EKONOMI ISLAM "ILMU POSITIF / NORMATIF "?


Positivisme adalah suatu pandangan yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan, semua didasarkan pada data empiris (benar-benar terjadi di kehidupan masyarakat). Data-data yang bersumber dari non-empiris (baca : wahyu, sabda nabi) merupakan data yang tidak bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Sedangkan normatif adalah suatu pandangan yang menganggap bahwa sumber data yang bersifat non-empiris, seperti wahyu tuhan, sabda nabi, moral manusia dan lain sebagainya merupakan data yang dapat dirujuk untuk mencari kebenaran ilmiah.

Seiring dengan perkembangan Ekonomi Islam di Tanah Air, perdebatan mengenai Ekonomi Islam sebagai Ilmu Positif atau Normatif, tidak ada habis-habisnya selalu dikemungkakan oleh beberapa pihak yang tidak menginginkan implementasi dual economic system di Indonesia. Mereka menganggap bahwa ekonomi islam hanya suatu ilmu yang mendasari analisisnya melalui ajaran-ajaran agama Islam yang bersumber dari Qur’an & Hadits serta perangkat istinbath lainnya. Oleh sebab, itu ilmu ekonomi islam terjebak pada normatifisme (dogmatis) yang akan sangat sulit di-implementasi-kan di tataran masyarakat (positifisme)
Berikut beberapa pandangan 2 (dua) tokoh ekonomi islam yang membantah dikotomi antara positifisme dan nomatifisme dalam memandang ekonomi islam sebagai sebuah displin ilmu tersendiri :
MUHAMMAD ABDUL MANNAN (M.A. MANAN) :
“ilmu ekonomi islam adalah ilmu ekonomi positif dan normatif,kecendrungan beberapa ekonom yang sangat mementingkan positivisme, sangat Disayangkan”


MUHAMMAD UMER CHAPRA (CHAPRA)
“ekonomi islam jangan terjebak oleh dikotomi pendekatan positif dan normatif. Karena sesungguhnya pendekatan itu saling melengkapi dan bukan saling menafikan” 

Selain itu, wajib diingat bahwa:

 ’bukankah Al-Qur’an diturunkan melalui suatu peristiwa yang benar-benar terjadi di masyarakat saat itu (mazhab positifisme) ?’

Artinya pada suatu ketika ada peristiwa yang dilakukan oleh sekelompok manusia yang langsung menjadi sebab diturunkannya Al-Qur’an guna memperbaiki, melarang, membolehkan, dll peristiwa itu dilakukan oleh sekelompok manusia tersebut.

Terdapat beberapa defenisi dari asbab nuzul yang dikemungkakan beberapa Ulama :

Manna’ al-Qaththan ;
Menurutnya, Asbab Nuzul adalah sesuatu  yang dengan keadaan sesuatu itu al-quran diturunkan pada waktu sesuatu itu terjadi, seperti suatu peristiwa atau pertanyaan.[1]

 Subhi As-shalih ;
 Menurutnya, Asbab Nuzul adalah sesuatu yang karena sesuatu itu menyebabkan satu atau beberapa ayat al-quran diturunkan untuk mengcover, menjawab atau menjelaskan hukumnya di saat sesuatu terjadi.[2]

 Al-Zarqoni ;
Menurutnya, Asbab Nuzul adalah suatu kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat al-Qur’an, atau suatu peristiwa yang dapat dijadikan petunjuk hukum berkenaan dengan turunnya suatu ayat.

[1] Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, Beirut: Muassatu Ar-Risalah, 1393H\1973,h. 78
           [2] Subhi Ash-Shalih, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, Beirut: Darul Ilmu lilmalanin, 1998,h.132

Hal yang sama juga berlaku pada Hadits. Hadits Nabi Muhammad SAW adalah segala sesuatu yang menyangkut perkataan, perbuatan dan ketetapan dari Nabi Muhammad SAW. Hadits tersebut juga muncul disebabkan beberapa peristiwa yang terjadi pada para sahabat dan masyarakat pada masa Beliau hidup.
Lantas masihkah perlu men-dikotomikan ilmu ekonomi Islam sebaga Ilmu positif atau normatif ? Jawabannya adalah Tidak.







Comments