut ‘PM’). PM akan melakukan verifikasi ulang data-data yang ditulis oleh nasabah dalam aplikasi permohonan gadai. Setelah itu, PM melakukan verifikasi taksiran yang telah dibuat CS. Bilamana PM yakin dengan taksiran dari CS maka PM akan mengisi formulir persetujuan pembiayaan dengan menetapkan ; nilai taksiran, jumlah pinjaman maksimal dan biaya-biaya yang menjadi kewajiban nasabah. Sebaliknya, bilamana PM tidak yakin maka akan dilakukan taksiran ulang terhadap emas.
  Setelah itu, PM akan memberikan seluruh dokumen permohonan kepada Kepala Cabang untuk memperoleh persetujuan akhir. Dalam hal ini, Kepala Cabang bertindak sebagai Penaksir Utama (selanjutnya disebut ‘PU’). PU merupakan pihak yang memiliki kewenangan untuk mengesahkan kebenaran hasil taksiran dan pemutus jumlah pembiayaan yang akan diterima oleh nasabah.      
      Setelah mendapatkan keputusan dari pejabat berwenang, kemudian dokumen-dokumen pengajuan gadai dikembalikan kepada CS. Selanjutnya, CS akan menginformasikan kepada nasabah perihal persetujuan pembiayaan. Jika nasabah tidak menyetujui maka CS akan mengembalikan emas dan KTP kepada nasabah dan nasabah dapat meninggalkan BPS. Sebaliknya, jika nasabah menyetujui hasil keputusan bank, maka CS akan melakukan input data ke sistem / software apilikasi gadai untuk menerbitkan Surat Bukti Gadai Syariah ( selanjutnya disebut ‘SBGS’ ).
      Setelah SBGS dicetak, maka CS akan menandatangani SBGS. Kemudian secara pararel, CS akan meminta PM dan atau PU untuk menandatangani SBGS termasuk akad pembiayaan. Terakhir, CS akan meminta nasabah untuk menandatangani SBGS dan akad pembiayaan.
      Setelah proses pencatatan dan penandatanganan SBGS serta akad, maka CS akan menyerahkan SBGS dan formulir permohonan gadai Serta identitas nasabah ke Teller untuk realisasi pembiayaan.
      Dalam kebijakan BPS, pada awalnya realisasi pembiayaan Gadai BPS iB dapat diterima nasabah secara tunai. Saat ini, kebijakan pencairan pembiayaan Gadai BPS iB adalah pencairan dimasukkan ke Rekening Nasabah. Hal ini dimaksudkan agar terdapat bukti secara hukum positif bahwa nasabah telah menerima dana pembiayaan dari bank. Namun, untuk nasabah Gadai BPS iB yang telah menandatangani surat pernyataan tidak bersedia membuka rekening tabungan di BPS, maka dana pembiayaan gadai dapat ditarik tunai.
      Pada saat Teller menerima dokumen gadai nasabah dari CS, Teller akan melakukan verifikasi terutama pada tanda tangan persetujuan penaksir. Setelah itu, Teller akan memanggil nasabah untuk dilakukan pencairan pembiayaan. Sebelum pencairan dilakukan, Teller akan meminta nasabah untuk melakukan pembayaran biaya administrasi sesuai dengan data biaya yang tercantum dalam SBGS.
      Setelah itu, Teller akan melakukan input data transaksi serta mulai melakukan proses pecairan baik secara tunai maupun non-tunai melalui rekening, berdasarkan permohonan nasabah dan ketentuan pencairan gadai BPS. Kemudian, Teller akan memvalidasi SBGS serta mendistribusikan lampiran-lampiran dokumen SBGS kepada pihak terkait, seperti CS, nasabah dan bagian administrasi / back office.
      Proses pelunasan Gadai BPS iB dimulai dengan nasabah mendatangi kantor BPS dengan membawa SBGS asli dan KTP asli dan menemui CS.CS akan melakukan verifikasi data SBGS nasabah kemudian dilanjutkan dengan pembuatan nota pelunasan dan biaya sewa. CS akan meminta PM dan atau PU untuk melakukan tanda tangan pada nota pelunasan dan biaya sewa sebagai tanda persetujuan untuk kemudian diserahkan kepada Teller.
      Teller akan memanggil nasabah untuk melakukan pembayaran ujroh serta pengembalian dana pembiayaan. Setelah dilakukan penyetoran oleh nasabah, kemudian Teller akan memvalidasi bukti setoran nasabah untuk selanjutnya dikembalikan ke CS. Bukti pelunasan tersebut, akan diverifikasi oleh PM dan atau PU yang akan dilanjutkan dengan penyerahan emas kepada nasabah melalui CS.
B.    PROSES EKSEKUSI JAMINAN EMAS
      Apabila saat tanggal jatuh tempo pembiayaan nasabah belum melakukan pelunasan gadai maka,                 CS akan melakukan konfirmasi kepada nasabah. Konfirmasi bisa dilakukan secara lisan melalui telepon dan atau secara tulisan melalui penyampain surat pemberitahuan. Secara prosedur konfirmasi dilakukan               3 sampai dengan 4 hari sebelum tanggal jatuh tempo. Pemberitahuan yang disampaikan CS kepada nasabah meliputi ; tanggal jatuh tempo, jumlah kewajiban pelunasan pembiayaan, jumlah ujroh, kemungkinan lelang jaminan, dan informasi lainnya yang dianggap penting.
      Jika dalam waktu 4 hari sesudah tanggal jatuh tempo nasabah tidak melakukan konfirmasi, maka bank akan melakukan penjualan barang jaminan emas. Sedangkan, jika pada saat masa tenggang nasabah memutuskan tidak bisa melunasi pembiayaan dan ingin melakukan pelelangan dengan pihak yang ia pilih sendiri, maka bank akan mengakomodir hal tersebut dengan catatan bahwa proses penjualan harus dilakukan dihadapan bank.
      Sebelum dilakukan penjualan, jaminan emas akan dinilai ulang dengan harga pasar saat ini.  CS dan PM akan melakukan taksiran ulang jaminan emas dengan menggunakan harga pasar dan atau STLE saat ini. Setelah dilakukan penaksiran maka dokumen eksekusi jaminan, termasuk dokumen hasil taksiran ulang,             akan diserahkan ke PU untuk disetujui.
    Proses penjualan jaminan emas dapat dilakukan dengan sepengetahuan nasabah pemilik barang jaminan dan atau tanpa sepengetahuan nasabah setelah dilakukan pemberitahuan tanggal jatuh tempo tetapi tidak mendapat jawaban dari nasabah. Kebijakan BPS dalam hal penjualan jaminan emas adalah sebagai berikut;
o       Bank memberi kesempatan kepada nasabah untuk mencari pembeli barang dengan jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan eksekusi oleh Bank.
o       Bank mencari langsung pembeli dan langsung bertransaksi tanpa melibatkan nasabah dan berhak memilih pembeli dengan harga tertinggi serta wajar menurut bank.
o       Setelah barang jaminan berhasil dijual, nasabah berhak untuk menerima uang hasil kelebihan penjualan jaminan emas. Namun, jika hasil penjualan jaminan emas tidak dapat menutupi jumlah kewajiban yang harus dibayar nasabah, maka nasabah berkewajiban untuk membayar sejumlah sisa kekurangan tersebut.
C.    AKAD YANG DIGUNAKAN
      Akad yang digunakan pada Produk Gadai Emas iB di BPS terdiri dari 2 akad yaitu ; Akad Pinjaman Dengan Gadai (Rahn) dan Akad Sewa Tempat (Ijarah). Dalam produk ini juga dibuat perjanjian Pengalihan Hak yang akan digunakan pada saat diperlukan, yaitu saat pemilik emas menunjuk wakil penggantinya dalam rangka melakukan suatu tindakan tertentu, misalnya menebus jaminan emas, mengambil jaminan emas dan mengulang atau memperpanjang perjanjian gadai.
      Akad dibuat menyatu dengan dokumen SBGS (depan – belakang). Pada halaman depan adalah SBGS. Di halaman belakang Akad Akad Pinjaman Dengan Gadai (Rahn), Akad Sewa Tempat (Ijarah) dan (Perjanjian) Pengalihan Hak. Selain dokumen SBGS dan Akad tersebut, menurut Pejabat BPS terdapat beberapa dokumen lain yang secara hukum menjadi satu kesatuan dari pelaksanaan Gadai Emas iB di BPS, misalnya Aplikasi Permohonan Pinjaman Gadai, Formulir Persetujuan dan lain sebagainya.
D.    PERHITUNGAN GADAI EMAS iB
      Jumlah pembiayaan yang akan diterima nasabah dapat diperoleh dengan mengalikan nilai STLE dan jumlah gram emas. Kemudian, hasil dari pengkalian tersebut, dikalikan kembali dengan prosentasi 90 % (nilai maksimal), sehingga akan diperoleh nilai akhir sebesar Rp xxx. Berikut rumusan perhitungan jumlah pembiayaan yang akan diterima : Besaran pembiayaan = (STLE x Jumlah Gr Emas) x 90 %

KETERANGAN
NILAI (Rp.)
A
Taksiran Nilai Emas
Rp 424.160,- per gram
B
Emas (LM)
100 gram
C
Max Plafon
90% dari Taksiran Nilai Emas
D
Jumlah Pembiayaan [(A* B)*C]
Rp 38.174.400,-

      Biaya Administrasi yang dikenakan BPS untuk setiap pembiayaan Gadai yang diberikan kepada nasabah adalah pro rata sebesar Rp 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah) yang harus dibayar nasabah sebelum realisasi pembiayaan.
      Besaran ujroh yang harus dibayar nasabah di akhir masa pembiayaan adalah untuk emas 100 gr dengan masa pembiayaan selama 60 hari adalah Rp 1.200.000,- (Satu juta dua ratus ribu rupiah) dengan rincian sebagai berikut :

KETERANGAN
NILAI (Rp.)
A
Jangka Waktu Pembiayaan
60 hari
B
Term Pembebanan Biaya Sewa
per-10 hari
C
Jumlah Term Sewa [ A : B ]
6 term
D
Emas
100 gram
E
Biaya Sewa per-10 hari
Rp 2.000,-
F
Jumlah Biaya Sewa [(C* D)*E]
Rp 1.200.000,-

BAB IV
ANALIS GADAI EMAS iB BPS

A.     ANALISA PROSES PENYALURAN
      Penulis menyayangkan bahwa tidak terdapat informasi yang menyatakan bahwa nasabah diberitahu tentang isi pasal-pasal akad Gadai Emas iB yang akan ditandatangani oleh nasabah dalam proses penyaluran pembiayaan.
      Sebagaimana diketahui bahwa biasanya tulisan-tulisan dalam beberapa perjanjian yang ada di bank syariah dibuat dalam ukuran kecil, misalnya perjanjian pembukaan Tabungan iB, Giro iB dan lain sebagainya yang dibuat mulai dari ukuran 6 sampai dengan 10. Faktor tersebut akan mengakibatkan ketentuan-ketentuan dalam akad yang akan ditandatangani tidak akan diketahui oleh nasabah secara menyeluruh. Mengingat, waktu layanan yang diberikan oleh bank begitu cepat ditambah dengan ke-engganan atau kemalasan nasabah untuk membaca isi akad. Jika hal ini yang terjadi, maka nasabah adalah pihak yang dapat dirugikan.
      Dalam khazanah hukum Islam (syariah), bahwa akad memiliki beberapa azas, di antaranya ; kemampuan, saling menguntungkan, amanah, taisir (kemudahan), ikhtiyati (kehati-hatian), luzum (tidak berubah), taswiyah (kesetaraan), transparansi, itikad baik dan lain sebagainya. Segala usaha yang dilakukan dalam rangka memenuhi azas-azas tersebut akan berdampak pada kesempurnaan akad. Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (selanjutnya disebut ‘KHES’) Bab II tentang Asas Akad pada Pasal 21 g dinyatakan :
“Transparansi ; Setiap akad dilakukan dengan pertanggung jawaban para pihak secara terbuka.”
 
      Terkait dengan Gadai Emas iB di BPS, menurut penulis azas transparansi tidak dipenuhi oleh BPS yang dicerminkan dari tidak adanya proses pemberitahuan isi pasal-pasal yang akan di tandatangani pada saat proses penyaluran pembiayaan. Berdasarkan argumentasi ini, bahwa proses penyaluran pembiayaan Gadai iB di BPS tidak memenuhi azas transparansi sehingga tidak sesuai dengan syariah.
      BPS harus memberikan informasi tentang pasal-pasal akad Gadai Emas iB yang akan ditandatangani oleh nasabah sehingga nasabah tidak dirugikan.

B.    ANALISA PROSES EKSEKUSI JAMINAN
       Merupakan suatu kewajiban bagi setiap bank syariah untuk melakukan konfirmasi kembali kepada nasabah pada saat mendekati akhir perjanjian atau masa pembiayaan. Walaupun pada saat penandatangan akad pembiayaan nasabah telah mengetahui masa pembiayaan yang telah dinyatakan dalam dokumen akad, tidak berarti menghilangkan kewajiban bank syariah untuk melakukan pemberitahuan kembali yang bersifat mengingatkan.
      Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (selanjutnya disebut ‘KHES’) Bab XIV tentang Rahn pada Pasal 403 ayat 1 dinyatakan :“Apabila jatuh tempo, penerima gadai harus memperingatkan pemberi gadai untuk segera melunasi utangnya.” Pada Fatwa DSN MUI nomor 25DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn angka 5.a dinyatakan : “Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk segera melunasi hutangnya.”
       BPS telah melakukan pemberitahuan kepada nasabah Gadai Emas iB yang telah mendekati akhir masa pembiayaan. Secara prosedur konfirmasi dilakukan 3 sampai dengan 4 hari sebelum tanggal jatuh tempo. Oleh sebab itu, proses ini telah sesuai syariah.
      Terakhir, merujuk pada penjelasan Proses Eksekusi Jaminan, bahwa BPS memberikan kesempatan kepada nasabah untuk mencari calon pembeli emas miliknya dengan jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan eksekusi.
      Dalam khazanah hukum Islam, bahwa akad memiliki beberapa azas,  antaranya ; kemampuan, saling menguntungkan, amanah, taisir (kemudahan), ikhtiyati (kehati-hatian), luzum (tidak berubah), taswiyah (kesetaraan), transparansi, itikad baik dan lain sebagainya. Segala usaha yang dilakukan dalam rangka memenuhi azas-azas tersebut akan berdampak pada kesempurnaan akad. Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (selanjutnya disebut ‘KHES’) Bab II tentang Asas Akad pada Pasal 21 i dinyatakan :
“Taisir/ kemudahan; setiap akad dilakukan dengan cara saling memberi kemudahan kepada masing-masing pihak untuk dapat melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan.”

      Terkait dengan proses eksekusi jaminan di BPS, menurut penulis pemenuhan terhadap azas taisir (kemudahan) dicerminkan dari kesempatan yang diberikan BPS kepada nasabah untuk mencari calon pembeli emas miliknya sebagai sumber pengembalian hutang. BPS telah memberi kemudahan kepada nasabah dalam upaya penyelesaian kewajibannya sehingga nasabah bebas (leluasa) mencari pembeli yang tepat dengan harapan mendapatkan nilai maksimal dari hasil penjualan. Mengingat, bisa jadi calon pembeli yang diajukan nasabah bisa memberikan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembeli yang dicari oleh bank. Misalnya, calon pembeli dari keluarga, kerabat, teman kerja dan lain sebagainya. Berdasarkan argumentasi ini, bahwa proses eksekusi jaminan, telah memenuhi azas taisir (kemudahan) dari akad sehingga sesuai dengan syariah
C.    ANALISA AKAD YANG DIGUNAKAN
      Pertama ; Akad secara terminologi berarti “Pertalian atau perikatan antara ijab & qabul sesuai dengan kehendak syariah yang menetapkan adanya akibat hukum pada objek perikatan.” [13] Suatu akad dinyatakan sah untuk dilaksanakan apabila rukun dan syarat dari akad tersebut dipenuhi secara sempurna yang meliputi pihak yang berakad, sighat, objek akad dan tujuan dari akad. Sebagaian besar akad dalam Hukum Islam memiliki rukun dan syaratnya yang menjadi pembeda dari masing-masing akad. Rukun dan syarat akad tersebut wajib dinyatakan secara jelas dalam dokumen akad yang akan ditandatangani oleh masing-masing pihak. Sebagai contoh adalah akad jual beli tangguh yang dibuat secara tertulis. Akad ini ditujukan untuk melakukan perikatan jual-beli atas suatu barang secara tangguh. Kejelasan para pihak yang berakad dinyatakan melalui pencantuman nama dan peran masing-masing pihak, seperti Irham sebagai pembeli dan Andi sebagai penjual. Kejelasan objek akad dinyatakan melalui pencantuman spesifikasi barang yang dijual-belikan, sedangkan kejelasan sighat dinyatakan melalui pencantuman pernyataan kesepakatan antara kedua pihak yang diperkuat dengan pembubuhan tanda tangan.
      Terkait dengan Gadai Emas iB di BPS, Penggunaan call name (istilah penamaan) Akad Pinjaman Dengan Gadai (Rahn) telah mengakibatkan ketidakjelasan terhadap seluruh rukun akad. Callname tersebut dapat berarti bahwa BPS dan Nasabah terikat dalam transaksi utang piutang (pinjaman uang) beserta seluruh rukun dan syaratnya, atau bisa juga berarti keduanya terikat dalam transaksi rahn beserta seluruh rukun dan syaratnya. Selain itu, bila ditinjau dari konteks penerapan multi akad, callname yang digunakan oleh BES telah menggabungkan Akad Qardh dan Akad Rahn yang semestinya tetap dilaksanakan secara terpisah dan berdiri sendiri.
      Berdasarkan hasil analisa tersebut, menurut penulis Akad Pinjaman Dengan Gadai (Rahn) di BPS tidak sesuai Syariah. BPS harus memisahkan Akad Qardh dan Akad Rahn sehingga dapat sesuai dengan syariah.
      Kedua ; Merujuk pada dokumen Akad Sewa Tempat (Ijarah) yang dibuat oleh BPS sebagai dasar pengenaan ujroh gadai, maka dapat dilakukan pengelompokkan sebagai berikut :
Syarat Ijarah
Keterangan
Syarat Pemberi Sewa (Mu’jir)
Bank Pembangunan Syariah (BPS) berkedudukan di Jakarta, .... Untuk selanjutnya disebut sebagai “BANK”.
Syarat Penyewa (Musta’jir)
NASABAH adalah orang yang nama dan alamatnya tercantum dalam Surat Bukti Gadai Syariah ini.
Syarat Obyek Sewa (Ma’jur)
Pasal 1 & Pasal 4
Syarat Harga Sewa (Ujroh)
Pasal 1
Syarat Sighat Akad Ijarah
Atas hal tersebut di atas PARA PIHAK sepakat untuk membuat dan menandatangani Akad Sewa Tempat dengan syarat-syarat dan ketentuan sebagai berikut & Tanda Tangan Para Pihak

Rukun Ijarah
Keterangan
Pemberi Sewa (Mu’jir)
Bank Pembangunan Syariah (BPS) ...
Penyewa (Musta’jir)
NASABAH ...
Manfaat Obyek Sewa (Ma’jur)
Pasal 1 & Pasal 4
Harga Sewa (Ujroh)
Pasal 1
Sighat Akad Ijarah
Atas hal tersebut di atas PARA PIHAK sepakat untuk membuat dan menandatangani Akad Sewa Tempat ... & Tanda Tangan Para Pihak

       Secara umum konstruksi Akad Sewa Tempat (Ijarah) (selanjutnya disebut ”Akad Ijarah”) yang dibuat oleh BPS telah memenuhi syarat & rukun yang membentuk Akad Ijarah. Selanjutnya, terkait dengan isi Akad Ijarah yang dibuat oleh BES, maka terdapat 1 (satu) hal yang harus dilakukan perbaikan agar akad ijarah dapat sesuai dengan Hukum Islam dan sah untuk dilaksanakan, yaitu Penggunaan Callname Akad Sewa Tempat (Ijarah).
      Penggunaan call name (istilah penamaan) Akad Sewa Tempat (Ijarah) tidak bisa memberikan alasan kuat bagi BPS (murtahin) untuk meminta ongkos / nafqah kepada Nasabah (râhin) Gadai BES iB. Dalam kaitannya dengan produk perbankan, callname tersebut juga tidak dapat menjelaskan diferensiasi antara Produk Gadai Emas iB di BPS dengan Produk Save Deposit Box (SDB) iB yang sama-sama menyediakan tempat penyimpanan barang. Penyediaan tempat penyimpanan atas marhun, secara inheren sudah merupakan kewajiban BPS sebagai murtahin. Murtahin berkewajiban menyimpan (memberi tempat penyimpanan) marhun sebagaimana ia menyimpan hartanya sendiri. Mengingat, marhun layaknya amanah yang harus dijaga. Seperti halnya wadiah. Oleh sebab itu, menurut penulis penggunaan callname Akad Sewa Tempat (Ijarah) tidak sesuai syariah.
      Berdasarkan hasil analisa di atas, agar Akad Ijarah Gadai Emas iB di BPS dapat sesuai syariah, sebaiknya callname Akad Sewa Tempat (Ijarah) yang dibuat BPS diganti menjadi Akad Ijarah saja. Dalam Akad Ijarah tersebut juga harus dinyatakan bahwa BPS menyediakan jasa penitipan marhun, jasa pemeliharaan marhun dan jasa administrasi pembiayaan Gadai Emas iB.

D.    ANALISA PERHITUNGAN GADAI EMAS iB
      Menurut penulis perhitungan gadai yang diterapkan oleh BPS telah sesuai syariah dengan pertimbangan ; i) Biaya Administrasi yang dikenakan BPS untuk setiap pembiayaan Gadai yang diberikan kepada nasabah adalah pro rata sebesar Rp 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah) sehingga tidak terkait dengan jumlah pembiayaan (pinjaman) yang diberikan. ii) Besaran ujroh yang harus dibayar nasabah di akhir masa pembiayaan juga tidak terkait dengan jumlah pembiayaan (pinjaman) yang diberikan melainkan pada jumlah (gr) emas yang digadaikan.
      Terkaitnya jumlah pinjaman dengan besaran tarif gadai yang dikenakan kepada nasabah secara tidak langsung dapat membuat BPS mengambil tambahan keuntungan dari perjanjian utang-piutang (baca akad qardh) walaupun keuntungan tersebut diperoleh dari akad sewa yang secara hukum boleh digunakan. Artinya, bank syariah sama saja telah mengambil ribâ. Sebagaimana terdapat dalam khazanah kaidah fiqhiyyah , yaitu :
Setiap pinjaman (utang-piutang) yang mendatangkan tambahan atasnya maka (tambahan ) itulah ribâ” 
BAB V
KESIMPULAN

A.     Secara umum mekanisme Gadai Emas iB yang dijalankan di BES dapat diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) mekanisme, yaitu : Mekanisme Penyaluran Pembiayaan dan Mekanisme Eksekusi Jaminan. Mekanisme Penyaluran Pembiayaa meliputi ; permohonan, analisa, adminitrasi, realisasi & pelunasan. Sedangkan Eksekusi jaminan meliputi ; penegasan, taksasi & penjualan.
B.     Akad yang digunakan pada Produk Gadai Emas iB di BPS terdiri dari 2 akad yaitu ; Akad Pinjaman Dengan Gadai (Rahn) dan Akad Sewa Tempat (Ijarah).  
       Jumlah pembiayaan yang akan diterima nasabah dapat diperoleh dengan mengalikan nilai STLE dan jumlah gram emas. Kemudian, hasil dari pengkalian tersebut, dikalikan kembali dengan prosentasi 90 % (nilai maksimal), sehingga akan diperoleh nilai akhir sebesar Rp xxx.
      Biaya Administrasi yang dikenakan BPS untuk setiap pembiayaan Gadai yang diberikan kepada nasabah adalah pro rata sebesar Rp 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah) yang harus dibayar nasabah sebelum realisasi pembiayaan. sedangkan, besaran ujroh yang harus dibayar nasabah di akhir masa pembiayaan merupakan perkalian dari jumlah uang sewa, jumlah gram emas dan masa sewa.
C.    Penulis menyayangkan bahwa tidak terdapat informasi yang menyatakan bahwa nasabah diberitahu tentang isi pasal-pasal akad Gadai Emas iB yang akan ditandatangani oleh nasabah dalam proses penyaluran pembiayaan.
      Terkait dengan proses eksekusi jaminan, BPS telah memberi kemudahan kepada nasabah dalam upaya penyelesaian kewajibannya sehingga nasabah bebas (leluasa) mencari pembeli yang tepat dengan harapan mendapatkan nilai maksimal dari hasil penjualan. Berdasarkan argumentasi ini, bahwa proses eksekusi jaminan, telah memenuhi azas taisir (kemudahan) dari akad sehingga sesuai dengan syariah.
      Berdasarkan hasil analisa, menurut penulis Akad Pinjaman Dengan Gadai (Rahn) di BPS tidak sesuai Syariah. BPS harus memisahkan Akad Qardh dan Akad Rahn sehingga dapat sesuai dengan syariah.
       Berdasarkan hasil analisa, agar Akad Ijarah Gadai Emas iB di BPS dapat sesuai syariah, sebaiknya callname Akad Sewa Tempat (Ijarah) yang dibuat BPS diganti menjadi Akad Ijarah saja. Dalam Akad Ijarah tersebut juga harus dinyatakan bahwa BPS menyediakan jasa penitipan marhun, jasa pemeliharaan marhun dan jasa administrasi pembiayaan Gadai Emas iB.
      Menurut penulis perhitungan gadai yang diterapkan oleh BPS telah sesuai syariah dengan pertimbangan ; i) Biaya Administrasi yang dikenakan BPS untuk setiap pembiayaan Gadai yang diberikan kepada nasabah adalah pro rata sebesar Rp 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah) sehingga tidak terkait dengan jumlah pembiayaan (pinjaman) yang diberikan. ii) Besaran ujroh yang harus dibayar nasabah di akhir masa pembiayaan juga tidak terkait dengan jumlah pembiayaan (pinjaman) yang diberikan melainkan pada jumlah (gr) emas yang digadaikan.

REFERENSI :
Al-Zuhaili, Wahbah. 2004. Al-fiqh al-islâmi wa adillatuhu, Juz 4 . Damaskus : Dâr Fikr al-Mu’asir. 
Haroen, Nasroen. Fiqh Muamalah. tth.Jakarta : Gaya Media Utama.
Karim, Adiwarman Bank Islam dan Analisis dan Keuangan. 2001. Jakarta: Gema Insani Press.
Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. 1997. Bandung : PT Remaja Rosda Karya. cet. Ke-8.
Muhammad. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah. 2005. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Syamsir Salam dan Jaenal Aripin. Metodologi Penelitian Sosial. 2006. Jakarta :UIN Jakarta Press.
Sabiq, Sayyid. 2008. Fiqhus Sunnah. (Terj : Asep Sobari, Muhil Dhofir, Sofwan Abbas & Amir Hamzah), Jil. 3 . Jakarta : Al-I’tishom Cahaya Umat.
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
Hasanudin. (2009, Mei 28). Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. Ciputat. hal 1
Peraturan Bank Indonesia nomor 10/17/PBI/2008 tanggal 25 September 2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah serta Surat Edaran Bank Indonesia nomor 10/31/DPbS tanggal 7 Oktober 2010 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Bank Indonesia. 2007. Kodifikasi Produk Perbankan Syariah. Jakarta : Bank Indonesia
Sutan Remy Sjahdeini. 1999. Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia. PT. Utama Grafiti.


[1] Hasanudin. (2009, Mei 28). Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. Ciputat. hal 1
[2] Peraturan Bank Indonesia nomor 10/17/PBI/2008 tanggal 25 September 2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah serta Surat Edaran Bank Indonesia nomor 10/31/DPbS tanggal 7 Oktober 2010 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
[3] Bank Indonesia. 2007. Kodifikasi Produk Perbankan Syariah. Jakarta : Bank Indonesia.
[4] Sutan Remy Sjahdeini. 1999. Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia. PT. Utama Grafiti. hal 76
[5] Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. 1997. Bandung : PT Remaja Rosda Karya. cet. Ke-8.  h. 6
[6] Syamsir Salam dan Jaenal Aripin. Metodologi Penelitian Sosial. 2006. Jakarta : UIN Jakarta Press h. 30
[7] Sutan Remy Sjahdeini. 1999. Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia. PT. Utama Grafiti. hal 76

[8] Wahbah Al-Zuhaili. 2004. Al-fiqh al-islâmi wa adillatuhu, Juz 6. Damaskus : Dâr Fikr al-Mu’asir. hal 4207

[10] Wahbah Al-Zuhaili. 2004. Al-fiqh al-islâmi wa adillatuhu, Juz 5. Damaskus : Dâr Fikr al-Mu’asir. hal 3786
[11] Haroen. 2000. Fiqh Muamalah. hal 78,  lihat juga Al-Zuhaili. 2004. Al-fiqh al-islâmi ... Juz 5. hal  3792 & Al-Zuhaili. 2002. Al-fiqh al-mu’âmalat al-mâliyah... hal  80
[12] Haroen. 2000. Fiqh Muamalah.  hal 228 & Al-Zuhaili. 2002. Al-fiqh al-mu’âmalat al-mâliyah... hal 72
[13] Al-Zuhaili. 2004. Al-fiqh al-islâmi .... Juz 4. hal 2918

Wallahu a'lam

Comments

  1. Assalamu'alaikum Pak.
    terkait dengan artikel ini, saya ingin menanyakan masalah yang terkait dengan gadai (Rahn) emas, yaitu berkebun emas. bagaimana pendapat bapak tentang produk berkebun emas. karena sebatas pemahaman saya, disitu rawan riba (ujroh yang ditetapkan oleh bank) dan ada unsur spekulasi (menunggu harga emas naik, baru panen emas) juga praktek berkebun emas juga kurang mendukung sektor ril. bagaimana menurut pendapat bapak??

    terimakasih infonya, kalau berkenan silakan berkunjung balik. saya suka berdiskusi :)

    ReplyDelete
  2. Wa'alaikumsalam.

    Terima Kasih, Mbak Addini atas sharing pertanyaan yang disampaikan kepada saya.

    Rahn itu bukan berkebun emas. Akad Rahn itu adalah akad menahan harta atas dasar suatu utang yang diterima seseorang (baca: rahin/pemberi gadai). Utang tersebut bisa muncul dari jual-beli, sewa dan atau pinjaman (qardh).

    Dalam prakteknya di Bank Syariah Akad Rahn itu masuk ke dalam produk Gadai Emas iB atau Rahn Emas iB, yaitu suatu produk pembiayaan berbasis aset (aset based financing) dengan penjelasan sebagaimana tulisan saya di atas. Hanya saja, dalam produk tersebut Akad Rahn tidak berdiri sendiri akan tetapi ada akad lain yang juga digunakan yaitu Akad Qardh & Akad Ijarah.

    Dari Aspek Mekanisme Gadai Emas iB secara umum hampir sama dengan transaksi gadai yang dijalankan oleh Perum Pegadaian yaitu :
    i) Nasabah membawa emas yang akan digadai,
    ii) Emas ditraksir oleh petugas gadai,
    iii) Kemudian nasabah diberikan pinjaman uang sebesar Max. 90% dari nilai taksiran emas
    iv) Nasabah membayar uang penyimpanan dan pemeliharaan emas serta biaya administrasi. (klo di pegadaian konven bayar bunga pinjaman dan biaya administrasi).

    Seiring dengan perkembangan istrumen keuangan syariah melalui inovasi-inovasi serta desakan agar Bank Syariah harus tumbuh dan berkembang hingga melebihi pertumbuhan perbankan konvensional, terkait dengan Gadai Emas iB, para praktisi di Bank Syariah tidak memberikan batasan berapa maksimal jumlah pinjaman per-nasabah yang dapat diberikan. Sepanjang, nasabah tersebut mempunyai emas , maka sebanyak jumlah emas itulah nasabah dapat menerima pinjaman dari bank syariah. Bayangkan, berdasarkan informasi yang saya terima dari salah satu teman saya yang bekerja di bank syariah, “suatu hari ada nasabah yang menunggu di depan bank syariah pada pukul 07.30 WIB dengan membawa emas seberat lebih dari 3 kg.” Masya Allah, klo tu orang dapet uang dari emas tersebut, buat apaan uangnya? Masihkan untuk sekolah anak, dll?

    Nah, sekarang adalagi evolusi (inovasi) Gadai Emas iB yang dibuat oleh praktisi bank syariah, dan inilah yang saya ketahui dari salah satu tipe Berkebun Emas.
    1. Tahap 1 : Nasabah membeli emas dengan menggunakan dana pinjaman (qardh) dari bank.
    2. Tahap 2 : Emas hasil pembelian digadaikan kepada bank.
    3. Tahap 3 : Uang pinjaman dari hasil gadai sebagaimana tahap 2 dibayarkan untuk keperluan pelunasan qardh sebagaimana angka 1
    4. Tahap 4 : Pada jangka waktu tertentu nasabah melakukan pelunasan Gadai Emas iB
    (bersambung di komen kedua)

    ReplyDelete
  3. Lanjutan Komen pertama


    Menurut Saya transaksi gadai murni yang pertama menurut saya sah-sah saja dilakukan, karena memang hal tersebut bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan uang pinjaman yang cepat dengan cara menggadaikan asset berharga miliknya ke bank. Hal tersebut juga dapat mengambil pasar transaksi gadai yang selama ini dikuasi oleh perum pegadaian (yang konvensional). Artinya, masyarakat yang memang sejak awal sering berhubungan dengan traksaksi gadai konvensional akan beralih ke transaksi gadai yang lebih sesuai dengan syariah.

    Namun, yang kurang tepat adalah tidak ada kontrol dari dari otoritas tentang aturan batas maksimal pinjaman yang boleh diberikan per-nasabah serta berapa portofolio maksimal dari pembiayaan ini (Gadai Emas iB) di satu bank syariah.
    Menurut saya, aturan ini sangat penting agar bank syariah yang saat ini ada tidak terlena dengan terus memperbesar portofolio gadai yang dampaknya adalah berkurangnya “jatah” pembiayaan ke sektor riil produktif (usaha) maupun konsumer (KPR, KKB dll). Kemudian, untuk pembatasan jumlah pembiayaan per-nasabah, kebijakan ini akan meminimalisir oknum-oknum spekulan “kurang ajar” yang memanfaatkan Produk Gadai Emas iB untuk kegiatan cari untung melalui selisih kenaikan harga emas (kayak margin trading).

    Kabar Baik yang baru saya dengar dari salah satu dosen saya yang ada di DSN-MUI, menurut beliau Bank Indonesia sudah mulai membatasi Transaksi Gadai Emas iB yaitu jumlah pinjaman per-nasabah maksimal adalah Rp 100 juta (walaupun nasabah punya 10 kg emas sekalipun) dan maksimal jumlah portofolio pembiayaan dari Produk Gadai adalah (kalo tidak khilaf) 10% dari total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah tersebut.

    Saya pribadi sangat mendukung aturan ini, semoga BI tidak lengah dalam mengawasinya. Sekali lagi saya setuju adanya aturan pembatasan dalam Gadai Emas iB dan bukan pelarangan.

    Terakhir terkait dengan Produk Gadai Emas iB (yang sudah berevolusi menjadi Berkebun Emas seperti contoh kedua di atas) saya pribadi menyayangkan jika ada bank syariah yang memfasilitasi transksi ini. Produk ini jelas merupakan sasaran empuk untuk para spekulan bermain mencari untung dengan memanfaatkan bank syariah. Jika produk ini tidak dilarang, maka bank syariah yang selama ini dikampayekan sebagai Bank yang peduli dengan sektor riil akan berubah menjadi bank yang hanya memperdulikan keuntungan bisnis semata dengan tetap berstempel syariah. (na’udzubillah, jangan sampe kejadian).

    Mungkin ini yang baru dapat saya kemungkakan semoga Mbak Addini bisa mempelajari.

    Pesan saya : Gadai Emas iB di Bank Syariah jangan dilarang namun cukup dibatasi dengan aturan sebagaimana yang dijelaskan di atas.

    Nb: Mbak ajak temen2 nya untuk berkunjung ke blok saya ya……………. ha ha ha

    Wallahu ’alam bis showab

    Wasalam

    ReplyDelete

Post a Comment