WAKAF UANG



PENDAHULUAN
      Wakaf dalam bentuk tunai (selanjutnya dibaca ; wakaf uang), dipandang sebagai salah satu pilihan yang tepat untuk menjadikan wakaf mencapai hasil lebih maksimal. Wakaf Uang adalah salah satu instrumen Ekonomi Islam yang sangat unik dan sangat khas dan tidak dimiliki oleh sistem ekonomi yang lain. Instrumen filantropi Islam ini mendasarkan fungsinya pada unsur kebajikan (birr), kebaikan (ihsan), persaudaraan (ukhuwah) dan keabadian (al-baqa). Ciri utama wakaf uang adalah terletak pada objek wakaf-nya. Objek wakaf dalam wakaf uang adalah uang itu sendiri yang berfungsi sebagai alat pertukaran.               
      Selain itu, ketika wakaf uang diserahkan kepada pengelola wakaf, maka akan terjadi pergeseran kepemilkan pribadi menuju kepemilikan masyarakat Muslim yang diharapkan abadi, memberikan manfaat secara berkelanjutan. Melalui wakaf diharapkan akan terjadi proses distribusi manfaat atas hasil harta bagi masyarakat secara lebih luas, dari manfaat pribadi (private benefit) menuju manfaat masyarakat (social benefit).
      Secara ekonomi wakaf uang sangat besar potensinya untuk dikembangkan di Indonesia, karena dengan model wakaf uang ini daya jangkau serta mobilisasinya akan jauh lebih merata di tengah-tengah masyarakat dibandingkan dengan model wakaf tradisional dalam bentuk harta tetap yang biasanya dilakukan oleh keluarga yang terbilang mampu (kaya) saja. Pengelolaan dana wakaf uang sebagai alat investasi menjadi menarik, karena faedah atau keuntungan atas investasi tersebut dalam bentuk keuntungan yang akan dapat dinikmati oleh masyarakat dimana saja (baik lokal, regional maupun internasional).
      Wakaf uang memiliki potensi besar untuk menjadi sumber pendanaan abadi guna mengeluarkan bangsa dari pada jerat utang dan ketergantungan kepada luar negeri. Wakaf uang sangat relevan memberikan model mutual fund melalui mobilisasi dana abadi yang dikelola secara profesional yang amanah dalam fund management di tengah keraguan terhadap pengelolaan dana wakaf serta kecemasan krisis investasi domestik dan sindrom capital flight (Departemen Agama, 2004:142).
      Mengenai dasar hukum dari wakaf uang di Indonesia. Wakaf uang di Indonesia sah dilakukan (oleh hukum Islam & positif) semenjak dikeluarkannya Fatwa tentang wakaf uang oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 11 Mei 2002,[1] UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor  42 Tahun 2006.
      Menurut PIRAC (2002), jika wakaf tunai dapat diimplementasikan maka ada dana potensial yang sangat besar yang bisa dimanfaatkan untuk pemberdayaan dan kesejahteraan umat. Jika saja terdapat 1 juta saja masyarakat Muslim yang mewakafkan dananya sebesar      Rp 100.000,-/bulan. maka akan diperoleh pengumpulan dana wakaf sebesar Rp 100 milyar setiap bulan (Rp 1,2 trilyun per tahun). Jika diinvestasikan dengan tingkat return 10 persen per tahun maka akan diperoleh hasil investasi dana wakaf sebesar Rp 10 miliar setiap bulan (Rp 120 miliar per tahun).
      Potensi dana wakaf yang dapat dihimpun wajib dikelola secara professional dan sistematis. Pengelolaan secara dana wakaf uang secara professional dan sistematis dapat memberikan multiplayer effect bagi kesejahteraan masyarakat.

DEFENISI  WAKAF
      Wakaf secara bahasa berasal dari kata waqafa-yaqifu yang artinya berhenti, lawan dari kata istamarra yang artinya berlanjut.[2] Adapun secara istilah, wakaf menurut Abu Hanifah adalah menahan harta di bawah naungan pemiliknya disertai pemberian manfaat sebagai sedekah. Kemudian, menurut Jumhur, wakaf adalah menahan harta yang memungkinkan untuk mengambil manfaat dengan tetapnya harta tersebut serta memutus pengelolaan dari wakif dan selainnya dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah. Namun, menurut al-Kabisi, definisi yang lebih singkat namun padat adalah definisi Ibnu Qudamah yang mengadopsi langsung dari potongan hadits Rasulullah, yang berbunyi ‘menahan asal dan mengalirkan hasilnya.’ 

DASAR  HUKUM  WAKAF
Qur’an
         Allah SWT berfirman :
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. { QS. Ali – Imran : 92}

         Dalam ayat lain Allah SWT berfirman :

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui { QS. Al- Baqarah : 261}
Hadits
“Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. bahwa Umar bin al-Khattab r.a. memperoleh tanah (kebun) di Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi saw untuk meminta petunjuk mengenai tanah itu. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, saya memperoleh tanah di Khaibar yang belum pernah saya peroleh harta yang lebih baik bagiku melebihi tanah tersebut, apa perintah Engkau kepadaku mengenainya? Nabi saw menjawab: Jika mau, kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan hasilnya.” { HR. Bukhari }

“Apabila anak Adam meningal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya.”                               { HR. Ahmad }

RUKUN & SYARAT WAKAF
Rukun Wakaf
      Rukun Wakaf adalah ;  pertama orang yang berwakaf (al-waqif), kedua objek yang diwakafkan                   (al-mawquf bih), ketiga tujuan wakaf (al-mawquf ‘alaihi), yang ke-empat sighat atau ijab dan qabul. Menurut Jumhur (selain Ulama Hanafiyah) ke – empat rukun ini harus ada, kalau kurang salah satunya maka tidak sah wakaf, sebab antara satu rukun dengan yang lainnya saling berkait. Apabila tidak sah wakaf, maka pemilikan manfaat oleh si penerima wakaf otomatis tidak sah.
      Mengenai nadzir atau pengelola wakaf, walaupun ulama mujtahid tidak menjadikan nadzir sebagai salah satu rukun, namun para ulama mujtahid sepakat bahwa waqif  harus menunjuk nadzir.[3]
Syarat Sah Wakaf
1)   Syarat Orang Yang Berwakaf (al-waqif)
      Syarat al-muwaqqif atau al-waqif ; pertama orang yang berwakaf memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua, orang yang berwakaf harus berakal, tidak sah wakaf orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Ketiga, orang yang berwakaf harus baligh. Ke-empat, orang yang berwakaf harus adalah orang yang mampu bertindak secara undang-undang tidak dalam pengampuan.
2)   Syarat Objek Wakaf (al-mawquf)
      Syarat al-mawquf ; pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga dan tidak dilarang syara (maal mutaqawim). Kedua, harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki secara penuh oleh orang yang berwakaf (milk at-taam). Ke-empat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain. Ke-lima harta wakaf itu harus kekal (al-baqa).[4]
3)   Syarat Tujuan Wakaf (al-mawquf ‘alaihi)
      Orang yang menerima wakaf wajib menjadikan wakaf itu untuk kebaikan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Alokasi wakaf hanya ditujukan untuk kepentingan Islam. Tidak sah wakaf, jika kegunaan harta wakaf itu bukan untuk kebaikan masyarakat Islam, baik untuk orang fakir maupun kepentingan umum. Hal ini telah disepakati oleh para ahli jumhur ulama.
4)   Syarat Sighat
      Syarat sighat harus jelas baik tujuan dan jenis harta wakaf serta tidak menggantungkan keabsahan dengan syarat-syarat tertentu.
5)   Syarat Nadzir
     Jumhur ulama secara umum sepakat bahwa syarat nadzir adalah Adil dan Mampu[5].

B.     WAKAF UANG
      Wakaf uang merupakan terjemahan langsung dari istilah Cash Waqf yang populer di Bangladesh sebagai hasil pemikiran dari Muhammad Abdul Mannan. Dalam beberapa literatur lain, Cash Waqf  juga dimaknai sebagai wakaf tunai. Hanya saja, makna tunai ini sering disalah artikan sebagai lawan kata dari kredit, sehingga pemaknaan cash waqf sebagai wakaf tunai menjadi kurang pas. Untuk itu, dalam tulisan ini, cash waqf  akan diterjemahkan sebagai wakaf uang, kecuali jika sudah termaktub dalam hukum positif dan penamaan produk, seperti Sertifikat Wakaf Tunai.
      Selanjutnya, wakaf uang dalam definisi Departemen Agama adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang. Dengan demikian, wakaf uang merupakan salah satu bentuk wakaf yang diserahkan oleh seorang wakif kepada nadzir dalam bentuk uang kontan. Hal ini selaras dengan definisi wakaf yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (2003: 85) tanggal 11 Mei 2002 saat merilis fatwa tentang wakaf uang.
“Menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyapnya bendanya atau pokoknya, dengan cara melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada.”

      Dalam definisi di atas, wakaf tidak lagi terbatas pada benda yang tetap wujudnya, melainkan wakaf dapat berupa benda yang tetap nilainya atau pokoknya. Uang masuk dalam kategori benda yang tetap pokoknya. Dengan demikian, definisi MUI di atas memberikan legitimasi kebolehan wakaf uang.


[1] Farida Prihatini, Uswatun Hasanah, Wirdyaningsih. 2005. Hukum Islam Zakat & Wakaf ; Teori dan Prakteknya di Indonesia. Depok : Papas Sinar Sinanti. hal 115[2] Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Kamus Al-Munawwir Arab – Indonesia Terlengkap. Surabaya : Pustaka Progresif. hal 1683
[3] Farida Prihatini, Uswatun Hasanah, Wirdyaningsih. Hukum Islam … hal 117
[4] Ibid. hal 112
[5] Ibid. hal 116


Wallahu a'lam 

Comments