HAKIKAT BISNIS DALAM ISLAM


Seluruh kegitan bisnis dalam Islam bukanlah sebuah tujuan akhir dari kehidupan melainkan hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan yang tinggi, yaitu falâh.  DR. Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa  tujuan dari aktivitas ekonomi, termasuk kegiatan bisnis adalah ‘Memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun ruhani (maslahat) sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah subhanahu wa ta'ala untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat (falah).’

Kalimat penting yang harus dipahami adalah (falâh) yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam Islam, kebahagiaan di Dunia berarti terpenuhinya segala kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk ekonomi, dalam konteks bisnis yaitu sebagai pelaku dari bisnis. Sedangkan, kebahagiaan di akhirat kelak berarti keberhasilan manusia dalam memaksimalkan fungsi kemanusiaannya (ibadah) sehingga diperolehnya ridho Allah subhanahu wa ta'ala yang dapat melindungi dari siksa atau azab Api Neraka serta masuk dalam Sorga Jannatun Na’im.

Seseorang yang ingin mendapatkan kebahagian dunia akhirat dituntut harus mampu berjalan pada ‘jalan Ilahi’. Artinya, tunduk dan patuh pada peraturan dan ketentuan yang telah Allah subhanahu wa ta'ala ciptakan bersamaan dengan pelaksanaan segala aktifitas ekonomi manusia, termasuk di dalamnya ketentuan mengenai kegiatan bisnis yang dilakukan oleh umat muslim. Berikut beberapa contoh dari ketentuan mengenai kegiatan bisnis :

4.1.1       Menghindari transaksi bisnis yang diharamkan agama Islam. Seorang pengusaha muslim dituntut untuk selalu melakukan usaha yang mendatangkan kebaikan dan masyarakat. Bisnis makanan tak halal atau mengandung bahan tak halal, minuman keras, narkoba, pelacuran atau semua yang berhubungan dengan dunia gemerlap adalah aktivitas bisnis yang diharamkan.

4.1.2       Menghindari cara memperoleh dan menggunakan harta secara tidak halal, misalnya ; praktik riba yang menyengsarakan agar dihindari dan transaksi spekulatif amat erat kaitannya dengan bisnis yang tidak transparan seperti perjudian, penipuan, melanggar amanah sehingga besar kemungkinan akan merugikan.

4.1.3       Dilarang melakukan penawaran dan pengakuan (testimoni) fiktif, bentuk penawaran yang dilakukan oleh penjual seolah barang dagangannya ditawar banyak pembeli, atau seorang artis yang memberikan testimoni keunggulan suatu produk padahal ia sendiri tidak mengkonsumsinya. Iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan, berbagai iklan yang sering kita saksikan di media televisi, atau dipajang di media cetak, media indoor maupun outdoor, atau kita dengarkan lewat radio seringkali memberikan keterangan palsu. Dan lain sebagainya.

Wallahu a'lam

Comments