AKUNTANSI SYARIAH : SEJARAH PEMIKIRAN AKUNTANSI ISLAM

A.     Akuntansi Sebelum Islam Datang.
      Islam diturunkan di tanah Arab dan oleh karena itu untuk mengetahui tentang sejarah Akuntansi Islam tentu harus dilihat bagaimana kebiasaan-kebiasaan masyarakat Arab sebelum Islam datang. Seperti diketahui juga bahwa bangsa Arab umumnya adalah bangsa pedagang, mereka biasanya melakukan perjalanan perdagangn dua kali dalam setahun yaitu di musim dingin dan musim panas.
      Para pedagang Arab tentu juga sebelum berangkat untuk berdagang akan menghitung jumlah dagangannya dan begitu juga apabila sudah pulang dari berdagang mereka akan menghitung hasil perdagangannya tersebut baik mendapat keuntungan maupun kerugian untuk hal ini tentulah dasar-dasar Akuntansi sudah digunakan. Kebiasan berdagang bangsa Arab sebelum kedatangan Islam digambarkan didalam Al-Qur’an, surat Al-Quraisy, ayat 1-4 : 
1)     Karena kebiasaan orang-orang Quraisy (*).
*(Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Allah mengutamakan Quraisy dengan tujuh perkara, sampai akhir hadits diantaranya turun ayat berkenaan dengan mereka yang tidak diturunkan kepada yang lainnya, yaitu ayat ini (S.106:1-4).
(Diriwayatkan oleh al-Hakim dan yang lainnya yang bersumber dari Ummu Hani binti Abi Thalib.)
2)     (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musin panan (**)
**(Orang Quraisy biasa mengadakan perjalanan terutama untuk berdagang ke negeri Syam pada musim panas dan ke negeri Yaman pada musim dingin. Dalam perjalanan itu mereka mendapat jaminan keamanan dari penguasa-penguasa dari negeri-negeri yang dilaluinya. Ini adalah suatu nikmat yang amat besar dari Tuhan mereka. Oleh karena itu sewajarnyalah mereka menyembah Allah yang telah memberikan nikmat itu kepada mereka).
3)     Maka hendaklah mereka menyembah pemiliki Tuhan ini (Kab’ah)
4)  Yang telah memberikan makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.

      Surat Al-Quraisy, ayat 1-4 ini jelas menunjukkan bahwa suku Quraisy di Arab mata pencahariannya biasanya adalah berdagang pada musim panas dan dingin, untuk berdagang mau tidak mau para pedagang/saudagar Arab itu harus mengetahui dasar-dasar Akuntansi didalam melakukan transaksi-transaksi pencatan perdangan mereka baik antar sesama mereka maupun antar saudagar-saudagar asing di luar Arab.
     Untuk melaksanakan pembukuan atas transaksi-transaksi perdagangan mereka ada yang dikerjakannya sendiri oleh para pedagang itu dan ada juga yang dikerjakan oleh para Akuntan dengan cara membayarnya, yang pada waktu itu Akuntan disebut dengan Katibul Amwal (pencatat keuangan) atau penanggung jawab keuangan dimana  fungsinya juga untuk membantu menjaga keuangan.
      Pada masa ini juga telah ada undang-undang Akuntansi yaitu undang-undang akuntansi perorangan dan undang-undang akuntansi kelompok (syirkah). Bahkan pada saat itu di dalam muamalah sudah ada peraturan-peraturan tentang riba (riba jahiliyah).
      Dari studi sejarah peradaban arab, tampak sekali betapa besarnya perhatian bangsa arab pada akuntansi. Hal ini terlihat pada usaha tiap pedagang arab untuk mengetahi dan menghitung barang dagangannya, sejak mulai berangkat sampai pulang kembali. Hitungan ini dilakukan untuk mengetahui perubahan pada keuangannya. Setelah berkembangnya negeri, bertambahnya kabilah-kabilah, masuknya imigran-imigran dari negri tetangga, dan berkembangnya perdaganan serta timbulnya usaha-usahainterven si perdagangan, semakin kuatlah perhatian bangsa arab terhadap pembukuan dagang untuk menjelaskan utang piutang. Orang-orang yahudi pun (di masa itu) sudah biasa menyimpan daftar-daftar (faktur) dagang. Semua telah nampak jelas dalam sejarah peradaban bangsa arab. Jadi, konsep akuntansi dikalangan bangsa arab pada waktu itu dapat dilihat pada pembukuan yang berdasarkan metode penjumlahan statistik yang sesuai dengan aturan-aturan penjumlahan dan pengurangan.  Untuk mengerjakan pembukuan ini, ada yang dikerjakan oleh pedagang sendiri dan ada juga yang menyewa akuntan khusus. Pada waktu itu seorang akuntan disebut sebagai kaatibul amwal (pencatat keuangan) atau penanggung jawab keuangan.

B.    Akuntansi Islam sejak munculnya Islam sd Abad 13 H.
      Sejak Islam muncul di Semenanjung Arab dibawah kepemimpinan Nabi Muhammad Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan telah terbentuknya Daulah Islamiyah di Madinah maka perhatian Rasulullah untuk membersihkan muamalah maaliah (muamalah keuangan) dari unsur-unsur riba serta dari hal-hal lain seperti : penipuan, pembodohan, perjudian, pemerasan, monopoli, dsbnya. Rasulullah memberikan penekanan lebih kepada pencatatan keuangan. Rasulullah mendidik secara khusus beberapa orang sahabat untuk menangani profesi sebagai pencatat keuangan ini dan mereka mendapat sebutan khusus yaitu Hafazhatul Amwal (pengawas keuangan/auditor). Bukti bahwa permasalahan Muhasabah (Akuntansi) ini pada saat itu adalah dengan turunnya wahyu Allah subhanahu wa ta'ala yang merupakan ayat terpanjang didalam  Al-Qur’an yaitu pada Surat Al-Baqarah, ayat 282. Di dalam ayat ini Al-Qur’an menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan (kitabah) , dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya.
      Kemudian para sahabat Rasulullah dan para pemimpin umat Islam juga sangat menaruh perhatian yang tinggi terhadap Akuntansi ini hal ini bisa terlihat didalam sejarah Khulafaur Rasyidin. Mereka sangat serius terhadap permasalahan pencatatan keuangan karena mereka menginginkan tujuan dari pencatatan keuangan itu yaitu dapat diketahuinya utang-utang dan piutang serta jumlah pemasukan dan pengeluaran uang serta untuk mengetahui berapa keuntungan dan kerugian yang diperoleh dan tujuan terakhirnya adalah untuk mengetahui dan menghitung berapa jumlah zakat yang harus mereka keluarkan.
      Pada Khulafaur Rasyidin ini juga telah dikeluarkan dan diterapkan undang-undang Akuntansi yaitu undang-undang Akuntansi untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, Akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijir), dan anggaran negara.
      Dengan melihat sejarah peradaban islam diatas, jelaslah bahwa ulama-ulama fiqih telah mengkhususkan masalah keuangan ini kedalam pembahasan khusus yang meliputi kaidah-kaidah, hukum-hukum, dan prosedur-prosedur yang harus di ikuti.
Namun apabila kita pelajari “Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas keuangan). Bahkan Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada awal ayat tersebut menyatakan
“Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya………”
Dengan demikian, bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal system akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494.
      Di samping itu, sebagian penulis memandang bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi yang dikenal dengan sistem pembukuan ganda (double entry) telah dikenal oleh penduduk dahulu, dan sistem ini tersebar di Itali melalui perdagangan. Demikian pula bahwa di sana terdapat beberapa peristiwa yang menunjukkan bahwa orang-orang terdahulu telah mencatat pemasukan dan pengeluaran tunai pada lembaran-lembaran yang berhadapan dengan sistem debet dan kredit. Tidak diragukan lagi, mereka itu adalah orang-orang Arab terdahulu sebelum Islam, di Babilonia, Mesir, lalu di Hijaz, setelah itu diikuti oleh kaum muslimin. Demikian pula perkataan peneliti ini bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi telah tersebar di Itali melalui perdagangan, yang dimaksudkan adalah melalui kaum muslimin. Sebab, kaum muslimin pernah menjalin hubungan dagang yang kuat dengan orang-orang Itali; dan tidak ada seorang pun yang mendahului mereka dalam melakukan hal itu, sejak Eropa keluar dari masa kegelapan.
Pada masa Rasulullah saw, sebenarnya telah ada akuntansi syariah secara riil. Ini dapat kita lihat dari dipercayanya Muhammad saw saat muda dipercayakan untuk menjualkan barang-barang dagangan milik Khadijah. Saat itu, tentu telah ada pencatatan-pencatatan secara jelas, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terkenal jujur dan tidak pernah bohong dalam setiap kehidupannya.
Hal ini juga dapat kita lihat bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. menjadi sebuah bank bagi kaum kafir Quraisy. Kenapa? Setiap orang di Mekkah sudah tidak lagi memperhitungkan kejujuran Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka beramai-ramai, menyimpan uangnya pada Nabi saw, karena dijamin keamanannya. Rasulullah pun dengan senang hati menampung keuangan itu, dan juga membantu orang-orang yang miskin untuk menggunakan dana tersebut, digulirkan untuk bekerja, sehingga kemiskinan mulai mendapat perhatian untuk dapat diatasi. Inilah awal mula, Rasulullah saw menggunakan pencatatan-pencatatan.

Akuntansi di Masa Khalifah Abu Bakar radhiallahu 'anhu
      Setelah Rasululullah shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal dunia maka pada tahun 632 M diangkatlah Abu Bakar Siddik sebagai khalifah pertama umat islam sepeningal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Bakar Siddik memerintah selama dua tahun yaitu smenjak tahun 632 – 634 M. Selama sekiatar 27 bulan dari masa kepemimpinannya, Abu bakar telah banyak menangani masalah murtad, cukai dan orang-orang yang menolak membayar zakat kepada negara. Salah satu suku telah mengumpulkan zakat dan mendistribusikannya di antara mereka sendiri tanpa sepengetahuan hazrat Abu bakar.
      Pada masa Rasulullah, pendapatan baitul maal (selain hewan) disimpan di Mesjid nabawi, tapi pada saat itu tidak ada uang tunai yang teersisa. Berapapun uang yang masuk, langsung diditribusikan pada saat itu juga termasuk ketika baitul maal menerima uang sebesar 80.000 dirham dari Bahrain. Sebelum menjadi khalifah, Abu Bakar tinggal di Sikh, yang terletak dipinggir kota madinah tempat baitul maal dibangun. Abu Ubaida ditunjuk sebagai penangung jawab baitul mall. Setelah 6 bulan, Abu Bakar pindah ke madinah dan bersamaan dengan itu sebuah rumah dibangun untuk baitul maal. Sistem pendistribusian yang lama tetap dilanjutkan sehingga pada saat wafatnya hanya satu dirham yang tersisa dalam perbedaharaan keuangan.

Akuntansi di Masa Khalifah Umar Bin Khatab radhiallahu 'anhu
Abu Bakar meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan kerjaan Hirah. Ia digantikan oleh “Tangan kanan”nya, Umar Bin Khattab. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya seudah dekat, ia bermusyawarah dengan pemuka sahabat, kemudia mengangkat Umar sebagai pengantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan dikalangan umat islam. Kebijaksanaan Abubakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara ramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Khalifati Rasulullah (Penganti dari penganti rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amirul Mu’minin (Komandan orang-orang beriman).
      Umar Bin Khatab memerintah selama 10 tahun yaitu dari tahun 13 – 23 H/ 634 – 644 M, selama masa pemerintahan Umar Bin Khattab banyak sekali perkembangan ekonomi yang dijumpai dan dirasakan umat islam.
Beberapa Kebijakan Umar Bin Khattab di bidang ekonomi.
Karena perluasaan daerah terjadi dengan cepat, Khalifah segera mengatur adiministrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia, yaitu dengan membagi pemerintahan menjadi 8 wilayah propinsi : Mekkah, madinah, Syria, jazirah, basrah, Kufah, Palestina dan Mesir. Kemudian dimasa Umar Bin Khattab ini pulalah didirikan departemen-departemen didalam mengelola pemerintahan, ditertibkannya system pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan antara legislatiF dan yudikatif, dibentuknya jawatan kepolisian,Jawatan pekerjaan umum , mendirikan Bait al Mal, menempa mata uang dan menciptakan tahun hijriah.
       Di masa Umar Bin Khattab, perkembangan bidang ekonomi ini sangat berarti, wajarlah kita mengatakan bahwa Umar Bin Khattab ini adalah ekonom yang sangat ulung dalam merencanakan perekonomian di masanya, hal ini dibuktikan dengan pada pidato pengankatannya menjadi khalifah terdapat “Platform” kebijakan ekonomi yang akan diterapkannya sebagai berikut :
·        Negara islam mengambil kekayaan umum dengan benar, dan tidak mengambil hasil dari Kharaj dan harta Fai’ yang diberikan Allah kepada rakyat kecualimelalui mekanisme yang benar.
·      Negara memberikan hak atas kekayaan umum, dan tidak ada pengeluaran kecuali sesuai dengan haknya; dan negara menambahkan subsidi serta menutup hutang.
·    Negara tidak menerima harta kekayaan dari hasil yang kotor, seorang penguasa tidak mengambil harta umum kecuali seperti pemungutan harta anak yatim. Jika dia berkecukupan, dia tidak mendapat bagian apapun. Kalau dia membutuhkan, maka dia memakai dengan jalan yang benar.

      Di zaman Khalifah Umar Bin Khattab ini telah ada pula Anggaran Pendapatan Negara, yang dizaman ini dikenal dengan APBN. Umar Bin Khattab membaginya menjadi 4 bagian. , yaitu :
·      Bagian I : Khusus untuk pengeluaran harta zakat, yaitu untuk kaum fakir, miskin, orang yang menangani zakat, orang yang terpikat oleh islam, budak, orang yang terjerat hutang, sbilillah dan Ibnu sabil.
·    Bagian II : Khusus untuk pengeluaran dari 1/5 harta rampasan, yaitu untuk Allah SWT.
·   Bagian III : Khusus untuk pengeluaran harta yang diserahkan kepada baitul mal berupa barang temuan dan peningalan yang tidak ada ahli warisnya, maka sumber pemasukan ini digunakan untuk memberikan infaq kepada kaum fakir.
·   Bagian IV: Khusus untuk pembiayaan kemaslahatan umum. Ini dibiayai dari sumber pemasukan Jizyah, Kharaj dan ‘Usyur.

      Demikian majunya perekonomian di zaman Umar Bin Khattab dan ini merupakan prototipe dari perekonomian islam sesungguhnya, maka pastilah semua perkembangan ekonomi tersebut mempunyai bentuk-bentuk pencataatan, maka bisa dipastikan bahwa di zaman Umar Bin Khattab ini telah ada Akuntansi islam, tetapi seperti apa format-formatnya, misalnya apakah telah ada buku besar, jurnal, laporan rugi laba dan seterusnya penulis belum menemukan literatur yang lebih rinci.

Akuntansi di Masa Khalifah Ustman bin Affan radhiallahu 'anhu
      Ustman Bin Affan termasuk orang-orang yang lebih dahulu masuk islam lewat atangan Abu Bakar. Beliau lahir di Mekkah Ustman bin Affan bin Abiel Aash bin Umaiyah, bin Abdu Syamis, bin Abdul Manaaf. Ia adalah seorang yang jujur dan saleh, tetapi sangat tua dan lemah lembut. Dia adalah salah seorang dari beberapa orang terkaya di antara sahabat nabi. Kekayaannya membantu terwujudnya islam di beberapa peristiwa penting dalam sejarah. Pada awal pemerintahannya dia hanya melanjutkan dan mengembangkan kebijakan yang sudah diterapkan khalifah kedua. Tetapi ketika menemui kesulitan-kesulitan – terlihat jelas bahwa bakat mereka berbeda - , dia mulai menyimpang dari kebijakan yang telah diterapkan pendahulunya yang terbukti lebih fatal baginya dan juga bagi islam.
       Di masa Khalifah Ustman ini untuk mengamankan zakat dari ganguan dan maslah dalam pemerikasaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa pengumpul yang nakal, hazrat ustman mendelegasikan kewenangan kepada para pemilik untuk menaksir kepemilikannya sendiri. Dalam hubungannya dengan zakat, dalam sambutan Ramadhan biasanya dia mengingatkan “…lihat, bulan pembayaran zakat telah tiba. Barang siapa memiliki property dan utang, biarkan dia untuk mengurangi dari apa yang dia miliki, apa yang dia utang dan membayar zakat untuk property yang masih tersisi…”. Dia juga mengurangi zakat dari pensiun.

Akuntansi di Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu
      Ali Bin Abi Thalib berkuasa selama lima tahun. Sejak awal dia selalu mendapat perlawanan dari kelompok yang bermusuhan dengannya, pemberontakan kaum Khariji dan peperangan berkepanjangan dengan Muawiyah yang memproklamirkan dirinya sebagai penguasa yang independen didaerah syiria dan kemudian mesir. Khalifah sudah memindahkan ibu kota dari madinah ke Kufah tapi tidak ada gunanya.
      Khalifah Ali dalam melaksanakan tugasnya mempiunyai konsep yang jelas tentang pemerintahan, dia mampu memberikan job description yang jelas kepada semua elemen pemerintahan yang terkait dibidangnya, di masa Khalifah Ali ini pula dengan jelas ali meminta kepada pejabat tinggi di pemerintahannya untuk membentuk pengadaan bendahara, dengan demikian melekat sekali tugas bendahara dengan accounting.
      Ciri lain yang ditemui selama kepemimpinan Khalifah Ali adalah mendistribusikan seluruh pendapatan dan provisi yang ada di Baitul maal Madinah, Busra dan Kufah. Sistem Distribusi dilaksanakan pada setiap hari kamis, pada hari itu semua perhitungan telah diselesaikan dan pada hari sabtu dimulai perhitungan baru. Mungkin cara ini dipandang terbaik dipandang dari segi hukum dan keadaan negara yang sedang mengalami perubahan kepemimpinan. Khalifah Ali meningkatkan tunjangan para pengikutnya di Irak.

Akuntansi di Masa Daulah Umayyah
      Mua’wiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayah bin Abd Asy-Syams bin Abdu Manaf bin Qushay. Nama pangilannya Abu Abdur Rahman al-Umawi. Dia dan ayahnya masuk islam pada saat pembukaan kota Makkah (Fathul Makkah), ia ikut dalam Perang Hunain, termasuk orang-orang mualaf yang ditarik hatinya untuk masuk islam, dan keislamannya baik serta menjadi salah seorang penulis wahyu.
      Mua’wiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayah bin Abd Asy-Syams bin Abdu Manaf bin Qushay inilah peletak batu dasar kekhalifahan Umayah yang berkuasa dari tahun 661 – 750 M, yang lebih kurang berkuasa selama 90 tahun, suatu prestasi yang luar biasa dari sejarah peradaban umat islam yang mampu mempertahankan sutu kekhalifahan selama itu, karena dalam sejarah Khulafa rasyidin yang paling lama bertahan adalah masa Ustman Bin Affan yang mampu betahan selama 12 tahun, yaitu 644 – 655 M.
      Walaupun diakui bahwa dikatakan masa kekhalifahan Umayah ini yang bertahan 90 tahun tersebut adalah kekhalifahan dimulai dari Mua’wiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayah bin Abd Asy-Syams bin Abdu Manaf bin Qushay dan diteruskan secara turun temurun terhadap anaknya dan keluarga penerusnya, yang memperlihatkan terjadinya pergeseran pemerintahan dari demokratis menjadi Monarchiheridetis (Kerajaan turun temurun).
      Beberapa Prestasi bidang ekonomi, disamping ekspansi kekuasaan islam, Bani Umayah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatanya dispenjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersejata dan mencetak uang.
      Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (Qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, qadhi adalah seorang spesialis di bidangnya. Abd al-Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai didaerah-daerah yang dikuasai islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata tulisan arab. Khalifah Abdul Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan islam. Keberhasilan khalifah Abdul Malik dikuti oleh putranya al-Walid ibn Abd abd al-malik (705-715 M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti untuk orang-orang cacat. Semua anggota yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan mesjid-mesjid megah.
      Dari deskripsi perkembangan berbagai segi ekonomi dan sector-sektor penunjangnya diatas dapat dilihat bahwa semua itu memerlukan pencatatan yang rapi, walaupun belum ditemukan literatur memberikan informasi terdapatnya lembaga pencatatan dan akuntan yang terlibat dalam proses pembangunan tersebut, namun dari indikasi pembangunan diatas dapat disimpulkan bahwa hal tersebut dicatatkan oleh lembaga tertentu yang ditunjuk oleh kerajaan untuk memperlancar proses pembangunan tersebut. Dengan demikian di zaman Umayah ini hampir dipastikan telah terdapat proses pencatatan semacam lembaga akuntan yang memberikan input data-data akuntansi dalam pengambilan keputusan oleh pihak kerajaan.

      Akuntansi di Masa Daulah Abbasiyah
     Dikatakan sebagai zaman keKhalifahan Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa kekhalifahan ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Kekhalifahan Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaanya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d 656 H (1258 M).
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik di zaman kekhalifahan Abbasiyah, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima periode, sebagai berikut :
·    Periode Pertama (132H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
·       Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh turki Pertama.
·   Periode ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
·   Periode kempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
·        Peride kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaanyanya hanya efektif di sekitar kota Baghdad

       Beberapa catatan ekonomi yang dapat kita temukan dibuku sejarah pada masa kekhalifahan ini adalah pada masa kekhalifahan al-Mahdi (775 – 785 M), perekonomian mengalami perkembangan dengan adanya irigasi, meningkatnya pertambangan emas, perak, tembaga dan bessi dan semakin meningkatnya volume perdagangan melalui pelabuhan Basrah. Dari perkembangan sektor ekonomi ini maka bisa dipastikan semua aktivitas ekonomi ini membutuhkan dan mengunakan pencatatan, namun memang belum ditemukan bentuk pencatatan yang rinci yang dilakukan dimasa ini, namun yang pasti akuntansi telah digunakan dimasa kekhalifahan Abbasiyah ini.
      Daulat Abbasiyyah, 132--232 H. /750-847 M. memiliki banyak kelebihan dibandingkan yang lain dalam pengembangan akuntasi secara umum dan buku-buku akuntansi secara khusus. Sebab pada saat itu, masyarakat Islam menggunakan dua belas buku akuntansi khusus (Specialized Accounting Books). Buku-buku ini memiliki karakter dan fungsi dan berkaitan erat dengan fungsi dan tugas yang diterapkan pada saat itu. Di antara contoh buku-buku khusus yang dikenal pada masa  kehidupan negara Islam itu adalah sebagai berikut:
·        Daftarun Nafaqat  (Buku Pengeluaran). Buku ini disimpan di Diwan Nafaqat, dan diwan ini bertanggung jawab atas pengeluaran Khalifah, yang mencerminkan pengeluaran negara.
·        Daftarun Nafaqat Wal Iradat (Buku Pengeluaran dan Pemasukan). Buku ini disimpan di Diwanil Mal, dan Diwan ini bertanggung jawab atas pembukuan seluruh harta yang masuk ke Baitul Mal dan yang dikeluarkannya.
·        Daftar Amwalil Mushadarah (Buku Harta Sitaan). Buku ini digunakan di Diwanul Mushadarin. Diwan ini khusus mengatur harta sitaan dari para menteri dan pejabat-pejabat senior negara pada saat itu. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 41).

      Umat Islam juga mengenal buku khusus yang lain, yang dikenal dengan nama Al Auraj, yaitu serupa dengan apa yang sekarang dinamakan Daftar Ustadzil Madinin (Debtors or Accounts Receipable Subsidiary Ledger). Kata Auraj adalah dari bahasa Persi, kemudian digunakan dalam bahasa Arab. Auraj digunakan untuk mencatat jumlah pajak atas hasil tanah pertanian, yaitu setiap halaman dikhususkan untuk setiap orang yang dibebani untuk membayar pajak, di dalamnya dicatat jumlah pajak yang harus dibayar, juga jumlah yang telah dibayar dari pokok jumlah yang harus dilunasi. Penentuan jumlah pajak yang harus dilunasi didasarkan pada apa yang dinamakan Qanunul Kharaj (Undang-Undang Perpajakan). (Al Mazindarani 765 H./1363 M.)
      Di samping apa yang telah disebutkan, kaum muslimin di negara Islam mengenal pembagian piutang menjadi tiga kelompok, yaitu:
·  Ar Ra’ij minal mal, yang dimaksudkan ialah piutang yang memungkinkan untuk didapatkan, yaitu apa yang sekarang ini dikenal dengan nama Ad Duyunul Jayyidah, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Collectable Debts.
·   Al Munkasir minal mal, yang dimaksudkan adalah piutang yang mustahil untuk didapatkan, yaitu apa yang sekarang dinamakan Ad Duyunul Ma’dumah, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Bad Debts atau Uncollectable Debts.
·       Al Muta’adzir wal mutahayyir wal muta`aqqid minal mal, yang dimaksudkan adalah piutang yang diragukan untuk didapatkan, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Doubtful Debts(Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 141).
      Dari pembagian piutang tersebut ada dua hal penting yang patut didapatkan, yaitu: pertama, pengaruh kehidupan perdagangan terhadap pekerjaan akuntansi, sebagaimana yang telah kami kemukakan pada pendahuluan Bab I; dan yang kedua adalah pembagian ini hanya berpengaruh terhadap penggambaran kondisi keuangan baik bagi negara maupun pribadi, khususnya untuk tujuan zakat. Sebab, penggambaran kondisi keuangan menuntut ketelitian dalam penggambaran hak dan kewajiban. Tidak diragukan lagi bahwa mereka mengetahui pentingnya inventarisasi para debitur untuk mengetahui apa yang mungkin diperoleh pada masa-masa mendatang. Jika tidak, tentu mereka tidak segera mengelompokkan piutang dalam tiga kelompok tersebut. Pengelompokan ini adalah pengelompokan yang digunakan pada masa kita sekarang tanpa menyebutkan bahwa sumbernya adalah di negara Islam. Hal ini mempertegas sekali lagi pentingnya zakat sebagai faktor asasi yang membantu pengembangan akuntansi. Hal ini jika tidak ada faktor lain, maka zakat adalah faktor yang pertama. Sebab, perhitungan zakat menuntut pentingnya inventarisasi para debitur dan kreditur untuk mengetahui pengaruh para debitur dan kreditur terhadap jumlah zakat.

Akuntansi di Masa Daulah Utsmaniyah
      Pada tahun 656 H/1267 M, Ustman anak Urtughril lahir. Ustman inilah yang kemudian menjadi nisbat (ikon) kekuasaan khilafah Utsmaniyah. Kekhalifahan Ustmani ini berlangsung dari tahun 1258 – 1924 M. dalam masa yang sangat panjang ini banyak sekali sultan erkuasa dengan cork dan karakteristiknya masing-masing.
      Pada masa Muhammad al-Fatih, orang-orang Ustmani sangat memperhatikan lintas perdagangan dunia melalui jalur laut dan darat. Mereka mengembangkan cara-cara lama dan membangun sarana-sarana baru yang lebih baik, sehinga memudahkan arus perdagangan disemua wilayah. Ini semua membuat negeri-negeri asing terpaksa membuka pelabuhan-pelabuhan bagi warga negara Ustmani, demi melakukan pedagangan dibawah panji pemerintahan Ustmani. Dampak dari kebijakan umum terhadap sektor perdagangan ini, melahirkan kemakmuran dan kemudahan di seluruh negeri. Pemerintahan Ustmani memiliki mata uang sendiri. Pada saat yang sama, pemerintahan Ustmani tidak meninggalkan pembangunan di bidang industri dengan membangun sarana-sarana badan logistik, membuat senjata dan membangun benteng-benteng ditempat-tempat strategis.
      Di antara karya-karya tulis yang menegaskan penggunaan akuntansi dan pengembangannya di negara Islam, sebelum munculnya buku Pacioli, adalah adanya manuskrip yang ditulis pada tahun 765 H./1363 M. Manuskrip ini adalah karya seorang penulis muslim, yaitu Abdullah bin Muhammad bin Kayah Al Mazindarani, dan diberi judul “Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqat”. Tulisan ini disimpan di perpustakaan Sultan Sulaiman Al-Qanuni di Istambul Turki, tercatat di bagian manuskrip dengan nomor 2756, dan memuat tentang akuntansi dan sistem akuntansi di negara Islam. Huruf yang digunakan dalam tulisan ini adalah huruf Arab, tetapi bahasa yang digunakan terkadang bahasa Arab, terkadang bahasa Parsi dan terkadang pula bahasa Turki yang populer di Daulat Utsmaniyah. Buku ini telah ditulis kurang lebih 131 tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Memang, buku Pacioli termasuk buku yang pertama kali dicetak tentang sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry), dan buku Al Mazindarani masih dalam bentuk manuskrip, belum di cetak dan belum diterbitkan.
      Al Mazindarani berkata bahwa ada buku-buku--barangkali yang dimaksudkan adalah manuskrip-manuskrip--yang menjelaskan aplikasi-aplikasi akuntansi yang populer pada saat itu, sebelum dia menulis bukunya yang dikenal dengan judul ”Risalah Falakiyah Kitab As Sayaqat”. Dia juga mengatakan bahwa secara pribadi, dia telah mengambil manfaat dari buku-buku itu dalam menulis buku “Risalah Falakiyah” tersebut.
      Sistem akuntansi yang populer pada saat itu, dan pelaksanaan pembukuan yang khusus bagi setiap sistem akuntansi. Macam-macam buku akuntansi yang wajib digunakan untuk mencatat transaksi keuangan Cara menangani kekurangan dan kelebihan, yakni penyetaraan. Menurut Al Mazindarani, sistem-sistem akuntansi yang populer pada saat itu, yaitu pada tahun 765 H./1363 M. antara lain: Akuntansi Bangunan, Akuntansi Pertanian, Akuntansi Pergudangan, Akuntansi Pembuatan Uang dan Akuntansi Pemeliharaan Binatang.
      Al Mazindarani juga menjelaskan pelaksanaan pembukuan yang populer pada saat itu dan kewajiban-kewajiban yang harus diikuti. Di antara contoh pelaksanaan pembukuan yang disebutkan oleh Al-Mazindarani adalah sebagai berikut:” Ketika menyiapkan laporan atau mencatat di buku-buku akuntansi harus dimulai dengan basmalah, “Bismillahir Rahmanir Rahim”. Jika hal ini yang dicatat oleh Al Mazindarani pada tahun 765 H./1363 M., maka hal ini pula yang disebut oleh penulis Itali, Pacioli 131 tahun kemudian. Pacioli berkata, “harus dimulai dengan ungkapan “Bismillah’.” (Brown and Johnson, 1963, hal. 28).
      Salah seorang penulis muslim juga menambahkan pelaksanaan pembukuan yang pernah digunakan di negara Islam, di antaranya adalah sebagai berikut:
·        Apabila di dalam buku masih ada yang kosong, karena sebab apa pun, maka harus diberi garis pembatas, sehingga tempat yang kosong itu tidak dapat digunakan. Penggarisan ini dikenal dengan nama Tarqin.
·        Harus mengeluarkan saldo secara teratur. Saldo dikenal dengan nama Hashil.
·        Harus mencatat transaksi secara berurutan sesuai dengan terjadinya.
·        Pencatatan transaksi harus menggunakan ungkapan yang benar, dan hati-hati dalam menggunakan kata-kata.
· Tidak boleh mengoreksi transaksi yang telah tercatat dengan coretan atau menghapusnya. Apabila seorang akuntan (bendaharawan) kelebihan mencatat jumlah suatu transaksi, maka dia harus membayar selisih tersebut dari kantongnya pribadi kepada kantor. Demikian pula seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran, maka dia harus membayar jumlah kekurangan di kas, sampai dia dapat melacak terjadinya transaksi tersebut. Pada negara Islam, pernah terjadi seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran sebesar 1300 dinar, sehingga dia terpaksa harus membayar jumlah tersebut. Pada akhir tahun buku, kekurangan tersebut dapat diketahui, yaitu ketika membandingkan antara saldo buku bandingan dengan saldo buku-buku yang lain, dan saldo-saldo bandingannya yang ada di kantor.
·   Pada akhir tahun buku, seorang akuntan harus mengirimkan laporan secara rinci tentang jumlah (keuangan) yang berada di dalam tanggung jawabnya, dan cara pengaturannya terhadap jumlah (keuangan) tersebut
· Harus mengoreksi laporan tahunan yang dikirim oleh akuntan, dan membandingkannya dengan laporan tahun sebelumnya dari satu sisi, dan dari sisi yang lain dengan jumlah yang tercatat di kantor.
·  Harus mengelompokkan transaksi-transaksi keuangan dan mencatatnya sesuai dengan karakternya dalam kelompok-kelompok yang sejenis, seperti mengelompokkan dan mencatat pajak-pajak yang memiliki satu karakter dan sejenis dalam satu kelompok.
·        Harus mencatat pemasukan di halaman sebelah kanan dengan mencatat sumber-sumber pemasukan-pemasukan tersebut.
·        Harus mencatat pengeluaran di halaman sebelah kiri dan menjelaskan pengeluaran-pengeluaran tersebut.
·        Ketika menutup saldo, harus meletakkan suatu tanda khusus baginya.
·        Setelah mencatat seluruh transaksi keuangan, maka harus memindahkan transaksi-transaksi sejenis ke dalam buku khusus yang disediakan untuk transaksi-transaksi yang sejenis itu saja.
·        Harus memindahkan transaksi-transaksi yang sejenis itu oleh orang lain yang berdiri sendiri, tidak terikat dengan orang yang melakukan pencatatan di buku harian dan buku-buku yang lain.
·    Setelah mencatat dan memindahkan transaksi-transaksi keuangan di dalam buku-buku, maka harus menyiapkan laporan berkala, bulanan atau tahunan sesuai dengan kebutuhan. Pembuatan laporan itu harus rinci, menjelaskan pemasukan dan sumber-sumbernya serta pengalokasiannya.

      Kalau diperhatikan pelaksanaan pembukuan tersebut, seluruhnya atau secara umum serupa dengan apa yang digunakan sekarang, terutama poin 9 dan 10. Sebelumnya telah disinggung, salah seorang penulis menyatakan bahwa orang-orang terdahulu mencatat pemasukan dan pengeluaran pada dua halaman yang berhadap-hadapan, dengan sistem debet dan kredit.
     Sesungguhnya pelaksanaan pembukuan yang telah disebutkan di sini secara umum, khususnya poin 9 dan 10, menggambarkan bentuk tertentu yang memberikan andil dengan suatu sistem atau dengan yang lain dalam pengembangan sistem pencatatan sisi-sisi debet di sebelah kiri dan sisi-sisi kredit di sebelah kanan, baik dalam satu halaman maupun dua halaman yang berhadap-hadapan.
       Di samping apa yang telah disebutkan di atas, perkembangan akuntansi mencakup penyiapan laporan keuangan, karena negara Islam telah mengenal laporan keuangan tingkat tinggi. Laporan keuangan ini pernah dibuat berdasarkan fakta buku-buku akuntansi yang digunakan. Di antara laporan keuangan yang terkenal di negara Islam adalah Al-Khitamah dan Al Khitamatul Jami’ah.
      Al Khitamah adalah laporan keuangan bulanan yang dibuat pada setiap akhir bulan. Laporan ini memuat pemasukan dan pengeluaran yang sudah dikelompokkan sesuai dengan jenisnya, di samping memuat saldo bulanan. Sedangkan Al-Khitamatul Jami’ah adalah laporan keuangan yang dibuat oleh seorang akuntansi untuk diberikan kepada orang yang lebih tinggi derajatnya. Apabila Al-Khitamatul Jami’ah disetujui oleh orang yang menerima laporan tersebut, maka laporan itu dinamakan Al Muwafaqah. Dan apabila Al Khitamatul Jami’ah tidak disetujui karena adanya perbedaan pada data-data yang dimuat oleh Al Khitamatul Jami’ah, maka ia dinamakan Muhasabah (akuntansi) saja.

C.    Akuntansi Islam pada Awal Abad 14 H (setelah runtuhnya Khilafah Islamiyah)
      Setelah runtuhnya Khilafah Islamiyah maka Konsep Akuntansi Islam pun tidak berkembang bahkan nyaris hilang karena beberapa hal diantaranya :
1)     Tidak adanya perhatian dari pemimpin-pemimpin Islam untuk mensosialisasikan hukum Islam (syariah Islam) yang merupakan landasan utama Akuntansi Islam
2)     Dikuasainya/dijajahnya kebanyakan negara-negara Islam oleh negara-negara kuat yaitu Inggris dan Prancis, dimana hal ini mengakibatkan perubahan besar di semua tata-kehidupan negara Islam tersebut, termasuk didalamnya masalah keuangan dan Akuntasinya.

      Karena permasalahan-permasalahan tersebut di atas dan yang paling kuat adalah dijajahnya/dikuasainya negara-negara Islam oleh negara-negara kuat seperti Inggris dan Prancis tersebut maka mulailah semua tata kehidupan ekonomi kapitalis, undang-undang ekonomi kapitalis, peraturan perserikatan/perseroan asing, lembaga-lembaga perdagangan yang berbasis bunga / riba diterapkan di negara-negara yang dikuasi/dijajahnya tersebut yang otomatis menggantikan undang-undang ekonomi Islam.
       Oleh karena yang dipakai undang-undang ekonomi Islam yang berasal dari ekonomi kapitalis yang juga merupakan penjajah pada saat itu maka secara otomatis pula segala aturan-aturan pencatata keuangan dan Akuntansi Islam menjadi lenyap tidak berbekas kecuali beberapa istilah Akuntansi Islam yang masih tersimpan di dalam dokumen-dokmen negara.
      Kemudian untuk pencatatak keuangan di implementasikanlah sistim akuntansi yang berasal dari Eropa dimana sistim akuntansi diperusahaan-perusahaan memakai istilah-istilah bahasa Inggris maupun Perancis walaupun negara-negara tersebut adalah negara Islam dan hal itu sampai dengan sekarang masih berlangsung. Sistim akuntansi ini dinamai dengan dari negara mana sistim akuntansi tersebut  berasal misalnya sistim akuntansi Amerika, sistim akuntansi Belanda, sistim akuntansi Perancis, dsbnya.
      Runtuhnya Khilafah Islamiyah serta tidak adanya perhatian dari pemimpin-pemimpin islam untuk mensosialisasikan hukum islam, serta dengan dujajahnya kebanyakan nagara islam oleh negara-negara eropa, telah menimbulkan perubahan yang sangat mendasardisemua segi kehidupan ummat islam, termasuk di bidang muamalah keuangan. Pada fase ini perkembangan akuntansi didominasi oleh pikiran pikiran barat. Para muslim pun mulai menggunakan sistem akuntansi yang dikembangkan oleh barat. Untuk mengetahui bagai mana perkembangan akuntansi pada fase ini, mungkin dapat membaca pada buku-buku teori akuntansi

D.    Akuntansi Islam di Zaman Modern.
      Fenomena Ekonomi Syariah akhir-akhir ini di dunia begitu dasyatnya, tumbuh dimana-mana Lembaga-lembaga Keuangan Syariah, riset-riset tentang ekonomi Syariah dan Perbankan Syariah muncul di seluruh dunia. Juga tidak ketinggalan di bidang pendidikan bermunculan Universitas baik yang negeri maupun swasta, baik universitas yang bercirikan Islam maupun yang bercirikan non Islam mendirikan bidang study Ekonomi Syariah, bahkan ada yang sudah membuka jurusan Ekonomi Syariah dan Perbankan Syariah serta Akuntansi Syariah.
      Fenomena kebangkitan ekonomi Syariah ini juga sekaligus menjawab keterpurukan sistim ekonomi konvensional yang berbasis riba/bunga itu tidak dapat memberikan solusi terhadap krisis ekonomi dunia sekarang ini bahkan sistim ekonomi konvensioanl sudah banyak yang mengugat dengan mengatakan sistim ekonomi konvensional sudah mati yang terdapat di dalam bukunya ”matinya Ilmu Ekomoni” (The Death of Economics).
      Begitu juga dengan sistim Akuntansi Konvensional sudah banyak yang meragukan karena banyaknya akuntan-akuntannya berlaku tidak jujur, tidak berahlak mulia dengan memberikan hasil pemeriksaan/audit dan pencatatan transaksi-transaksi keuangan yang dipalsukan (window dressing) dan di mark-up, lihat saja misalnya kasus perusahaan enron di USA dan ditutupnya beberapa kantor akuntan publik di Indonesia.
      Akibatnya sekarang terjadi fenomena yang menjadi kebangkitan baru dalam Akuntansi Islam karena dengan tumbuhnya dengan pesat lembaga-lembaga keuanga syariah, serta dibukanya kajian-kajian ekonomi Syariah di lembaga-lembaga pendidikan maka Akuntansi Islampun mulai dipelajari dan dicari oleh orang-orang baik yang muslim maupun yang non muslim sebagai jawaban alternatif dari sistim ekonomi kapitalis dan sistim akuntansi konvensional yang sudah kehilangan roh kejujurannya itu.  
      Kebangkitan islam baru telah menjangkau bidang muamalah secara umum, dan bidang-bidang finansial, serta lembaga-lembaga keuangan secara khusus. sekelompok pakar akuntansi muslim telah mengadakan riset dan studi-studi ilmiah tentang akuntansi menurut islam. Perhatian mereka lebih terkonsentrasi pada beberapa bidang, yaitu bidang riset, pembukuan, seminar atau konverensi, pengajaran dilembaga-lembaga keilmuan dan perguruan tinggi, serta aspek implementasi pragmatis. Berikut ini adalah sebagian dari usaha awal di masing-masing bidang:
1)     Kebangkitan Konsep Akuntansi Islam dalam bidang riset
Sudah terkumpul beberapa tesis magister serta disertasi doktor dalam konsep akuntansi yang telah dimulai sejak tahun 1950 dan masih berlanjut sampai sekarang. Diperkirakan tesis dan disertasi tentang akuntansi yang terdapat di Al-Azhar saja sampai tahun 1993 tidak kurang dari 50 buah. Disamping itu telah juga dilakukan riset-riset yang tersebar di majalah-majalah ilmiah.
2)     Kebangkitan konsep Akuntansi Islam dalam bidang Pembukuan
Para inisiator akuntansi islam kontemporer sangat memperhatikan usaha pembukuan konsep ini. Hal ini dilakukan supaya orang-orang yang tertarik pada akuntansi dapat mengetahui kandungan konsep islam dan pokok-pokok pikiran ilmiah yang sangat berharga, sehingga kita tidak lagi memerlukan ide-ide dari luar atau mengikuti konsep mereka (barat).
3)     Kebangkitan Akuntansi Islam dalam seminar-seminar dan lembaga-lembaga riset.
4)    Kebangkitan Konsep Akuntansi Islam dalam bidang Pengajaran, yaitu di sekolah-sekolah dan Perguruan Tinggi
Konsep akuntansi islam mulai masuk kesekolah-sekolah dan perguruan tinggi sejak tahun 1976, yaitu fakultas perdagangan Universitas Al Azhar untuk program pasca sarjana, dalam mata kuliah Akuntansi perpajakan dan Evaluasi Akuntansi. Situasi ini terus berlanjut, hingga tahun 1978 dibuka beberapa jurusan dalam cabang-cabang ilmu akuntansi islam di berbagai perguruan tinggi di timur tengah. Dan hal ini berlanjut sampai sekarang diberbagai belahan dunia, termasuk indonesia.
5)     Kebangkitan Konsep Akuntansi Islam dalam Aspek Implementasi.
Implementasi akuntansi islam mulai dilakukan sejak mulai berdirinya lembaga-lembaga keuangan yang berbasiskan syariah. Hal ini menyebabkan mau tidak mau lembaga keuangan syariah tersebut harus menggunakan sistem akuntansi yang juga sesuai syariah. Puncaknya saat organisasi akuntansi islam dunia yang bernama Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial just Iflution (AAOIFI) menerbitkan sebuah standard akuntansi untuk lembaga keuangan syariah yang disebut, Accounting, Auditing, and Governance Standard for Islamic Institution. Mungkin secara teori akuntansi islam yang sekarang ini berkembang masih belum matang.





Harahap, Sofyan Safri. Kerangka Teori & Tujuan Akuntansi Syariah. 2008. Jakarta : Pustaka Quantum.
__________________. Akuntansi Sosial Ekonomi dan Akuntansi Islam.tth. ttp.
Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. 1997. Bandung : PT Remaja Rosda Karya. cet. Ke-8.
Salam, Syamsir dan Jaenal Aripin. Metodologi Penelitian Sosial. 2006. Jakarta : UIN Jakarta Press.
Syahatah,Husein. Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam.
Paper : Edi Setiadi SE, MM (Sejarah Pemikiran Akuntansi Syariah) di presentasikan di UIN SYAHID Jakarta
http://jaharuddin.blogspot.com/2008/05/akuntansi-islam-dalam-lintasan-sejarah.html
http://himasi.blogspot.com/2008/01/sejarah-perkembangan-akuntansi-syariah_04.html
http://dimel2002.multiply.com/journal/item/10
http://www.iiu.edu.my/iaw/Articles/ia%20history/ACCOUNTING%20PROCEDURES-ISLAMIC%20STATE.htm

Wallahu a'lam

Comments