EKONOMI ISLAM : PERAN NEGARA DALAM MENGAWASI HARGA


    Ada sebagian orang berpendapat, bahwa negara dalam islam tidak boleh mencampuri urusan ekonomi dengan mengharuskan nilai-nilai dan moralitas atau menjatuhkan sanksi kepada orang yang menyeleweng darinya, berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Anas :
“Orang-orang mengatakan : Wahai Rasulullah, harga mulai mahal. Patoklah harga untuk kami!” Rasulullah saw bersabda, “sesungguhnya Allah-lah yang mematok harga, yang menyempitkan dan yang melapangkan rezki, dan saya sungguh berharap untuk bertemu Allah dalam kondisi tidak seorangpun dari kalian yang menuntut kepadaku dengan suatu kezhaliman pun dalam darah dan harta”
      Hadits ini menunjukkan betapa pasifnya negara dalam islam dengan  tidak adanya campur tangan pemerintah dalam pewajiban nilai dan moralitas islam dalam bidang ekonomi. Bahkan hadits ini mereka jadikan dalil yang menunjukkan bahwa sikap negara disini adalah membiarkan pasar secara bebas sesuai faktor-faktor alamiah tanpa campur tangan dari pihaknya. Alasannya, bahwa manusia diberi hak ( baca : kuasa ) atas harta benda mereka sedangkan pematokan harga adalah pemaksaan terhadap hak mereka. Sebagai dampak dari pematokan harga adalah pemilik barang diharuskan menjual barang dagangannya dengan harga yang tidak disetujuinya. Menurut mereka itu adalah pemaksaan dan bertentangan dengan firman Allah SWT :
“...kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu....”(QS : An-Nisaa’:29)

      Seorang ulama sekaligus pakar ekonomi Islam Ibnu Taymiyah membantah hal tersebut dengan mengatakan :
 “ Orang yang menolak pematokan harga secara mutlak berdalil dengan hadits ....Sesungguhnya Allah adalah yang mematok harga.... Sesungguhnya ia salah, karena ini adalah kasus tertentu, bukan lafadz yang umum. Di dalamnya tidak ada sesuatu yang menunjukkan bahwa seseorang boleh menolak penjualan yang wajib atasnya, atau perbuatan yang wajib atasnya, atau menuntut dalam hal tersebut lebih dari harga standar yang normal.”

     Ibnu Taimiyyah menetapkan bahwa pematokan harga, ada yang termasuk diharamkan dan ada pula yang dibolehkan. Jika mengandung unsur kedzaliman ( baca : ketidakadilan ), maka tindakan ini adalah haram. Namun jika mengandung keadilan antar manusia, maka tindakan ini adalah boleh, bahkan wajib.
      Alasannya mengharamkan yang pertama adalah jika ada orang-orang yang menjual barang mereka dengan cara yang baik tanpa suatu kedzaliman dari mereka dan telah terjadi kenaikan harga, baik karena sedikitnya persediaan barang maupun banyaknya orang yang membutuhkan (sebuah isyarat tentang hukum penawaran dan permintaan), maka hal ini terpulang kepada Allah. Sedangkan mewajibkan orang untuk menjual dengan harga belinya adalah merupakan pemaksaan tanpa yang tidak dibenarkan. Sedangkan alasannya mewajibkan yang kedua adalah jika ada seorang pemilik barang  menolak untuk menjualnya padahal orang-orang membutuhkannya kecuali dengan tambahan harga di atas harga biasa. Disini mereka wajib menjualnya dengan harga standar normal dan tindakan “pematokan harga” disini tidak lain adalah mewajibkan penjualan barang dengan harga yang normal. Pematokan harga dalam kasus ini adalah merupakan tindakan mewajibkan keadilan yang telah diwajibkan Allah kepada mereka.
      Jadi, esensi sebenarnya dari  campur tangan negara dalam mematok harga adalah untuk  mencegah  terjadinya kedzaliman dipasar. Maka dari itu, lebih tepat apa yang dikemungkakan oleh Ibnu Taymiyah, yaitu ada pematokan harga yang diharamkan dan diwajibkan. Adapun indikatornya adalah adanya kedzaliman ( misalnya : ketidakadilan ).

Comments