Irham Fachreza Anas
Central Studies of Islamic Economics (CESIE)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam rangka mengembangkan bisnis perbankan syariah di Indonesia, para praktisi bank syariah telah
melakukan berbagai upaya untuk menciptakan produk-produk baru atau bahkan
melakukan adaptasi terhadap produk-produk lama (konvensional). Proses adaptasi
tersebut dilakukan, mengingat ; i) fungsinya
masih relevan dan dan diperlukan, nama produk lama tetap dipertahankan dengan
diberi label khusus untuk membedakannya dari produk konvensional; [1]
diberi kata ”iB” (baca : ai – bi). Penggunaan frase iB merupakan ketetapan dari Bank
Indonesia dalam hal penamaan produk Perbankan Syariah.[2]
ii) Inovasi produk pada industri keuangan tidak memiliki hak paten sehingga
para praktisi secara bebas melakukan adaptasi terhadap suatu produk yang ada di
perusahaan lain atau bahkan adaptasi produk yang sedang booming,
tentunya adaptasi yang dilakukan tidak akan akan mungkin seratus persen
menyerupai produk yang mereka tiru.
Sejalan dengan upaya inovasi produk
perbankan syariah, pada tahun 2008 Bank Indonesia telah meluncurkan Kodifikasi
Produk Perbankan Syariah dengan mencantumkan sebanyak 14 produk dasar perbankan
syariah lengkap dengan analisa risiko dari masing-masing produk. Selain itu, Bank Indonesia juga menerbitkan
Daftar Produk Perbankan Syariah yang berjumlah 29 jenis produk.[3] Beragam jenis produk
tersebut sebagian besar merupakan adaptasi dari produk pada perbankan
konvesional yang sudah ada. Namun, menurut penulis terdapat 1 (satu) produk
perbankan syariah yang secara genuine merupakan produk hanya bisa
dipasarkan oleh Perbankan Syariah dan tidak bisa ditiru oleh Perbankan
Konvensional, nama produk itu adalah Gadai iB.
Dalam konteks produk Gadai iB di
perbankan syariah - secara umum yang berkembang- hanya aset berupa emas yang
dapat dijadikan objek gadai. Emas tersebut bisa meliputi :
perhiasan emas, koin emas, uang emas dan emas batangan/lantakan. Oleh sebab
itu, produk Gadai iB ini lebih dikenal dengan call name Gadai Emas iB.
Gadai Emas iB di Bank Syariah secara umum
menggunakan beberapa akad yaitu ; akad Qardh dalam
rangka Rahn dan akad Ijârah. Akad qardh
dalam rangka rahn adalah
akad pemberian pinjaman dari bank untuk nasabah yang disertai dengan penyerahan
tugas agar bank menjaga barang jaminan berupa emas yang diserahkan. Akad ijarah digunakan untuk menarik ongkos sewa atas tempat penyimpanan
& pemeliharaan jaminan emas di bank. Akad rahn sendiri
dapat didefenisiskan sebagai perjanjian penyerahan barang untuk menjadi agunan
dari fasilitas pembayaran yang diberikan.[4]
Khusus untuk akad Qardh dalam rangka Rahn,
ada juga bank
syariah yang memisahkan penggunaan kedua akad ini, sehingga akad Qardh dan
akad Rahn berdiri sendiri.
Berikut data portofolio Gadai Emas iB
yang dipasarkan oleh beberapa bank
syariah di Indonesia ;
Bank Mandiri Syariah
|
Bank Syariah
Mega Indonesia
|
Bank Jabar
Banten Syariah
|
|
Produk
|
BSM Gadai Emas
|
Gadai Syariah
iB
|
Gadai Emas
Bank Jabar Syariah
|
Jk. Pembiayaan
|
Max. 4 bulan
|
Max. 4 bulan
|
Max. 2 bulan
|
Portofolio (Des '09)
|
Rp 42.073.620.364
|
Rp 123.558.300.000
|
+ Rp 78.000.000.000
|
Berdasarkan hal tersebut, penulis
tertarik membahas lebih dalam mengenai Gadai Emas iB yang dihubungkan
dengan penerapannya secara riil di salah satu Bank Syariah, yaitu Bank
Pembangunan Syariah (selanjutnya disebut ‘BPS’).
B. PEMBATASAN MASALAH
Dalam konteks ini, penulis membatasi
analisis produk Gadai Emas iB pada 3 aspek ; mekanisme, akad dan perhitungan.
C.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana mekanisme Gadai Emas iB dalam prakteknya di BPS
?
2. Apa saja bentuk akad & perhitungan Gadai Emas iB
dalam prakteknya di BPS ?
3. Apakah mekanisme, akad & perhitungan Produk Gadai
Emas iB dalam prakteknya di BPS sesuai syariah ?
D. METODE PENELITIAN
Secara keseluruhan Jenis penelitian yang
digunakan dalam penulisan makalah ini adalah Penelitian Lapangan, yaitu
penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan
berbagai macam material yang ada di lapangan. Dalam hal ini, penelitian pada
BPS.
Secara keseluruhan pendekatan penelitian
yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah pendekatan empiris, yaitu
meneliti penerapan Gadai Emas iB secara riil di BPS.
Sumber data yang penulis gunakan adalah
Data primer yaitu adalah Buku
Pedoman Perusahaan (BPP) Gadai Emas iB milik BPS dan atau literatur lain (data
sekunder) yang dapat memberikan informasi tambahan pada judul yang diangkat
dalam makalah ini.
Teknik pengumpulan data yang digunakan
pada penulisan makalah ini adalah Studi Dokumentasi Naskah (studi pustaka),
yaitu pengumpulan data dengan cara mengkaji BPP Gadai Emas iB, literatur, media
cetak dan atau semua bahan tertulis lainnya, termasuk karya ilmiah yang diakses
dari internet. Selain itu, untuk lebih memperkaya data, penulis juga meminta
informasi (wawancara) dari Petugas BPS yang membawahi bidang pengembangan
produk di BPS. Data – data yang didapatkan akan disusun ulang hingga dapat menyatu dengan
teks-teks atau pembahasan makalah.
Model analisa data pada makalah ini
adalah kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan penghitungan
matematis, statistik dan lain sebagainya, melainkan menggunakan penekanan
ilmiah[5] atau penelitian yang
menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan
prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi[6].
Teknik analisa yang digunakan pada
makalah ini adalah Deskriptif analisis. Deskriptif berarti teknik analisa
dengan cara memberikan gambaran-gambaran umum mengenai Gadai Emas iB berserta prakteknya di BPS untuk kemudian dianalisa aspek
kesesuaian syariah dari praktek tersebut
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A.
SEPUTAR GADAI EMAS iB
Gadai iB merupakan produk peminjaman uang
tunai dengan memanfaatkan jaminan atas suatu aset. Hanya dalam hitungan menit
para nasabah sudah bisa mendapatkan uang dengan cukup menyerahkan emas,
berlian, peralatan elektronik, kendaraan, dan lain - lain yang dimilikinya.
Gadai iB dapat dimanfaatkan oleh nasabah yang membutuhkan dana jangka pendek
dan keperluan yang mendesak. Misalnya, menjelang tahun ajaran baru, hari raya,
kebutuhan modal kerja jangka pendek dan lain sebagainya.
Namun, dalam konteks produk Gadai iB di
perbankan syariah - secara umum yang berkembang- hanya aset berupa emas yang
dapat dijadikan objek gadai. Emas tersebut bisa meliputi : perhiasan emas, koin
emas, uang emas dan emas batangan/lantakan. Oleh sebab itu, produk Gadai iB ini
lebih dikenal dengan call name Gadai Emas iB.
Gadai Emas iB di Bank Syariah secara umum
menggunakan beberapa akad yaitu ; akad Qardh dalam
rangka Rahn dan akad Ijârah. Akad qardh
dalam rangka rahn adalah
akad pemberian pinjaman dari bank untuk nasabah yang disertai dengan penyerahan
tugas agar bank menjaga barang jaminan berupa emas yang diserahkan. Akad ijarah digunakan untuk menarik ongkos sewa atas tempat penyimpanan
& pemeliharaan jaminan emas di bank. Akad rahn sendiri
dapat didefenisiskan sebagai perjanjian penyerahan barang untuk menjadi agunan
dari fasilitas pembayaran yang diberikan.[7] Khusus untuk akad Qardh dalam
rangka Rahn, ada juga bank syariah yang memisahkan penggunaan kedua akad
ini, sehingga akad Qardh dan akad Rahn berdiri
sendiri.
Produk Gadai Emas memiliki landasan fatwa
tersendiri yaitu Fatwa DSN MUI nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tanggal 28 Maret 2002
tentang Rahn Emas. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa Rahn Emas yang
diterapkan paling tidak mengacu pada Fatwa DSN-MUI tentang Akad Rahn dan
Ijaroh. Gadai Emas iB sampai saat menjadi salah satu produk andalan bank syariah.
Setidaknya terdapat 3 selling point
dari Gadai Emas iB yang tidak dimiliki oleh produk pembiayaan lainnya :
o
Nilai Non-Performing Financing (NPF) atau NPL dari pembiayaan
berbasis gadai emas hampir 0 % (nol persen). Hal ini disebabkan karena jaminan
emas mudah dijual di pasaran (likuid).
o
Proses pelayanan produk Gadai Emas iB tergolong cepat.
Mulai dari registrasi sampai kepada pencairan uang pinjaman membutuhkan waktu + 10 s/d (paling lama) 30
menit.
o Gadai Emas iB memiliki nilai prestise tersendiri,
sebab nasabah yang ingin menggadaikan emas cenderung tidak malu datang ke bank
dibanding datang ke pegadaian.
B.
AKAD RAHN
Secara
etimologi rahn berarti tetap, kekal dan berkesinambungan. Rahn juga
bermakna al-habsu yang berarti menahan atau jaminan[8]. Akad rahn
dalam istilah terminologi positif disebut dengan barang jaminan, agunan dan
runggahan. Dalam islam rahn merupakan sarana saling tolong-menolong bagi umat
Islam, tanpa adanya imbalan.
Secara terminologi Rahn
adalah“Menjadikan sesuatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang)
yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak (piutang) itu, baik seluruhnya
maupun sebagian dari barang tersebut” [9] Dalam Fatwa DSN MUI nomor
25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan Fatwa nomor 26/DSN-MUI/III/2002
tentang Rahn Emas, rahn didefenisikan dengan :“Menahan barang sebagai
jaminan atas utang”.
Menurut Jumhur Ulama rukun rahn ada empat, yaitu ; i)
Pihak yang berakad : yang menggadaikan/pemberi gadai (Râhin) & yang
menerima gadai (Murtahin), ii) Objek yang digadaikan (Marhun),
iii) Hutang (Marhun bih) & iv) Ijab
qabul (Sighat).
C.
AKAD QARD
Secara etimologi qardh
adalah al-qath’u yang berarti potongan. Potongan dalam konteks akad qardh
adalah potongan yang berasal dari harta orang yang memberikan uang. Qardh
juga bisa berarti salaf [10]
Secara terminologi ada beberapa defenisi qardh yang dikemungkakan oleh
ulama fiqh ; Ulama Hanâfiyah mendefenisikannya dengan : “Akad yang
khusus mengenai penyerahan harta mitsly kepada seseorang untuk kemudian
dikembalikan dengan jumlah yang sama” Harta mitsly (mâl mitsly) adalah
harta yang ada jenisnya di pasaran, atau harta yang dapat ditimbang, ditakar
seperti gandum, beras, kapas, dan BPSi.[11] Merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) nomor 19/DSN-MUI/IV/2010 tentang Al-Qardh,
dinyatakan qardh adalah ;“Suatu akad pinjaman kepada nasabah dengan
ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada LKS
pada waktu yang telah disepakati oleh LKS dan nasabah” atau ; “Pinjaman
yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan”.
Menurut Jumhur Ulama rukun qardh ada
tiga, yaitu ; i) Pihak yang berakad : Orang yang meminjam (Muqtaridh)
& Orang yang memberikan pinjaman (Muqridh), ii) Barang /
objek pinjaman (Qardh) & iii) Ijab qabul (Sighat).
D.
AKAD IJARAH
Ijarah dalam bahasa Arab berarti upah, sewa, jasa, atau imbalan. Ijarah
merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam rangka memenuhi keperluan hidup
manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak atau menjual jasa perhotelan, dan
lain-lain. Secara etimoligi dapat berarti ba’i al-manfaah yang berarti
pemilikan atas manfaat. [12]
Secara terminologi ijarah adalah ”Akad terhadap manfaat yang
dituju, tertentu, bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan dengan imbalan
tertentu”. Menurut Wahbah Zuhaili bahwa akad ijarah tidak berlaku
pada pepohonan untuk diambil buahnya, karena buah itu sendiri adalah materi,
sedangkan ijarah hanya ditujukan kepada manfaat bukan benda/barang.
Menurut
Jumhur Ulama rukun rahn ada empat, yaitu ; i) Orang yang berakad
: Penyewa (Musta’jir) dan Pemberi Sewa (Mu’jir), ii) Sewa/imbalan
: Harga Sewa (Ujroh), iii) Manfaat Obyek Sewa (Ma’jur)
& iv) Ijab qabul (Sighat).
BAB III
PEMBAHASAN GADAI EMAS iB BPS
A.
PROSES PENYALURAN PEMBIAYAAN
Pada saat awal, nasabah datang ke Kantor
Cabang BPS dengan membawa emas yang akan digadaikan untuk kemudian menemui
Customer Service (Selanjutnya disebut ‘CS’. Kemudian nasabah akan melalui
proses sebagai berikut :
- CS
memberikan penjelasan menyeluruh mengenai Gadai BPS iB kepada nasabah.
- Nasabah
menyerahkan Foto copy identitas diri yang masih berlaku dengan menunjukkan
aslinya.
- Nasabah
menyerahkan emas kepada CS. Kemudian nasabah menerima tanda serah terima emas.
- CS kemudian melakukan taksiran awal di hadapan nasabah
dengan menggunakan STLE (Standar Taksiran Logam Emas) BPS. Selanjutnya CS
memberitahukan nilai taksiran emas, pinjaman yang bisa diterima nasabah,
rincian biaya, dan informasi lainnya.
- Setelah melakukan komunikasi, nasabah mengisi formulir
aplikasi permohonan gadai dan menandatanganinya. Adapun hal-hal yang menjadi
penting untuk dicantumkan adalah identitas nasabah yang wajib sesuai dengan KTP
yang dimilikinya.
- Seluruh data yang telah diisi oleh nasabah diverifikasi
oleh CS. Kemudian CS
mulai melakukan pencatatan pada kolom hasil taksiran emas yang terdapat dalam
formulir permohonan gadai untuk kemudian diserahkan kepada supervisor atau Pemimpin
Seksi di cabang BPS tersebut.
Setelah proses permohonan selesai maka CS
akan membawa seluruh aplikasi yang telah ditandatangani nasabah berserta emas
kepada Pim. Seksi. Dalam hal ini, Pim. Seksi bertindak sebagai Penaksir Madya
(selanjutnya disebut ‘PM’). PM akan melakukan verifikasi ulang data-data yang
ditulis oleh nasabah dalam aplikasi permohonan gadai. Setelah itu, PM melakukan
verifikasi taksiran yang telah dibuat CS. Bilamana PM yakin dengan taksiran
dari CS maka PM akan mengisi formulir persetujuan pembiayaan dengan menetapkan
; nilai taksiran, jumlah pinjaman maksimal dan biaya-biaya yang menjadi
kewajiban nasabah. Sebaliknya, bilamana PM tidak yakin maka akan dilakukan
taksiran ulang terhadap emas.
Setelah itu, PM akan memberikan
seluruh dokumen permohonan kepada Kepala Cabang untuk memperoleh persetujuan
akhir. Dalam hal ini, Kepala Cabang bertindak sebagai Penaksir Utama
(selanjutnya disebut ‘PU’). PU merupakan pihak yang memiliki kewenangan untuk
mengesahkan kebenaran hasil taksiran dan pemutus jumlah pembiayaan yang akan
diterima oleh nasabah.
Setelah
mendapatkan keputusan dari pejabat berwenang, kemudian dokumen-dokumen
pengajuan gadai dikembalikan kepada CS. Selanjutnya, CS akan menginformasikan
kepada nasabah perihal persetujuan pembiayaan. Jika nasabah tidak menyetujui
maka CS akan mengembalikan emas dan KTP kepada nasabah dan nasabah dapat
meninggalkan BPS. Sebaliknya, jika nasabah menyetujui hasil keputusan bank,
maka CS akan melakukan input data ke sistem / software apilikasi gadai
untuk menerbitkan Surat Bukti Gadai Syariah ( selanjutnya disebut
‘SBGS’ ).
Setelah SBGS
dicetak, maka CS akan menandatangani SBGS. Kemudian secara pararel, CS akan
meminta PM dan atau PU untuk menandatangani SBGS termasuk akad pembiayaan. Terakhir,
CS akan meminta nasabah untuk menandatangani SBGS dan akad pembiayaan.
Setelah proses
pencatatan dan penandatanganan SBGS serta akad, maka CS akan menyerahkan SBGS
dan formulir permohonan gadai Serta identitas nasabah ke Teller untuk realisasi
pembiayaan.
Dalam kebijakan
BPS, pada awalnya realisasi pembiayaan Gadai BPS iB dapat diterima nasabah
secara tunai. Saat ini, kebijakan pencairan pembiayaan Gadai BPS iB
adalah pencairan dimasukkan ke Rekening Nasabah. Hal ini dimaksudkan agar terdapat bukti secara hukum positif
bahwa nasabah telah menerima dana pembiayaan dari bank. Namun, untuk nasabah
Gadai BPS iB yang telah menandatangani surat pernyataan tidak bersedia membuka
rekening tabungan di BPS, maka dana pembiayaan gadai dapat ditarik tunai.
Pada saat
Teller menerima dokumen gadai nasabah dari CS, Teller akan melakukan verifikasi
terutama pada tanda tangan persetujuan penaksir. Setelah itu, Teller akan
memanggil nasabah untuk dilakukan pencairan pembiayaan. Sebelum pencairan
dilakukan, Teller akan meminta nasabah untuk melakukan pembayaran biaya
administrasi sesuai dengan data biaya yang tercantum dalam SBGS.
Setelah itu,
Teller akan melakukan input data transaksi serta mulai melakukan proses
pecairan baik secara tunai maupun non-tunai melalui rekening, berdasarkan
permohonan nasabah dan ketentuan pencairan gadai BPS. Kemudian, Teller akan
memvalidasi SBGS serta mendistribusikan lampiran-lampiran dokumen SBGS kepada
pihak terkait, seperti CS, nasabah dan bagian administrasi / back office.
Proses pelunasan Gadai BPS iB dimulai
dengan nasabah mendatangi kantor BPS dengan membawa SBGS asli dan KTP asli dan
menemui CS.CS akan melakukan
verifikasi data SBGS nasabah kemudian dilanjutkan dengan pembuatan nota
pelunasan dan biaya sewa. CS akan meminta PM dan atau PU untuk melakukan tanda
tangan pada nota pelunasan dan biaya sewa sebagai tanda persetujuan untuk
kemudian diserahkan kepada Teller.
Teller akan memanggil nasabah untuk
melakukan pembayaran ujroh serta pengembalian dana pembiayaan. Setelah
dilakukan penyetoran oleh nasabah, kemudian Teller akan memvalidasi bukti
setoran nasabah untuk selanjutnya dikembalikan ke CS. Bukti pelunasan tersebut,
akan diverifikasi oleh PM dan atau PU yang akan dilanjutkan dengan penyerahan
emas kepada nasabah melalui CS.
B.
PROSES EKSEKUSI JAMINAN EMAS
Apabila saat tanggal jatuh tempo pembiayaan nasabah belum melakukan
pelunasan gadai maka, CS akan melakukan konfirmasi kepada nasabah. Konfirmasi bisa dilakukan
secara lisan melalui telepon dan atau secara tulisan melalui penyampain surat
pemberitahuan. Secara prosedur konfirmasi dilakukan 3 sampai dengan 4 hari sebelum
tanggal jatuh tempo. Pemberitahuan yang disampaikan CS kepada nasabah meliputi
; tanggal jatuh tempo, jumlah kewajiban pelunasan pembiayaan, jumlah ujroh,
kemungkinan lelang jaminan, dan informasi lainnya yang dianggap penting.
Jika dalam waktu 4 hari sesudah tanggal jatuh tempo nasabah tidak
melakukan konfirmasi, maka bank akan melakukan penjualan barang jaminan emas. Sedangkan,
jika pada saat masa tenggang nasabah memutuskan tidak bisa melunasi pembiayaan
dan ingin melakukan pelelangan dengan pihak yang ia pilih sendiri, maka bank
akan mengakomodir hal tersebut dengan catatan bahwa proses penjualan harus
dilakukan dihadapan bank.
Sebelum dilakukan penjualan, jaminan emas akan dinilai ulang dengan
harga pasar saat ini. CS dan PM akan melakukan
taksiran ulang jaminan emas dengan menggunakan harga pasar dan atau STLE saat
ini. Setelah dilakukan penaksiran maka dokumen eksekusi jaminan, termasuk dokumen
hasil taksiran ulang, akan
diserahkan ke PU untuk disetujui.
Proses penjualan jaminan emas dapat
dilakukan dengan sepengetahuan nasabah pemilik barang jaminan dan atau tanpa
sepengetahuan nasabah setelah dilakukan pemberitahuan tanggal jatuh tempo
tetapi tidak mendapat jawaban dari nasabah. Kebijakan BPS dalam hal penjualan
jaminan emas adalah sebagai berikut;
o
Bank memberi kesempatan kepada nasabah untuk mencari
pembeli barang dengan jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) hari sebelum
pelaksanaan eksekusi oleh Bank.
o
Bank mencari langsung pembeli dan langsung bertransaksi
tanpa melibatkan nasabah dan berhak memilih pembeli dengan harga tertinggi
serta wajar menurut bank.
o
Setelah barang jaminan berhasil dijual, nasabah berhak
untuk menerima uang hasil kelebihan penjualan jaminan emas. Namun, jika hasil
penjualan jaminan emas tidak dapat menutupi jumlah kewajiban yang harus dibayar
nasabah, maka nasabah berkewajiban untuk membayar sejumlah sisa kekurangan
tersebut.
C.
AKAD YANG DIGUNAKAN
Akad yang digunakan pada Produk Gadai
Emas iB di BPS terdiri dari 2 akad yaitu ; Akad Pinjaman Dengan Gadai (Rahn) dan Akad Sewa Tempat
(Ijarah). Dalam
produk ini juga dibuat perjanjian Pengalihan Hak yang akan digunakan pada saat
diperlukan, yaitu saat pemilik emas menunjuk wakil penggantinya dalam rangka
melakukan suatu tindakan tertentu, misalnya menebus jaminan emas, mengambil
jaminan emas dan mengulang atau memperpanjang perjanjian gadai.
Akad dibuat menyatu dengan dokumen SBGS (depan –
belakang). Pada halaman
depan adalah SBGS. Di halaman belakang Akad Akad Pinjaman Dengan Gadai (Rahn),
Akad Sewa Tempat (Ijarah) dan (Perjanjian) Pengalihan Hak. Selain dokumen SBGS
dan Akad tersebut, menurut Pejabat BPS terdapat beberapa dokumen lain yang
secara hukum menjadi satu kesatuan dari pelaksanaan Gadai Emas iB di BPS,
misalnya Aplikasi Permohonan Pinjaman Gadai, Formulir Persetujuan dan lain
sebagainya.
D.
PERHITUNGAN GADAI EMAS iB
Jumlah pembiayaan
yang akan diterima nasabah dapat diperoleh dengan mengalikan nilai STLE dan
jumlah gram emas. Kemudian, hasil dari pengkalian tersebut, dikalikan kembali
dengan prosentasi 90 % (nilai maksimal), sehingga akan diperoleh nilai akhir sebesar
Rp xxx. Berikut rumusan perhitungan jumlah pembiayaan yang akan diterima : Besaran
pembiayaan = (STLE x Jumlah Gr Emas) x 90 %
KETERANGAN
|
NILAI
(Rp.)
|
|
A
|
Taksiran Nilai
Emas
|
Rp
424.160,- per gram
|
B
|
Emas (LM)
|
100
gram
|
C
|
Max Plafon
|
90%
dari Taksiran Nilai Emas
|
D
|
Jumlah Pembiayaan
[(A* B)*C]
|
Rp
38.174.400,-
|
Biaya
Administrasi yang dikenakan BPS untuk setiap pembiayaan Gadai yang diberikan
kepada nasabah adalah pro rata sebesar Rp 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah) yang
harus dibayar nasabah sebelum realisasi pembiayaan.
Besaran ujroh
yang harus dibayar nasabah di akhir masa pembiayaan adalah untuk emas 100 gr
dengan masa pembiayaan selama 60 hari adalah Rp 1.200.000,- (Satu juta dua
ratus ribu rupiah) dengan rincian sebagai berikut :
KETERANGAN
|
NILAI
(Rp.)
|
|
A
|
Jangka Waktu
Pembiayaan
|
60
hari
|
B
|
Term Pembebanan
Biaya Sewa
|
per-10
hari
|
C
|
Jumlah Term Sewa
[ A : B ]
|
6 term
|
D
|
Emas
|
100
gram
|
E
|
Biaya Sewa per-10
hari
|
Rp
2.000,-
|
F
|
Jumlah Biaya Sewa
[(C* D)*E]
|
Rp 1.200.000,-
|
BAB IV
ANALIS GADAI EMAS iB BPS
A.
ANALISA PROSES PENYALURAN
Penulis menyayangkan bahwa tidak terdapat
informasi yang menyatakan bahwa nasabah diberitahu tentang isi pasal-pasal akad
Gadai Emas iB yang akan ditandatangani oleh nasabah dalam proses penyaluran
pembiayaan.
Sebagaimana diketahui bahwa biasanya
tulisan-tulisan dalam beberapa perjanjian yang ada di bank syariah dibuat dalam
ukuran kecil, misalnya perjanjian pembukaan Tabungan iB, Giro iB dan lain
sebagainya yang dibuat mulai dari ukuran 6 sampai dengan 10. Faktor tersebut
akan mengakibatkan ketentuan-ketentuan dalam akad yang akan ditandatangani
tidak akan diketahui oleh nasabah secara menyeluruh. Mengingat, waktu layanan
yang diberikan oleh bank begitu cepat ditambah dengan ke-engganan atau
kemalasan nasabah untuk membaca isi akad. Jika hal ini yang terjadi, maka
nasabah adalah pihak yang dapat dirugikan.
Dalam khazanah hukum Islam (syariah),
bahwa akad memiliki beberapa azas, di antaranya ; kemampuan, saling
menguntungkan, amanah, taisir (kemudahan), ikhtiyati
(kehati-hatian), luzum (tidak berubah), taswiyah (kesetaraan),
transparansi, itikad baik dan lain sebagainya. Segala usaha yang dilakukan
dalam rangka memenuhi azas-azas tersebut akan berdampak pada kesempurnaan akad.
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (selanjutnya disebut ‘KHES’) Bab II
tentang Asas Akad pada Pasal 21 g dinyatakan :
“Transparansi ; Setiap akad
dilakukan dengan pertanggung jawaban para pihak secara terbuka.”
Terkait dengan Gadai Emas iB di BPS,
menurut penulis azas transparansi tidak dipenuhi oleh BPS yang dicerminkan dari
tidak adanya proses pemberitahuan isi pasal-pasal yang akan di tandatangani pada
saat proses penyaluran pembiayaan. Berdasarkan argumentasi ini, bahwa proses
penyaluran pembiayaan Gadai iB di BPS tidak memenuhi azas transparansi sehingga
tidak sesuai dengan syariah.
BPS harus memberikan informasi tentang
pasal-pasal akad Gadai Emas iB yang akan ditandatangani oleh nasabah sehingga
nasabah tidak dirugikan.
B.
ANALISA PROSES EKSEKUSI JAMINAN
Merupakan suatu kewajiban bagi setiap
bank syariah untuk melakukan konfirmasi kembali kepada nasabah pada saat
mendekati akhir perjanjian atau masa pembiayaan. Walaupun pada saat
penandatangan akad pembiayaan nasabah telah mengetahui masa pembiayaan yang
telah dinyatakan dalam dokumen akad, tidak berarti menghilangkan kewajiban bank
syariah untuk melakukan pemberitahuan kembali yang bersifat mengingatkan.
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
(selanjutnya disebut ‘KHES’) Bab XIV tentang Rahn pada Pasal 403 ayat 1
dinyatakan :“Apabila jatuh tempo, penerima gadai harus memperingatkan
pemberi gadai untuk segera melunasi utangnya.” Pada Fatwa DSN MUI nomor
25DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn angka 5.a dinyatakan : “Apabila jatuh tempo, Murtahin harus
memperingatkan Rahin untuk segera melunasi hutangnya.”
BPS telah melakukan pemberitahuan kepada
nasabah Gadai Emas iB yang telah mendekati akhir masa pembiayaan. Secara prosedur konfirmasi dilakukan 3 sampai dengan 4 hari sebelum tanggal
jatuh tempo. Oleh sebab itu, proses ini telah sesuai syariah.
Terakhir, merujuk pada penjelasan Proses Eksekusi Jaminan, bahwa BPS
memberikan kesempatan kepada nasabah untuk mencari calon pembeli emas miliknya
dengan jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan
eksekusi.
Dalam khazanah hukum Islam, bahwa akad
memiliki beberapa azas, antaranya ; kemampuan, saling
menguntungkan, amanah, taisir (kemudahan), ikhtiyati
(kehati-hatian), luzum (tidak berubah), taswiyah (kesetaraan),
transparansi, itikad baik dan lain sebagainya. Segala usaha yang dilakukan
dalam rangka memenuhi azas-azas tersebut akan berdampak pada kesempurnaan akad.
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (selanjutnya disebut ‘KHES’) Bab II
tentang Asas Akad pada Pasal 21 i dinyatakan :
“Taisir/ kemudahan; setiap akad dilakukan
dengan cara saling memberi kemudahan kepada masing-masing pihak untuk dapat
melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan.”
Terkait
dengan proses eksekusi jaminan di BPS, menurut penulis pemenuhan terhadap azas taisir
(kemudahan) dicerminkan dari kesempatan yang diberikan BPS kepada nasabah untuk
mencari calon pembeli emas miliknya sebagai sumber pengembalian hutang. BPS
telah memberi kemudahan kepada nasabah dalam upaya penyelesaian kewajibannya
sehingga nasabah bebas (leluasa) mencari pembeli yang tepat dengan harapan
mendapatkan nilai maksimal dari hasil penjualan. Mengingat, bisa jadi calon
pembeli yang diajukan nasabah bisa memberikan harga yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pembeli yang dicari oleh bank. Misalnya, calon pembeli dari
keluarga, kerabat, teman kerja dan lain sebagainya. Berdasarkan argumentasi
ini, bahwa proses eksekusi jaminan, telah memenuhi azas taisir
(kemudahan) dari akad sehingga sesuai dengan syariah
C.
ANALISA AKAD YANG DIGUNAKAN
Pertama ; Akad secara terminologi berarti
“Pertalian atau perikatan antara ijab & qabul sesuai dengan kehendak
syariah yang menetapkan adanya akibat hukum pada objek perikatan.” [13] Suatu
akad dinyatakan sah untuk dilaksanakan apabila rukun dan syarat dari akad
tersebut dipenuhi secara sempurna yang meliputi pihak yang berakad, sighat,
objek akad dan tujuan dari akad. Sebagaian besar akad dalam Hukum Islam
memiliki rukun dan syaratnya yang menjadi pembeda dari masing-masing akad.
Rukun dan syarat akad tersebut wajib dinyatakan secara jelas dalam dokumen akad
yang akan ditandatangani oleh masing-masing pihak. Sebagai contoh adalah akad
jual beli tangguh yang dibuat secara tertulis. Akad ini ditujukan untuk
melakukan perikatan jual-beli atas suatu barang secara tangguh. Kejelasan para
pihak yang berakad dinyatakan melalui pencantuman nama dan peran masing-masing
pihak, seperti Irham sebagai pembeli dan Andi sebagai penjual. Kejelasan objek
akad dinyatakan melalui pencantuman spesifikasi barang yang dijual-belikan,
sedangkan kejelasan sighat dinyatakan melalui pencantuman pernyataan
kesepakatan antara kedua pihak yang diperkuat dengan pembubuhan tanda tangan.
Terkait dengan Gadai Emas iB di BPS,
Penggunaan call name (istilah penamaan) Akad Pinjaman Dengan Gadai
(Rahn) telah mengakibatkan ketidakjelasan terhadap seluruh rukun akad. Callname
tersebut dapat berarti bahwa BPS dan Nasabah terikat dalam transaksi utang
piutang (pinjaman uang) beserta seluruh rukun dan syaratnya, atau bisa juga
berarti keduanya terikat dalam transaksi rahn beserta seluruh rukun dan
syaratnya. Selain itu, bila ditinjau dari konteks penerapan multi akad, callname
yang digunakan oleh BES telah menggabungkan Akad Qardh dan Akad Rahn yang
semestinya tetap dilaksanakan secara terpisah dan berdiri sendiri.
Berdasarkan hasil analisa tersebut, menurut penulis Akad
Pinjaman Dengan Gadai (Rahn) di BPS tidak sesuai Syariah. BPS harus memisahkan
Akad Qardh dan Akad Rahn sehingga dapat sesuai dengan syariah.
Kedua ; Merujuk pada dokumen Akad Sewa
Tempat (Ijarah) yang dibuat oleh BPS sebagai dasar pengenaan ujroh gadai, maka
dapat dilakukan pengelompokkan sebagai berikut :
Syarat Ijarah
|
Keterangan
|
Syarat Pemberi Sewa (Mu’jir)
|
Bank
Pembangunan Syariah (BPS) berkedudukan di Jakarta, .... Untuk selanjutnya disebut sebagai
“BANK”.
|
Syarat Penyewa (Musta’jir)
|
NASABAH
adalah orang yang nama dan alamatnya tercantum dalam Surat Bukti Gadai
Syariah ini.
|
Syarat Obyek Sewa (Ma’jur)
|
Pasal 1 & Pasal 4
|
Syarat Harga Sewa (Ujroh)
|
Pasal 1
|
Syarat Sighat Akad Ijarah
|
Atas hal tersebut di atas PARA PIHAK sepakat untuk
membuat dan menandatangani Akad Sewa Tempat dengan syarat-syarat dan
ketentuan sebagai berikut & Tanda Tangan Para Pihak
|
Rukun Ijarah
|
Keterangan
|
Pemberi Sewa (Mu’jir)
|
Bank Pembangunan
Syariah (BPS) ...
|
Penyewa (Musta’jir)
|
NASABAH
...
|
Manfaat Obyek Sewa (Ma’jur)
|
Pasal 1 & Pasal 4
|
Harga Sewa (Ujroh)
|
Pasal 1
|
Sighat Akad Ijarah
|
Atas hal tersebut di atas PARA PIHAK sepakat untuk
membuat dan menandatangani Akad Sewa Tempat ... & Tanda Tangan Para Pihak
|
Secara umum konstruksi Akad Sewa Tempat
(Ijarah) (selanjutnya disebut ”Akad Ijarah”) yang dibuat oleh BPS telah memenuhi syarat & rukun
yang membentuk Akad Ijarah. Selanjutnya, terkait dengan isi Akad Ijarah yang
dibuat oleh BES, maka terdapat 1 (satu) hal yang harus dilakukan perbaikan agar
akad ijarah dapat sesuai dengan Hukum Islam dan sah untuk dilaksanakan, yaitu Penggunaan
Callname Akad Sewa Tempat (Ijarah).
Penggunaan call name (istilah
penamaan) Akad Sewa Tempat (Ijarah) tidak bisa memberikan alasan kuat bagi BPS
(murtahin) untuk meminta ongkos / nafqah kepada Nasabah (râhin)
Gadai BES iB. Dalam kaitannya dengan produk perbankan, callname tersebut
juga tidak dapat menjelaskan diferensiasi antara Produk Gadai Emas iB di BPS dengan
Produk Save Deposit Box (SDB) iB yang sama-sama menyediakan tempat penyimpanan
barang. Penyediaan tempat penyimpanan atas marhun, secara inheren
sudah merupakan kewajiban BPS sebagai murtahin. Murtahin
berkewajiban menyimpan (memberi tempat penyimpanan) marhun sebagaimana
ia menyimpan hartanya sendiri. Mengingat,
marhun layaknya amanah yang harus dijaga. Seperti halnya wadiah. Oleh sebab itu, menurut
penulis penggunaan callname Akad Sewa Tempat (Ijarah) tidak sesuai syariah.
Berdasarkan hasil analisa di atas, agar
Akad Ijarah Gadai Emas iB di BPS dapat sesuai syariah, sebaiknya callname
Akad Sewa Tempat (Ijarah) yang dibuat BPS diganti menjadi Akad Ijarah saja.
Dalam Akad Ijarah tersebut juga harus dinyatakan bahwa BPS menyediakan jasa
penitipan marhun, jasa pemeliharaan marhun dan jasa administrasi pembiayaan
Gadai Emas iB.
D.
ANALISA PERHITUNGAN GADAI EMAS iB
Menurut penulis perhitungan gadai yang diterapkan oleh
BPS telah sesuai syariah dengan pertimbangan ; i) Biaya Administrasi yang
dikenakan BPS untuk setiap pembiayaan Gadai yang diberikan kepada nasabah
adalah pro rata sebesar Rp 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah) sehingga tidak
terkait dengan jumlah pembiayaan (pinjaman) yang diberikan. ii) Besaran ujroh
yang harus dibayar nasabah di akhir masa pembiayaan juga tidak terkait dengan
jumlah pembiayaan (pinjaman) yang diberikan melainkan pada jumlah (gr) emas
yang digadaikan.
Terkaitnya jumlah pinjaman dengan besaran
tarif gadai yang dikenakan kepada nasabah secara tidak langsung dapat membuat
BPS mengambil tambahan keuntungan dari perjanjian utang-piutang (baca akad qardh)
walaupun keuntungan tersebut diperoleh dari akad sewa yang secara hukum boleh
digunakan. Artinya, bank syariah sama saja telah mengambil ribâ.
Sebagaimana terdapat dalam khazanah kaidah fiqhiyyah , yaitu :
“ Setiap pinjaman (utang-piutang) yang mendatangkan
tambahan atasnya maka (tambahan ) itulah ribâ”
|
BAB V
KESIMPULAN
A.
Secara umum mekanisme Gadai Emas iB yang dijalankan di BES dapat
diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) mekanisme, yaitu : Mekanisme Penyaluran
Pembiayaan dan Mekanisme Eksekusi Jaminan. Mekanisme Penyaluran Pembiayaa
meliputi ; permohonan, analisa, adminitrasi, realisasi & pelunasan.
Sedangkan Eksekusi jaminan meliputi ; penegasan, taksasi & penjualan.
B.
Akad yang digunakan pada Produk Gadai Emas iB di BPS terdiri dari 2
akad yaitu ; Akad Pinjaman
Dengan Gadai (Rahn) dan Akad Sewa Tempat (Ijarah).
Jumlah pembiayaan yang akan diterima
nasabah dapat diperoleh dengan mengalikan nilai STLE dan jumlah gram emas.
Kemudian, hasil dari pengkalian tersebut, dikalikan kembali dengan prosentasi
90 % (nilai maksimal), sehingga akan diperoleh nilai akhir sebesar Rp xxx.
Biaya Administrasi yang dikenakan BPS
untuk setiap pembiayaan Gadai yang diberikan kepada nasabah adalah pro rata
sebesar Rp 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah) yang harus dibayar nasabah sebelum
realisasi pembiayaan. sedangkan, besaran ujroh yang harus dibayar
nasabah di akhir masa pembiayaan merupakan perkalian dari jumlah uang sewa,
jumlah gram emas dan masa sewa.
C.
Penulis menyayangkan bahwa tidak terdapat informasi yang menyatakan
bahwa nasabah diberitahu tentang isi pasal-pasal akad Gadai Emas iB yang akan
ditandatangani oleh nasabah dalam proses penyaluran pembiayaan.
Terkait dengan proses eksekusi jaminan, BPS
telah memberi kemudahan kepada nasabah dalam upaya penyelesaian kewajibannya
sehingga nasabah bebas (leluasa) mencari pembeli yang tepat dengan harapan
mendapatkan nilai maksimal dari hasil penjualan. Berdasarkan argumentasi ini,
bahwa proses eksekusi jaminan, telah memenuhi azas taisir (kemudahan)
dari akad sehingga sesuai dengan syariah.
Berdasarkan hasil analisa, menurut
penulis Akad Pinjaman Dengan Gadai (Rahn) di BPS tidak sesuai Syariah. BPS harus memisahkan Akad Qardh dan Akad Rahn sehingga dapat
sesuai dengan syariah.
Berdasarkan hasil analisa, agar Akad
Ijarah Gadai Emas iB di BPS dapat sesuai syariah, sebaiknya callname
Akad Sewa Tempat (Ijarah) yang dibuat BPS diganti menjadi Akad Ijarah saja.
Dalam Akad Ijarah tersebut juga harus dinyatakan bahwa BPS menyediakan jasa
penitipan marhun, jasa pemeliharaan marhun dan jasa administrasi pembiayaan
Gadai Emas iB.
Menurut penulis perhitungan gadai yang diterapkan
oleh BPS telah sesuai syariah dengan pertimbangan ; i) Biaya Administrasi yang
dikenakan BPS untuk setiap pembiayaan Gadai yang diberikan kepada nasabah
adalah pro rata sebesar Rp 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah) sehingga tidak
terkait dengan jumlah pembiayaan (pinjaman) yang diberikan. ii) Besaran ujroh
yang harus dibayar nasabah di akhir masa pembiayaan juga tidak terkait dengan
jumlah pembiayaan (pinjaman) yang diberikan melainkan pada jumlah (gr) emas
yang digadaikan.
REFERENSI :
Al-Zuhaili,
Wahbah. 2004. Al-fiqh al-islâmi wa adillatuhu, Juz 4 . Damaskus :
Dâr Fikr al-Mu’asir.
Haroen, Nasroen. Fiqh Muamalah. tth.Jakarta
: Gaya Media Utama.
Karim, Adiwarman Bank
Islam dan Analisis dan Keuangan. 2001. Jakarta: Gema
Insani Press.
Moleong,
Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. 1997. Bandung :
PT Remaja Rosda Karya. cet. Ke-8.
Muhammad.
Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah. 2005. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Syamsir
Salam dan Jaenal Aripin. Metodologi Penelitian Sosial. 2006.
Jakarta :UIN Jakarta Press.
Sabiq, Sayyid.
2008. Fiqhus Sunnah. (Terj : Asep Sobari, Muhil Dhofir, Sofwan Abbas
& Amir Hamzah), Jil. 3 . Jakarta : Al-I’tishom Cahaya Umat.
Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah
Hasanudin.
(2009, Mei 28). Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada Lembaga
Keuangan Syariah di Indonesia. Ciputat. hal 1
Peraturan
Bank Indonesia nomor 10/17/PBI/2008 tanggal 25 September 2008 tentang Produk
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah serta Surat Edaran Bank Indonesia nomor
10/31/DPbS tanggal 7 Oktober 2010 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah.
Bank Indonesia. 2007. Kodifikasi
Produk Perbankan Syariah. Jakarta : Bank Indonesia
Sutan Remy
Sjahdeini. 1999. Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan
Indonesia. PT. Utama Grafiti.
[1] Hasanudin. (2009, Mei 28). Multi Akad Dalam Transaksi
Syariah Kontemporer Pada Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. Ciputat. hal 1
[2] Peraturan Bank Indonesia
nomor 10/17/PBI/2008 tanggal 25 September 2008 tentang Produk Bank Syariah dan
Unit Usaha Syariah serta Surat Edaran Bank Indonesia nomor 10/31/DPbS tanggal 7
Oktober 2010 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
[3] Bank Indonesia. 2007. Kodifikasi
Produk Perbankan Syariah. Jakarta : Bank Indonesia.
[4] Sutan Remy Sjahdeini. 1999. Perbankan
Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia. PT. Utama Grafiti. hal 76
[5] Lexy Moleong, Metodologi Penelitian
Kualitatif. 1997. Bandung : PT Remaja Rosda Karya. cet. Ke-8. h. 6
[6] Syamsir Salam dan Jaenal Aripin. Metodologi
Penelitian Sosial. 2006. Jakarta : UIN Jakarta Press h. 30
[7] Sutan Remy Sjahdeini. 1999. Perbankan
Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia. PT. Utama Grafiti. hal 76
[8] Wahbah Al-Zuhaili. 2004. Al-fiqh
al-islâmi wa adillatuhu, Juz 6. Damaskus : Dâr Fikr al-Mu’asir. hal 4207
[10] Wahbah Al-Zuhaili. 2004. Al-fiqh
al-islâmi wa adillatuhu, Juz 5. Damaskus : Dâr Fikr al-Mu’asir.
hal 3786
[11] Haroen. 2000. Fiqh Muamalah. hal
78, lihat juga Al-Zuhaili. 2004. Al-fiqh al-islâmi ... Juz
5. hal 3792
& Al-Zuhaili. 2002. Al-fiqh al-mu’âmalat al-mâliyah... hal 80
[12] Haroen. 2000. Fiqh Muamalah. hal 228 & Al-Zuhaili. 2002. Al-fiqh al-mu’âmalat al-mâliyah... hal 72
Assalamu'alaikum Pak.
ReplyDeleteterkait dengan artikel ini, saya ingin menanyakan masalah yang terkait dengan gadai (Rahn) emas, yaitu berkebun emas. bagaimana pendapat bapak tentang produk berkebun emas. karena sebatas pemahaman saya, disitu rawan riba (ujroh yang ditetapkan oleh bank) dan ada unsur spekulasi (menunggu harga emas naik, baru panen emas) juga praktek berkebun emas juga kurang mendukung sektor ril. bagaimana menurut pendapat bapak??
terimakasih infonya, kalau berkenan silakan berkunjung balik. saya suka berdiskusi :)
Wa'alaikumsalam.
ReplyDeleteTerima Kasih, Mbak Addini atas sharing pertanyaan yang disampaikan kepada saya.
Rahn itu bukan berkebun emas. Akad Rahn itu adalah akad menahan harta atas dasar suatu utang yang diterima seseorang (baca: rahin/pemberi gadai). Utang tersebut bisa muncul dari jual-beli, sewa dan atau pinjaman (qardh).
Dalam prakteknya di Bank Syariah Akad Rahn itu masuk ke dalam produk Gadai Emas iB atau Rahn Emas iB, yaitu suatu produk pembiayaan berbasis aset (aset based financing) dengan penjelasan sebagaimana tulisan saya di atas. Hanya saja, dalam produk tersebut Akad Rahn tidak berdiri sendiri akan tetapi ada akad lain yang juga digunakan yaitu Akad Qardh & Akad Ijarah.
Dari Aspek Mekanisme Gadai Emas iB secara umum hampir sama dengan transaksi gadai yang dijalankan oleh Perum Pegadaian yaitu :
i) Nasabah membawa emas yang akan digadai,
ii) Emas ditraksir oleh petugas gadai,
iii) Kemudian nasabah diberikan pinjaman uang sebesar Max. 90% dari nilai taksiran emas
iv) Nasabah membayar uang penyimpanan dan pemeliharaan emas serta biaya administrasi. (klo di pegadaian konven bayar bunga pinjaman dan biaya administrasi).
Seiring dengan perkembangan istrumen keuangan syariah melalui inovasi-inovasi serta desakan agar Bank Syariah harus tumbuh dan berkembang hingga melebihi pertumbuhan perbankan konvensional, terkait dengan Gadai Emas iB, para praktisi di Bank Syariah tidak memberikan batasan berapa maksimal jumlah pinjaman per-nasabah yang dapat diberikan. Sepanjang, nasabah tersebut mempunyai emas , maka sebanyak jumlah emas itulah nasabah dapat menerima pinjaman dari bank syariah. Bayangkan, berdasarkan informasi yang saya terima dari salah satu teman saya yang bekerja di bank syariah, “suatu hari ada nasabah yang menunggu di depan bank syariah pada pukul 07.30 WIB dengan membawa emas seberat lebih dari 3 kg.” Masya Allah, klo tu orang dapet uang dari emas tersebut, buat apaan uangnya? Masihkan untuk sekolah anak, dll?
Nah, sekarang adalagi evolusi (inovasi) Gadai Emas iB yang dibuat oleh praktisi bank syariah, dan inilah yang saya ketahui dari salah satu tipe Berkebun Emas.
1. Tahap 1 : Nasabah membeli emas dengan menggunakan dana pinjaman (qardh) dari bank.
2. Tahap 2 : Emas hasil pembelian digadaikan kepada bank.
3. Tahap 3 : Uang pinjaman dari hasil gadai sebagaimana tahap 2 dibayarkan untuk keperluan pelunasan qardh sebagaimana angka 1
4. Tahap 4 : Pada jangka waktu tertentu nasabah melakukan pelunasan Gadai Emas iB
(bersambung di komen kedua)
Lanjutan Komen pertama
ReplyDeleteMenurut Saya transaksi gadai murni yang pertama menurut saya sah-sah saja dilakukan, karena memang hal tersebut bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan uang pinjaman yang cepat dengan cara menggadaikan asset berharga miliknya ke bank. Hal tersebut juga dapat mengambil pasar transaksi gadai yang selama ini dikuasi oleh perum pegadaian (yang konvensional). Artinya, masyarakat yang memang sejak awal sering berhubungan dengan traksaksi gadai konvensional akan beralih ke transaksi gadai yang lebih sesuai dengan syariah.
Namun, yang kurang tepat adalah tidak ada kontrol dari dari otoritas tentang aturan batas maksimal pinjaman yang boleh diberikan per-nasabah serta berapa portofolio maksimal dari pembiayaan ini (Gadai Emas iB) di satu bank syariah.
Menurut saya, aturan ini sangat penting agar bank syariah yang saat ini ada tidak terlena dengan terus memperbesar portofolio gadai yang dampaknya adalah berkurangnya “jatah” pembiayaan ke sektor riil produktif (usaha) maupun konsumer (KPR, KKB dll). Kemudian, untuk pembatasan jumlah pembiayaan per-nasabah, kebijakan ini akan meminimalisir oknum-oknum spekulan “kurang ajar” yang memanfaatkan Produk Gadai Emas iB untuk kegiatan cari untung melalui selisih kenaikan harga emas (kayak margin trading).
Kabar Baik yang baru saya dengar dari salah satu dosen saya yang ada di DSN-MUI, menurut beliau Bank Indonesia sudah mulai membatasi Transaksi Gadai Emas iB yaitu jumlah pinjaman per-nasabah maksimal adalah Rp 100 juta (walaupun nasabah punya 10 kg emas sekalipun) dan maksimal jumlah portofolio pembiayaan dari Produk Gadai adalah (kalo tidak khilaf) 10% dari total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah tersebut.
Saya pribadi sangat mendukung aturan ini, semoga BI tidak lengah dalam mengawasinya. Sekali lagi saya setuju adanya aturan pembatasan dalam Gadai Emas iB dan bukan pelarangan.
Terakhir terkait dengan Produk Gadai Emas iB (yang sudah berevolusi menjadi Berkebun Emas seperti contoh kedua di atas) saya pribadi menyayangkan jika ada bank syariah yang memfasilitasi transksi ini. Produk ini jelas merupakan sasaran empuk untuk para spekulan bermain mencari untung dengan memanfaatkan bank syariah. Jika produk ini tidak dilarang, maka bank syariah yang selama ini dikampayekan sebagai Bank yang peduli dengan sektor riil akan berubah menjadi bank yang hanya memperdulikan keuntungan bisnis semata dengan tetap berstempel syariah. (na’udzubillah, jangan sampe kejadian).
Mungkin ini yang baru dapat saya kemungkakan semoga Mbak Addini bisa mempelajari.
Pesan saya : Gadai Emas iB di Bank Syariah jangan dilarang namun cukup dibatasi dengan aturan sebagaimana yang dijelaskan di atas.
Nb: Mbak ajak temen2 nya untuk berkunjung ke blok saya ya……………. ha ha ha
Wallahu ’alam bis showab
Wasalam